Tukang Sol, Soliter dan Solider

Makhsun Bustomi
Penulis Esai, sehari-sehari bekerja sebagai Policy Analyst di Pemerintah Kota Tegal.
Konten dari Pengguna
22 Juli 2023 13:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Makhsun Bustomi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siang terik seorang tukang sol lewat. Ia berkeliling dengan sepeda sayur bututnya. Saya menyetopnya lalu menyerahkan sepasang sepatu. Meminta jasanya agar sepatu itu lebih panjang umurnya.
foto : Makhsun Bustomi
Ternyata ia masih remaja. Jemarinya terampil memainkan jarum menusuk insole, menjahitnya dengan benang nilon. Ini bukan jasa keliling dalam sinetron di stasiun televisi berlogo "ikan terbang", yang kerap jadi ladang parodi. Menonton "siaran langsung" ini memantik pertanyaan.
ADVERTISEMENT
Berapa lama jenis pekerjaan tradisional seperti tukang sol keliling ini akan bertahan?
Dalam konteks revolusi industri, makin banyak jenis pekerjaan yang akan mengalami kepunahan sebagai konskewensi otomatisasi dan digitalisasi. Pengertian keterampilan tak lagi berarti dibatasi oleh pendidikan tinggi dan spesialisasi. Ke depan yang dibutuhkan adalah kemampuan beradaptasi terus menerus dan memperlajari pendekatan dan keterampilan baru.
Sebagai aparatur sipil negara misalnya, saya adalah digital adapter. Saya bukan generasi digital native, yang mengenal teknologi digital sejak dini. Saya tergagap untuk update dengan perekambangan zaman. Tak heran banyak sinetron yang menampilkan PNS dengan citra yang gaptek dan jadul. Tentu saja, para aparatur yang belakangan masuk tidak begitu gagap mengikuti pesan Rhenald Kasali agar harus selalu relevan dengan gelombang disrupsi.
ADVERTISEMENT
Inovasi teknologi membuka banyak jenis pekerjaan baru. Digitalisasi menumbuhkan jenis profesi baru seperti konten kreator, vlogger , analis data atau jenis pekerjaan yang identik dengan milenial dan generasi Z. Inovasi teknologi membuka kran mengalirnya banyak jenis pekerjaan baru.
Tukang sol keliling itu tidak termasuk di dalamnya. Selain tukang keliling yang lewat ini, terkadang saya ke tempat sol sepatu di emperan kompleks ruko dekat tempat tinggal saya. Lebih dari tiga orang yang biasa mangkal di situ.
Mungkin beberapa tahun ke depan tukang yang memperbaiki alas kaki ini masih eksis. Selama manusia punya kaki, melangkah dan pakai alas kaki bisa jadi tukang sol sepatu akan tetap bertahan. Beberapa orang memutuskan untuk membuang sandal atau sepatu saat rusak, butut atau bosan. Sebagian lagi memilih berhemat dan memperbaikinya.
ADVERTISEMENT
Rezeki barangkali akan tetap tersedia bagi mereka, sepanjang manusia masih mau bergerak dengan kaki. Tak soal bergerak ke mana. Berjalan melangkah ke pasar, warung, sekolah, kantor, kebun, masjid, gereja, mall, cafe atau melangkah ke tempat mantan atau janjian ke suatu tempat dengan selingkuhan. Dengan bergerak, alas kaki mereka suatu waktu akan rusak.
Tukang sol sepatu itu yang saya bicarakan itu masih remaja. Sungguh pekerjaan yang sunyi dari dari para pemimpi. Saya belum pernah mendengar anak-anak yang bercita-cita menjadi tukang sol sepatu. Saya tak bisa mengatakan uang hasil kerjanya lebih sedikit dari UMR di tempatnya tinggal. Dengan kalimat lain, bisa jadi pedapatannya lebih banyak dari gaji seorang karyawan pabrik sepatu di tempatnya.
ADVERTISEMENT
Kalau bisa memilih, sebagai apa tukang sol sepatu itu sebenarnya ingin menjadi? Jelas, tukang sol keliling ini jauh dari ingar bingar tekonologi. Mereka tahu soal apa tentang adaptasi?
Menyaksikan pekerja gigih macam ini membawa ingatan saya pada kisah kepunahan fauna. Banyak binatang yang punah karena tak mampu beradaptasi. Sebut saja badak Sumatera yang konon kini jumlahnya tinggal puluhan saja. Ia adalah binatang pemalu. Spesies yang soliter dan penyendiri.
Rasanya dunia ini sekarang mirip di dunia fauna. Di mana hukum rimba tegak. Siapa yang kuat dia akan semakin kuat. Kalau perlu harus jahat. Rasa peduli, dan kesetiakawanan menjadi langka. Tak ada ada tempat untuk solider di dunia yang makin kalap.
ADVERTISEMENT
Dunia makin tak pasti. Tak mudah diprediksi. Anjuran utk selalu beradaptasi sejujurnya karena dunia makin lebih rimba. Kita mirip kijang, kemanapun melangkat ada banyak singa mengendap-endap dari balik semak. Bahkan fauna -fauna besar semacam gajah yang tak diminati para pemangsa juga menjadi kesepian, menyendiri dan mati tanpa kawin dan beranak pinak.
Tugas tukang sol yang lewat tadi tidak pernah berpikir tengah berkompetisi. Dia sekadar sedang bertahan. Bukan tugasnya untuk memperbaiki dunia agar ramah dengan semua manusia yang tinggal. Tugasnya sederhana, hanya mereparasi sepatu-sepatu.
Uang hasil kerja keliling, untuk membantu membiayai adik-adiknya yang saat ini bersekolah, katanya. Betul-betul mulia niat dan gigih ikhtiarnya.
Bagaimana nasib adik-adiknya kelak? Apakah satu atau dua dasawarsa ke depan dunia masih menerima para tukang sol baru? Pekerjaan apa yang akan menjadi masa depan adik-adiknya?
ADVERTISEMENT
Bukan tugas si tukang sol sepatu. Itu tugas para pengambil kebijakan untuk memberi kesempatan yang luas dan penuh keadilan. Kebijakan yang solider untuk semua kalangan.