Membangun Gerakan Petani Bangsa: Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesadaran Politik

Madjid Fahdul bahar
Nama: Madjid fahdul bahar Alamat: Sumberberas, Muncar, Banyuwangi status: Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Jember
Konten dari Pengguna
20 Maret 2024 3:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Madjid Fahdul bahar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: kerbau berkuda(sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: kerbau berkuda(sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Coba temen-temen amati para petani beras, dimana mereka para petani beras pasti memiliki harapan dari apa yang mereka kerjakan, mereka ingin hidup dengan aman, nyaman, dan tentu dengan perut yang kenyang. Namun sesuatu hal yang konyol telah terjadi, dimana para petani kesusahan atau bahkan tidak mampu untuk membeli beras. Hal tersebut tentu merupakan sebuah masalah yang konyol dan harus diselesaikan oleh negara atau pemerintah, lantas bagaimana jika para pemerintah menjawabnya dengan pernyataan harga beras naik karena adanya musim El Nino, wilayah persawahan yang menyempit, dan bahkan berhentinya impor dari luar negeri ke Indonesia. Jika itu jawaban yang diberikan pemerintah, coba temen-temen amati persawahan di sekitar temen-temen. Apakah temen-temen kesulitan untuk menemukan lahan pertanian? Apakah dengan jumlah petani yang lumayan banyak dan bepengalaman dari tahun ketahun dapat di jawab dengan musim El Nino? Lucunya lagi, dari luasnya lahan pertanian padi dan banyaknya para petani, apakah impor perlu dilakukan dan pemberhentian impor merupakan penyebab sebuah permasalahan? Dari hasil pengamatan saya, saya memiliki sebuah asumsi bahwa adanya permasalahan konyol yang menimpa petani mungkin penyebabnya ada aturan pemerintah yang kurang tepat atau masih banyaknya kaum-kaum feodal di masyarakat dan pemerintahan, tentu hal tersebut adalah sebuah khayalan tanpa ada bukti yang nyata.
ADVERTISEMENT
Ketika melihat kekonyolan permasalahan dan jawaban dari pemerintah, saya memiliki sebuah kahayalan, coba bayangkan jikalau di indonesia ada sebuah Gerakan tani, oke lah kita beri nama “Gerakan Petani Bangsa”, Dimana Gerakan tersebut di dirikan di desa-desa untuk mengorganisir masyarakat dengan memberi pengetahuan terkait pertanian dan mengawal jual beli hasil tani serta memberikan edukasi dan pengawasan petani atas golongan-golongan feodal. Hal seperti itu sangatlah penting keperadaanya, untuk membantu para petani agar mereka dapat mengecap hasil keringatnya dan tidak diganggu dengan badut-badut feodal. Selain semua itu Gerakan petani di Indonesia dapat dijadikan sebagai Upaya untuk memberi kesadaran politik bagi kaum petani, karena hal tersebut saya rasa sangatlah penting, karena kaum tani banyak yang menganggap kekuasaan feodal semakin tak tergoyahkan, namun setelah terlibat diharapkan para petani menyadari bahwa mereka memiliki peran dalam perubahan dan pondasi negara, membentuk Kesadaran politik ini membantu mereka melawan penghisapan feodal. Kesadaran politik yang semakin meluas dan meningkat di desa-desa merupakan jaminan bagi pembebasan kaum tani dari penghisapan feodal, dan merupakan langkah menuju perubahan sosial yang lebih besar.
Ilustrasi:Kerbau, Petani, Budidaya (sumber: https://pixabay.com/id/)
Jika Gerakan petani bangsa telah dapat di jalankan kita dapat membayangkan Dimana tani dari posisi "serba salah" menjadi "serba benar". Awalnya, kaum tani dianggap "salah" dan "kalah" oleh masyarakat, di mana mereka selalu dianggap bersalah dalam urusan dengan polisi. Setan-setan desa pun mempropagandakan bahwa kemelaratan dan keterbelakangan mereka adalah takdir yang harus diterima. Namun, dengan bangkitnya gerakan tani saat ini, terjadi pergeseran paradigma. Meskipun dihadapkan pada fitnah dan propaganda negatif, kaum tani mulai menyadari pentingnya perjuangan mereka. Mereka menuntut hak-hak yang telah lama dirampas, seperti pendidikan dan tanah, dan mulai melawan tuan tanah dan lintah darat yang telah lama memanfaatkan mereka.
ADVERTISEMENT
Kaum tani tidak lagi diintimidasi oleh tuduhan bahwa mereka kurang ajar atau pembuat kerusuhan. Mereka menyadari bahwa perlawanan terhadap penindasan dan penjajahan adalah hak mereka, bahkan kewajiban. Kritik terhadap mereka sebagai "penyerobot tanah" atau "penyebab banjir" juga ditanggapi dengan pemahaman bahwa mereka hanya mengelola tanah yang sebelumnya telah dijarah atau ditinggalkan. Pembelaan terhadap agama dan Pancasila juga menjadi bagian dari perjuangan mereka, menentang penyalahgunaan oleh pihak yang bermaksud merongrong persatuan nasional. Bahkan dalam konteks koperasi dan pembelian padi, kaum tani menuntut pertanggungjawaban dan melawan penyalahgunaan kekuasaan.
Dengan kesadaran politik yang semakin meningkat, kaum tani mampu mengidentifikasi siapa yang sejalan dengan kepentingan mereka dan siapa yang berusaha memanfaatkan mereka. Meskipun berbagai upaya dilakukan untuk menahan gerakan tani, terutama oleh penguasa dari berbagai tingkatan, kaum tani yang telah sadar politik dan bersatu dalam perjuangan revolusioner tak terbendung oleh kendala apa pun.
ADVERTISEMENT