Saat Akun ‘Meme’ dan ‘Shitposting’ Politik Jadi Oposisi

I Made Wirangga Kusuma
Analis Perkara Peradilan pada Pengadilan Negeri Gianyar, Bali
Konten dari Pengguna
7 Januari 2021 21:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Made Wirangga Kusuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tatanan kehidupan manusia dari hari ke hari hingga tahun ke tahun terus mengalami perkembangan dan perubahan. A
salah satu meme yang menyindir budaya korupsi di Indonesia. sumber: https://www.kompasiana.com/akbaranzulai6042/5b2b9e6c16835f2fc20c8eb4/snjata-ampuh-meme-politik?page=all
ADVERTISEMENT
rus globalisasi termasuk teknologi, informasi dan komunikasilah yang menjadi salah satu faktor penyumbang terbesar perubahan dan perkembangan tatanan masyarakat. Perubahan dan perkembangan ini tentu juga merubah kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat di sebuah negara. Salah satu yang menjadi contoh adalah perubahan pola pemikiran masyarakat yang kreatif dan terbuka dalam menanggapi lingkungan sosialnya. Sebagian besar kehidupan masyarakat saat ini juga telah beralih dari kehidupan konvensional menjadi kehidupan digital. Hal ini telah saya lihat dan amati dalam beberapa tahun ini, termasuk dalam hal penyampaian pendapat, kritik maupun saran yang ditujukan kepada pemerintah.
Maraknya akun ‘meme’ dan ‘shitposting’ dalam ranah sosial media menjadi salah satu bukti bahwa perkembangan pemikiran dan paradigma masyarakat akan keadaan lingkungan sosialnya mulai mengalami perubahan. Seperti yang kita ketahui dan amati pada tempo sebelumnya, penyampaian kritik, pendapat maupun saran kepada pemerintah masih menggunakan kegiatan yang dikatakan konvensional, melalui opini media massa, demonstrasi maupun surat-surat tertulis dan surat kaleng, namun seiring berjalannya waktu penyampaian itu kini mulai mengalami perubahan ke hal-hal yang lebih kreatif. Saya menganggap bahwa penyampaian pendapat, kritik dan saran melalui cara yang kreatif dan digital disebabkan terkadang masih ‘buta’ dan ‘tuli’ nya pemegang kekuasaan akan kritik dan saran dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Agar segala pendapat, kritik dan saran tidak berakhir pada hal yang sifatnya mubadzir, maka masyarakat khususnya kaum milenial kini menyusun strategi baru dalam memberikan pendapatnya. Meme menjadi salah satu andalan kaum milenial dalam memberikan kritik, pendapat dan saran. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, meme merupakan cuplikan gambar dari acara televisi, film dan sebagainya atau gambar-gambar buatan sendiri yang dimodifikasi dengan menambahkan kata-kata atau tulisan-tulisan untuk tujuan melucu dan menghibur. Artinya dengan cara-cara tersebut segala pendapat, kritikan dan saran menjadi lebih singkat, padat dan jelas tanpa mengurangi arti makna sebuah pendapat. Selain Meme, terdapat juga istilah shitposting, yang dikutip di Wikipedia merupakan sebuah tindakan mengirimkan konten yang agresif, ironi, maupun troll tingkat rendah dalam skala yang besar.
ADVERTISEMENT
Maraknya keberadaan meme dan shitposting dalam kehidupan masyarakat khususnya hukum dan politik tak lepas dari rasa keprihatinan masyarakat akan kurang terserapnya sebagian besar aspirasi masyarakat dan kepekaan akan lingkungan sosialnya yang masih minim. Akun meme dan shitposting kerap kali menampilkan lelucon-lelucon yang menggelitik namun sarkas terkait dengan pernyataan pejabat negara yang dianggap nyeleneh, kebijakan pemerintah yang kurang bisa diterima masyarakat serta ketimpangan-ketimpangan hukum, sosial, politik, ekonomi yang terjadi belakangan ini.
PRA OPOSISI
Maraknya keberadaan akun meme dan shitposting ini membuat saya mulai berfikir bahwa apakah keberadaan akun-akun ini akan mengganti posisi oposisi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia? Pada kenyataannya saat ini pemerintahan Joko Widodo ramai-ramai menggandeng sebagian besar partai di parlemen untuk masuk di dalam pemerintahannya dan nampak saat ini suara opisisi sangat minim di dalam parlemen, padahal posisi oposisi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah penting. Keberadaan oposisi di sebuah negara tidak hanya serta merta dalam pemikiran sempit, yakni sebagai kelompok yang selalu kontra pada pemerintah yang berkuasa. Dibalik itu semua ada peran penting oposisi dalam parlemen untuk melakukan kontrol terkait kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah. Bila tidak ada peran oposisi, maka pemerintah akan secara mudah membuat kebijakan-kebijakan yang tentu di dalamya pasti ada yang tidak memihak kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hemat saya, nampaknya keberadaan opisisi di parlemen kini mulai tergerus dan nampaknya pula akun-akun meme dan shitposting inilah yang akan menjadi barisan opisisi pemerintah. Pengamatan saya di dalam bermain sosial media, akun shitposting dan meme ini membuat saya sering terkagum-kagum. Kelihaiannya dalam menelusuri jejak-jejak digital dan kritis dalam pemikiran membuat beberapa meme dan shitposting yang dibuat tentu membuka nalar saya, bahwa tidak semua kebijakan yang dibuat pemerintah maupun peraturan yang ada dalam keadaan baik-baik saja.
Sebut saja saat pra pengesahan UU Cipta Kerja. Akun shitposting dan meme ramai-ramai mewartakan dan mengunggah hal-hal yang menjadi sorotan. Sebagian masyarakat mungkin tidak akan peka terkait kejadian itu, karena dalam pengesahan UU Cipta Kerja ini terkesan seperti kucing-kucingan. Mulai dari typo dalam penyusunan UU dan kontroversi mematikan microphone saat paripurna menjadi bahan ‘banyolan’ netizen dalam akun meme tersebut.
ADVERTISEMENT
Saya merasa keberadaan akun shitposting dan meme politik ini sangat bermanfaat di era digital saat ini, apalagi generasi milenial mulai kurang tertarik untuk membaca opini yang masih konvensional serta membaca koran untuk mengikuti perkembangan pemberitaan mengenai kebijakan-kebijakan oleh pemerintah. Akun meme politik ini dapat mengikuti perkembangan arus teknologi informasi di dalam masyarakat tanpa mengurangi esensi kritik dan saran yang dikeluarkan.
UU ITE
Walaupun perannya besar, akun meme dan shitposting politik yang ramai di sosial media juga perlu berhati-hati dalam mengunggah, menyebarkan maupun membuat konten-kontennya. Saya baru ingat tiba-tiba UU ITE ini menjadi ancaman dan juga hambatan bagi masyarakat dalam menyampaikan kritik, pendapat dan sarannya. UU ITE sering kali dijadikan alat untuk membungkam segala kritik, saran dan pendapat yang dimuat dalam sosial media. Sebagai masa yang selalu mengamati tiap gerak gerik pemerintah, akun meme dan shitposting politik tidak memiliki imunitas apapun, beda hal sebagai anggota legislatif yang memiliki imunitasnya dalam menyampaikan pendapat, kritik dan saran di paripurna.
ADVERTISEMENT
Setiap orang maupun kelompok orang yang merasa dirugikan oleh meme maupun shitposting yang diunggah, disebarluaskan maupun dibuat oleh komunitas akun meme pun akan mudah membungkam segala kritik, saran maupun pendapat yang dibuat dengan senjata andalan yakni UU ITE. Implikasinya adalah makin terbungkamnya segala kritik, pendapat dan saran yang dapat diberikan oleh masyarakat dalam hal untuk melakukan pemantauan segala kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Anggota legislatif dapat berlindung dibalik hak imunitasnya, Media Massa juga berada dibawah naungan Pers, lalu apakabar dengan akun meme dan shitposting bila orang yang menjadi pengelola akun tersebut harus dibungkam? Siapa yang jelas-jelas akan membelanya dan apakah memiliki imunitasnya? Kita sebagai warganet hanya bisa mengonsumsi konten-konten yang dibuat, padahal pengelola akunnya sedang was-was, jangan-jangan ada tukang baso di depan rumahnya dan jangan-jangan dibungkam dengan dalih UU ITE.
ADVERTISEMENT
Semoga kekhawatiran saya ini hanya angin lalu. Saya menjadi prihatin kalau tertawa pun ikut dibatasi. Kritik, saran dan pendapat yang diolah dengan rapi dan penuh candaan pun harus serius dan hukum malah menjadi bahan candaan.