Corona Beri Tamparan, Akses Pendidikan Indonesia Masih Primitif

I Made Wirangga Kusuma
Analis Perkara Peradilan pada Pengadilan Negeri Gianyar, Bali
Konten dari Pengguna
20 Mei 2020 3:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Made Wirangga Kusuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendidikan menjadi salah satu aset utama dalam mendongkrak perkembangan sebuah negara. Tanpa pendidikan, masyarakat di sebuah negara sulit untuk berkembang dan memperoleh akses pengetahuan dunia nyata. Pendidikan saat ini seharusnya terus mengikuti arus perkembangan zaman, termasuk perkembangan alih teknologi informasi.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pemimpin dunia termasuk pemimpin Indonesia membanggakan keberadaan Revolusi Industri 4.0 dimana sebagian besar kehidupan manusia akan digerakkan melalui teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi saat ini tentu sangat relevan keberadaannya, apalagi dunia tengah menghadapi keberadaan ancaman Virus Corona (Covid-19). Teknologi turut membantu suksesi penekanan angka penderita Covid-19, dengan tatap muka tanpa jumpa. Salah satu aspek yang terbantu dengan adanya teknologi informasi adalah aspek pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang tak lepas dengan interaksi sosial antara guru dengan siswa, mengingat tugas guru bukan hanya membimbing tetapi juga membina baik pengetahuan dan karakter siswanya.
Secara tegas, sebagian besar orang atau saya sendiri pasti menjawab belum dan bahkan teknologi menjamah pendidikan di Indonesia hanya ada di kota-kota besar dengan akses yang mudah. Masih banyak wilayah di Indonesia belum menerima akses internet yang baik, termasuk di dataran Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga sampai wilayah timur Indonesia. Saya memiliki pengalaman, saat saya KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat terkait alih teknologi informasi. Masih banyak dusun atau bahkan beberapa wilayah di kecamatan yang belum tersentuh akses listrik dan akses sinyal telekomunikasi. Kalau seperti ini bagaimana bisa teknologi menjamah fasilitas pendidikan? Kalaupun dijamah, apa sarana yang bakal digunakan?
ADVERTISEMENT
Saat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem terkejut 'baru tau kalau ada wilayah yang sulit akses internet', dalam hati saya berkata, 'Pak Makariem, ndolan (jalan-jalan) nya belum jauh!' Terkadang dari statemen Pak Mendikbud saya berfikiran, melihat dampak positif Covid19 terhadap aspek pendidikan di Indonesia. Ya, dampak positif itu ialah kita semua dapat mengetahui dengan jelas bahwa minimnya akses pendidikan yang terintegrasi dengan teknologi informasi. Bahkan beberapa universitas sebagai perguruan tinggi pun mengakui belum cukup siap dalam integrasi akses teknologi ke pendidikan dan kurikulumnya.
Jujur saja, bila diakui, pendidikan di Indonesia saat ini masih sangat primitif. Corona membuka 'mata batin' dan cakrawala kita semua juga memberi tamparan keras bagi pemerintah, bahwa akses teknologi infomasi yang terintegrasi dengan pendidikan sangat jauh terbelakang dan masih tertinggal. Perguruan tinggi pun masih sebagian besar menggunakan tatap muka dan buku cetak dalam mendidik mahasiswanya, bagaimana dengan sekolah?
ADVERTISEMENT
Ada beberapa faktor yang saya nilai menjadi penghambat sulitnya akses teknologi diintegrasikan dengan pendidikan, yakni masalah sumber daya manusia dan masalah sarana prasarana. Sebagian besar SDM di Indonesia saat ini belum siap menerima keberadaan teknologi informasi, apalagi SDM yang sudah berumur diatas setengah abad, akan sulit untuk menerima akses ini. Hal ini kembali lagi, benang merah dari minimnya SDM yang menerapkan teknologi informasi adalah sarana prasarana penunjang yang turut pula minim keberadaannya. Dari faktor tersebut, seharusnya pemerintah bisa membenahi akses telekomunikasi dan sarana penunjangnya.
Corona kali ini tentu peringatan yang keras bagi pemerintah dalam hal pengembangan sarana teknologi digital bagi pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus memiliki sinergi yang kuat dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Agar tidak ada lagi, mahasiswa yang jatuh dari menara mesjid akibat mencari sinyal, tidak ada lagi guru yang harus datang ke rumah-rumah siswa yang dampaknya sangat membahayakan kesehatan guru dan tidak ada lagi masyarakat Indonesia yang sulit akan akses pendidikan berbasis teknologi. Kejadian ini tentu menyayat hati masyarakat yang harus semangat di tengah pandemi ini. Bukan alih semakin pintar dan sukses, siswa, guru atau mahasiswapun harus bertaruh nyawa memperoleh pendidikan karena minimnya akses teknologi infomasi.
ADVERTISEMENT
Upaya sinergitas stakeholder tersebut dirasa perlu, apalagi dengan adanya sokongan dari pemerintah daerah, agar nantinya sistem pendidikan di Indonesia dapat terintegrasi kuat melalui teknologi. Teknologi sangat bermanfaat saat pandemi ini, apalagi dengan wacana 'new normal', pastinya akses teknologi, khususnya bagi pendidikan akan marak digunakan. Guna menghadapi 'new normal' ini pendidikan Indonesia masih dibilang belum sanggup dan mumpuni. Sebab untuk kedepannya teknologi informasi sangat mempengaruhi keberadaan pendidikan di dunia, khususnya di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah juga seharusnya mulai kosen menatabalik pendidikan di Indonesia, khususnya berbasis teknologi. Harapannya, dengan Covid-19 ini kualitas dan akses sarana pendidikan di Indonesia mampu mengejar ketertinggalan dan mampu melampaui cepatnya perubahan zaman, termasuk akses teknologi, informasi dan komunikasi.
Guru harus mengajar keliling di Sumenep salah satu keprihatinan bersama saat pandemi. Antara bahaya dan nyawa tak ia pedulikan, demi anak didiknya menjadi lebih baik dikemudian hari. sumber: Suara Jatim
ADVERTISEMENT