Strategi Rwanda Dalam Meningkatkan Perekonomiannya Pasca Terjadinya Genosida

Muh Rizaldi Nur Ratullah
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Mulawarman
Konten dari Pengguna
25 November 2022 14:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Rizaldi Nur Ratullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Muh. Rizaldi Nur Ratullah
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Muh. Rizaldi Nur Ratullah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Genosida pada tahun 1994 yang terjadi di Rwanda tidak hanya menyebabkan kematian lebih dari 800.000 orang tetapi juga menghancurkan ekonomi, perekonomi Rwanda pada tahun 1994 negatif -11,4%
ADVERTISEMENT
Dua puluh delapan tahun setelah tragedi genosida, Rwanda telah bangkit, negara ini telah bertransformasi secara politik, sosial, dan ekonomi. Rwanda saat ini telah menikmati masa perdamaian dan stabilitas di seluruh wilayahnya dan bahkan telah berkontribusi pada perdamaian global melalui partisipasinya dalam pemeliharaan perdamaian dunia, Rwanda bahkan menempati peringkat kedua kontributor terbesar untuk pasukan penjaga perdamaian PBB.
Setelah mencapai tingkat perdamaian dan stabilitas, Rwanda memfokuskan sumber dayanya pada pembangunan. Pada tahun 2000, strategi pembangunan ekonomi Vision 2020 diresmikan. Vision 2020 bertujuan untuk mengubah ekonomi Rwanda menjadi ekonomi berpenghasilan menengah yang dipimpin oleh sektor swasta dan berbasis pengetahuan pada tahun 2020. Transformasi ini mengharuskan Rwanda untuk meningkatkan PDB per kapitanya dari $220 pada tahun 2000 menjadi $1.240 pada tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan ketentuan Visi 2020, pembinaan kewirausahaan dan terciptanya sektor swasta yang dinamis dan kompetitif merupakan pilihan strategis. Melalui Rwanda Development Board (RDB), pemerintah memprioritaskan penciptaan infrastruktur yang baik dan iklim investasi yang ramah bagi sektor swasta untuk berkembang dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Rwanda secara insentif mengundang investor di mulai dari impor mesin, peralatan, dan bahan baku bebas bea, insentif fiskal tambahan seperti : pembebasan impor dan PPN di sektor strategis termasuk di sektor energi, dan penghapusan 100% untuk semua biaya penelitian dan pengembangan bagi investor. Lebih lanjut, disadari bahwa ketergantungan yang berkelanjutan pada ekspor kopi dan teh tidak akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai, untuk itu pemerintah mengidentifikasi sektor jasa serta pendidikan dan pelatihan teknis dan kejuruan (TVET) sebagai pendorong utama yang akan mendorong ekonomi Rwanda ke depan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, strategi Made-in Rwanda diadopsi pada tahun 2016 dan dalam waktu empat tahun mengurangi defisit perdagangan sebesar 36% dan meningkatkan nilai total ekspor dengan total 69%.
Pertumbuhan Sektor Jasa sebagai pilihan strategis telah memberikan dividen yang sangat baik terutama pada sektor industri perhotelan yang berkembang pesat. Dipimpin oleh Kigali International Financial Center (KIFC), Rwanda juga akhir-akhir ini memposisikan dirinya sebagai pusat keuangan untuk benua dan menerapkan infrastruktur dan kerangka hukum yang relevan. Investasi Pan-Afrika ini bertujuan untuk menghubungkan investor internasional dengan peluang di seluruh Afrika.
Faktor keberhasilan Rwanda dapat dilihat dari kemajuan pembangunan ekonomi meliputi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, toleransi nol terhadap korupsi, kepemimpinan yang berorientasi pada hasil, berbagai solusi rumahan yang banyak di antaranya bersumber dari budaya Rwanda sendiri, model pembangunan inklusif yang ditandai dengan kebijakan pro-masyarakat miskin, kesatuan tujuan, sistem pemberian layanan yang efisien didukung oleh infrastruktur IT dan sumber daya manusia yang baik, dan perbaikan berkelanjutan dari lingkungan investasi dan bisnis.
ADVERTISEMENT
Pada 2020, Rwanda Development Board (RDB) mencatat investasi yang masuk ke Rwanda hanya senilai US$1,30 miliar, turun dari US$2,46 miliar pada 2019, penurunan ini disebabkan oleh pandemi Covid-19. Menurut Menteri keuangan Rwanda, perekonomian Rwanda diperkirakan akan tumbuh naik 5,1% pada 2021 serta 7% pada 2022. Pasca-2020, pendorong utama pemulihan ekonomi dikemas dalam Vision 2050 dimana Rwanda bercita-cita untuk mencapai status negara berpenghasilan menengah (MIC) pada tahun 2035 dan status negara berpenghasilan tinggi (HIC) pada tahun 2050. Visi tersebut akan diimplementasikan melalui serangkaian strategi nasional untuk transformasi (NST) yang didukung oleh strategi sektor terperinci yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan PBB. Visi 2050 mengartikulasikan arah strategis jangka panjang untuk "Rwanda yang kita inginkan", yang bertujuan untuk mencapai kemakmuran dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan itu, akan ada peningkatan yang cukup besar dari investasi swasta dan publik yang dibiayai oleh tabungan negara dan arus masuk modal, peningkatan yang signifikan dalam efisiensi lahan dan kapasitas inovatif, dan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan produksi barang dan jasa yang dapat diperdagangkan. Semuanya dimulai dengan memiliki rencana yang baik, mengetahui kekuatan dan kelemahan, dan dengan tegas bekerja untuk mencapai hal yang sama.
Untuk mitigasi dampak ekonomi akibat Covid-19, dua intervensi besar akhir-akhir ini telah dimulai yaitu : dana pemulihan ekonomi (ERF) senilai 350 USD juta (menargetkan pariwisata & perhotelan, manufaktur, pendidikan, transportasi & logistik serta UKM yang terkait dengan rantai pasokan domestik dan global) dan build to recover program (MBRP) yang terdiri dari insentif terutama pembebasan pajak atas bahan bangunan impor.
ADVERTISEMENT