Tantangan Implementasi Penyederhanaan Birokrasi di Pemerintah Daerah

Lia Fitrianingrum
Analis Kebijakan ahli muda Pemerintah Propinsi Jawa Barat
Konten dari Pengguna
4 Februari 2022 10:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lia Fitrianingrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: humas Jabar 2021
zoom-in-whitePerbesar
sumber: humas Jabar 2021
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Reformasi birokrasi menjadi salah satu langkah strategis dan dimaknai sebagai upaya perbaikan sistem dan tata kelola pemerintahan untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang dinamis dan pelayanan publik yang efektif. Reformasi birokrasi dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu penyederhanaan struktur organisasi, penyetaraan jabatan, dan penyesuaian sistem kerja organisasi.
ADVERTISEMENT
Penyederhanaan struktur organisasi sebagai satu peluang untuk mewujudkan organisasi pemerintahan yang agile dan mewujudkan aparatur yang profesional dengan melakukan penyetaraan jabatan administrasi menjadi jabatan fungsional yang berbasis pada keahlian/keterampilan. Penyetaraan birokrasi di tingkat Pemerintah Pusat sudah mulai dilaksanakan di tahun 2020 dan diikuti oleh Pemerintah daerah di sepanjang tahun 2021.
Diawal tahun 2022 penyetaraan jabatan kembali menjadi perbincangan hangat terutama dikalangan para ASN di Pemerintah Daerah. Hal ini terjadi karena selama tahun 2021 secara pararel Pemerintah Daeah berpacu menyiapkan diri dalam rangka penyetaraan para pejabat struktural menjadi pejabat fungsional sampai dengan prosesi pelantikan penyetaraan.
Permasalahan penyederhanaan birokrasi yang tujuannya untuk meningkatkan layanan publik melalui jalur penyetaraan jabatan di Pemerintah daerah memang tidak bisa dianggap enteng untuk diimplementasikan. Parameter yang digunakan dalam mengukur peningkatan layanan publik kaitannya dengan penyetaraan jabatan harus kembali diuji dan selayaknya dapat menjawab pertanyaan apakah dengan penyetaraan jabatan dapat meningkatkan layanan publik.
ADVERTISEMENT
Penyetaraan jabatan ini menghadapi dilema apakah benar-benar untuk mendorong perofesionalitas ASN atau hanya dianggap ganti baju saja dari jabatan struktural menjadi jabatan fungsional. Penyetaraan jabatan dengan esensi tata hubungan kerja yang sama dan tugas fungsi yang tidak banyak berubah pasca penyetaraan, tentu berimbas pada biasnya pengukuran peningkatan layanan publik sebelum dan pasca penyetaraan jabatan di Pemerintah Daerah. Pelayanan publik lebih efektif dan efisienkah pasca penyetaraan menjadi isu yang harus dicarikan jawabannya dengan indikator pengukuran yang tepat.
Tantangan Penyetaraan jabatan di Pemerintah daerah selain dikaitkan dengan efektivitas layanan publik, juga menghadapi tantangan pada individu pejabatnya sendiri. Demotivasi, ketidak tahuan esensi jabatan fungsional dan ditambah lagi dengan masih melaksanakan tugas fungsi sebagai pejabat struktural yang disandang sebelumnya, latarbelakang pendidikan yang tidak sesuai dengan kompetensi jabatan fungsional menambah deretan permasalahan yang kian komplek yang terjadi di Pemerintah Daerah.
ADVERTISEMENT
Ketidaksiapan organisasi pemerintah daerah selaku entitas kelembagaan dalam membuat regulasi mengenai tata hubungan kerja pasca penyetaraan jabatan juga semakin menambah asumsi bahwa implementasi penyetaraan jabatan masih banyak kendala yang dihadapi. Unit Pembina fungsional yang diciptakan untuk mendorong dan mengelola karir para pejabat fungsional masih belum terlihat peran dan fungsinya, mengingat untuk unit Pembina juga merupakan hal yang baru mengelola SDM fungsional yang begitu banyak dan begitu kompleks.
Selain itu budaya bekerja yang masih sangat kental unsur politis dan hierarkies menjadi tantangan tersendiri, merubah menjadi sistem kerja horizontal (Flat) pasca penyetaraan jabatan tidaklah mudah.
Perubahan struktur organisasi yang berimplikasi pada mekanisme penyelenggaraan tugas pemerintahan di Pemerintah Daerah tidak dapat terelakan lagi. Pemerintah daerah mulai menyiapkan seperangkat tools yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan tugas dengan struktur dan mekanisme kerja baru. Pemerintah Daerah menyiapkan guideline mekanisme penyelenggaraan tugas pasca penyederhanaan birokrasi untuk menjamin penyelenggaraan layanan publik tetap berjalan, dan perwujudan reformasi birokrasi lebih terakselerasi.
ADVERTISEMENT
Berbagai model inovasi mekanisme tata hubungan kerja baru diciptakan. Walaupun hingga saat ini belum ada roles model tata hubungan kerja dengan model flat (squad team) di instansi pemerintah dalam kapasitas yang besar yang menghubungkan tata hubungan antar jabatan fungsional lintas perangkat daerah maupun lintas organisasi.
Dalam keberhasilan penyederhanaan birokrasi ada 2 unsur utama yang harus diubah mindset SDM dan budaya kerja. Perubahan pola pikir ASN terdampak menjadi sangat penting, salah satu yang dapat dilakukan untuk merubah mind set adalah dengan sosialisasi yang terus menerus sebelum dan sesudah penyederhanaan birokrasi. Dukungan top management yang dituangkan dalam kebijakan berbentuk regulasi tata hubungan kerja ini menjadi salah satu kunci berubahnya model hierarkies menjadi model flat dengan basis kolaborasi. Disamping itu perubahan pola imbalan atau insentif dapat mendorong penerimaan serangkaian nilai budaya baru. Rotasi jabatan dan seleksi serta promosi pegawai yang mempunyai karakteristik pribadi sesuai nilai-nilai budaya baru mulai harus ditumbuhkembangkan. Harapannya pasca penyederhanaan birokrasi dengan mekanisme kerja baru dengan model dynamic working arrangement, yang menekankan semangat, kecepatan bergerak dan kecepatan menyesuaikan diri dalam mendukung pelaksanaan tugas organisasi dapat terwujud.
ADVERTISEMENT