Evaluasi kebijakan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di Tingkat Sekolah Dasar

Lia Fitrianingrum
Analis Kebijakan ahli muda Pemerintah Propinsi Jawa Barat
Konten dari Pengguna
14 Juni 2021 10:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lia Fitrianingrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : foto Auditya Raffa
zoom-in-whitePerbesar
sumber : foto Auditya Raffa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemi COVID-19 sudah dialami sejak setahun yang lalu tepatnya sejak Maret 2020, anak-anak, orang tua, dan guru saat itu dipaksa untuk tidak lagi belajar secara tatap muka karena kondisi yang tidak memungkinkan.
ADVERTISEMENT
Cara belajar yang biasanya dilakukan secara tatap muka tiba-tiba tidak bisa dilakukan karena untuk mencegah penyebaran virus COVID-19. Kondisi pandemi mengubah semua sisi kehidupan manusia diseluruh dunia, baik cara hidup, kebiasaan hidup juga ikut berubah dan ini juga tidak terlepas pada pembelajaran siswa di semua jenjang pendidikan di dunia.
Lebih dari 91% populasi siswa dunia telah dipengaruhi oleh penutupan sekolah karena pandemi COVID-19 (UNESCO). Kondisi awal pandemi yang serba tidak menentu, membuat shock dan kebingungan baik bagi guru maupun orang tua peserta didik.
Akhirnya tidak perlu waktu lama dengan sarana prasarana seadanya baik dari sisi sekolah maupun dari sisi orang tua, kebijakan pembelajaran jarak jauh pun diimplementasikan karena memang tidak ada alternatif lain selain belajar dari rumah untuk menjaga kesehatan semua pihak.
ADVERTISEMENT
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) merupakan proses belajar mengajar yang dilakukan secara jarak jauh melalui penggunaan berbagai media komunikasi. Pendidikan
Jarak Jauh (PJJ) juga otomatis dialami juga oleh anak-anak Sekolah Dasar. Anak-anak Sekolah Dasar (SD) yang merupakan masa peralihan dari TK dan awalan belajar kondisinya sangat tidak mudah. Anak-anak SD yang belajar secara tatap muka saja mengalami kesulitan bersosialisasi bersama teman-teman dan perlu adaptasi dengan pembelajaran baru di tingkat SD yang sudah mulai serius.
Setelah satu tahun berjalan di awal tahun 2021 ada wacana untuk mulai membuka lagi pembelajaran tatap muka yang rencananya terealisasi di Bulan Juli 2021 dengan penerapan Prokes yang ketat baik bagi siswa SD maupun pihak sekolah. Tentu hal ini masih menjadi pro kontra di antara orang tua siswa yang masih sangat khawatir dengan kondisi pandemi COVID-19 yang belum juga reda. Tetapi di sisi lain kondisi psikologis anak-anak yang mulai bosan belajar dari rumah dan keinginan bertemu teman-teman sekolah dan gurunya sudah sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Kebijakan PJJ dengan anak belajar di rumah selama setahun ini memberikan dampak positif untuk keterikatan hubungan orang tua dan anak, orang tua menjadi sangat andil dalam perkembangan belajar anak di rumah.
Anak dan orang tua menjadi belajar bersama dalam menggunakan teknologi baik dalam proses pembelajaran maupun menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Selain itu transformasi pembelajaran menjadi e learning ini juga membawa dampak kurang baik bagi orang tua pekerja yang biasanya menyekolahkan anak sekalian untuk menitipkan anak pada saat bekerja sekaligus belajar karena kondisi pandemi jadi harus belajar di rumah dan menimbulkan beban baru.
Kondisi psikologis orang tua siswa yang dipaksa berubah karena pandemi ini juga sulit dijalani oleh orang tua mengingat latar belakangnya bukanlah pendidik. Orang tua yang biasanya mempercayakan pendidikan anak-anaknya melalui sekolah dengan bobot 70% dan 30% di rumah, menjadi berbalik pada kondisi pandemi. Guru utama dalam masa pembelajaran jarak jauh ini adalah orang tua, sementara guru di sekolah memberikan intisari dari setiap pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Latihan-latihan soal banyak dilakukan bersama antara orang tua dengan anak-anak. Kondisi ini juga ditambah dengan pertemuan secara daring yang sangat singkat di setiap pembelajaran menjadikan pendalaman atas materi pelajaran dilakukan oleh orang tua dan anak. Jadi tidak hanya anak yang pintar di masa pandemi ini orang tua pun akhirnya juga ikut jadi pintar.
Tetapi tidak sedikit orang tua juga mengalami stres dalam proses PJJ ini karena tidak semua orang tua paham dan mengerti cara mengajari anak dengan kreatif dan menyenangkan disetiap mata pelajaran. Bahkan dari pada emosi pada anak, tidak sedikit orang tua yang akhirnya mengambil jalan pintas untuk membantu anak secara berlebihan dengan mengerjakan soal-soal latihan anak-anaknya, sehingga kemampuan anak yang sesungguhnya tidak terlihat.
ADVERTISEMENT
Ke depan selama PJJ ini masih harus terus berlangsung, harus ada strategi baru untuk melihat kemampuan anak secara lebih riil/nyata dan untuk menjaga e learning ini tetap berjalan secara efektif.
Sesekali untuk mengurangi tingkat stres orang tua ada baiknya para guru juga menyambangi rumah-rumah peserta didik supaya kedekatan emosional anak, orang tua dan guru terjalin. Perlunya formulasi baru cara pembelajaran yang menarik perhatian siswa SD yang sudah mengalami kebosanan PJJ menjadi penting untuk dilakukan.
Kebijakan insentif bagi para guru dan sekolah yang pro aktif, kreatif dalam keberhasilan PJJ secara kualitas dengan indikator yang terukur harus mulai dipikirkan Pemerintah.