Aku, 98, dan 'Tong Tong Tong'

Liana R Supono
Roses are red, right?
Konten dari Pengguna
26 Mei 2017 14:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Liana R Supono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
98 lo gimana? Tinggal di Jakarta emang ngga ngerasa ada gangguan?”
ADVERTISEMENT
Pertanyaan itu diajukan seorang teman yang saat ‘98 tidak tinggal di Jakarta. Aku yang saat itu masih balita tidak ingat betul apa yang aku alami. Tapi benar juga, tinggal di Jakarta di tahun yang kelam, rasanya tidak mungkin aku merasa aman-aman saja. Pasti ada sesuatu yang aku dan keluargaku alami.
Aku pun menanyakan hal yang sama kepada ibu di rumah.
Dan… Begini ceritanya.
Miya, gadis mungil yang belum genap berumur 4 tahun itu harus menerima kenyataan bahwa tempat tinggalnya saat itu tidaklah aman. Tinggal di pemukiman padat yang mudah sekali bersenggolan rasanya membuat semua orang begitu sensitif, belum lagi masalah di luar sana yang sepertinya tambah panas.
ADVERTISEMENT
Aneh bagi Miya melihat om-om tetangga yang setiap siang menutup kaca dan pintu rumahnya dengan kardus atau triplek, ada juga si tante yang berusaha dengan gigih menutupi setiap tanaman di teras rumahnya (kenapa nggak dimasukkin ke dalam rumah aja, Tan?), atau om depan rumah Miya yang setiap siang selalu naik ke atap rumah dan mengumpulkan genteng yang sudah tidak utuh lagi.
“Kenapa om tante selalu begitu setiap siang mah” Tanya Miya
“Nggak apa apa, biar nggak ada yang rusak”
“Emang ada yang mau ngerusakin?” Miya makin bawel.
“Ya jaga-jaga aja, udah sana main masak-masakan lagi. Itu tempenya udah mateng.”
Saat itu Miya sama sekali tidak diizinkan untuk tidur siang. Dari pagi sampai sore Mama Miya akan memberikan beragam mainan untuk anak bungsunya. Biar Miya capek pada sore hari dan tertidur pulas sampai pagi. Sang mama tidak membiarkan Miya mengetahui apa yang terjadi saat itu.
ADVERTISEMENT
Orang tua mana yang tega membiarkan balitanya mengetahui bahwa sebenarnya tempat tinggal mereka tidak aman? Kerusuhan setiap malam terjadi, suara gemuruh mulai dari genteng pecah, kaca pecah hingga tembakan selalu terdengar setiap malam.
Belum lagi setiap pagi akan menyusul pemberitaan dari asjid bahwa ada salah satu atau salah dua warga yang meninggal. Setelah itu gantian ibu-ibu ramai berkomentar “Dari RT berapa, Bu?”, “Oh, ya ampun anak ibu itu”, “Ih kasihan ya, padahal anaknya … bla bla bla” ngobrol sambil belanja sayur berjam-jam. Biasa.
“Kenapa banyak orang meninggal, Mah?” Tanya Miya
“Hush, yang namanya kematian cuma Allah yang tahu dek”
Mendengar jawaban mamanya, Miya hanya terdiam dan lanjut memperhatikan ibu-ibu berkumpul menutupi gerobak sayur dari kejauhan.
ADVERTISEMENT
Hari terus berjalan, rutinitas Miya selalu sama. Bangun pagi, main sampai sore, dan tidur setelah azan Maghrib.
Suatu hari sekitar pukul 03.00 siang, Miya dan teman seusianya bermain sepeda di dekat rumah. Tidak jauh, hanya selang dua rumah dari rumah Miya. Miya hari itu sangat senang karena akhirnya bisa main keluar rumah agak lama.
Miya yang sedang asik bermain tiba-tiba mendengar suara keras yang membuatnya begitu kaget. “Tong tong tong tong tong,” suara tiang listrik dipukul, tanda kerusuhan hari itu dimulai.
Tak lama gemuruh suara orang berlarian terdengar, dan Miya melihat semuanya. Mulai dari bapak-bapak hingga anak bocah berlari membawa benda mengerikan. Tombak, clurit, golok, batu bata, genteng, hingga ikat pinggang.
ADVERTISEMENT
Miya membatu, tidak bisa bergerak, tidak bisa berkata apa-apa. Temannya yang lain sudah menangis sejadi-jadinya. Tak lama sang mama berlari menuju Miya. Anak kesayangannya langsung ia peluk dan ia bawa ke rumah. Tak ada respons dari Miya. Tatapan matanya kosong, tak ada suara, tak ada tangisan. Miya membatu sampai akhirnya tertidur.
1 tahun berlalu, Miya tak lagi tinggal di Jakarta. Kini ia sudah masuk TK 0 besar. Banyak teman, banyak mainan, dan kali ini ia harus tidur siang.
Miya suka sekali bermain terkadang suka lupa waktu. Hari sudah lewat Maghrib dan Miya masih di teras depan rumah bermain masak-masakan kesukaannya.
“Tong tong tong tong tong” suara menyeramkan bagi Miya kembali terdengar dari kejauhan. Ingatan mengerikan itu muncul lagi. Miya kaget dan berlari masuk ke dalam rumah dan langsung memeluk erat sang mama.
ADVERTISEMENT
Kali ini Miya menangis sekuat-kuatnya.
Sambil memeluk anaknya, mama Miya berkata “Makanya kalo udah maghrib tuh masuk rumah!”