Kuliah Ramadan Klasika #1: Puasa dalam Lintas Peradaban Manusia

Konten Media Partner
24 Maret 2024 18:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peserta Kuliah Ramadan (Kurma) yang diadakan Klasika Lampung. | Foto: Bella Sardio/ Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Peserta Kuliah Ramadan (Kurma) yang diadakan Klasika Lampung. | Foto: Bella Sardio/ Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Kuliah Ramadan yang diadakan Klasika Lampung membahas tentang puasa dalam peradaban manusia dari zaman dahulu hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
Diketahui, Kelompok Studi Kader (Klasika) Lampung menggelar Kuliah Ramadan (Kurma) pada sesi pertama di Rumah Ideologi Klasika, pada Minggu (24/3).
Kuliah Ramadan sesi pertama ini mengangkat tema "Puasa dalam Lintas Peradaban Manusia", yang akan disampaikan Wahyu Iryana, Akademisi UIN Raden Intan Lampung.
Wahyu menjelaskan, tentang puasa di bulan Ramadan, tidak akan terlepas dari sejarah peradaban manusia. Menurutnya, puasa sejak ada pada zaman nabi Adam AS.
Wahyu Iryana, Akademisi UIN Raden Intan Lampung. | Foto: Bella Sardio/ Lampung Geh
"Tentang peradaban manusia, puasa sudah ada sebelum masa Nabi Muhammad SAW, atau sejak jaman Nabi Adam AS, namun dalam bentuk yang berbeda-beda," kata Wahyu.
Pasalnya, puasa saat ini menggunakan aturan-aturan waktu yang diberikan pada zaman Rasulullah SAW.
Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Raden Intan Lampung ini juga menegaskan, karena hal ini, puasa tidak hanya menahan lapar, namun konteksnya bisa luas.
ADVERTISEMENT
"Konteks puasa, sebagai bentuk penghambaan kepada Tuhan-nya, pada zaman Nabi Adam, puasa sebagai bentuk karena merasa bersalah telah melanggar perintah Allah SWT," kata Wahyu.
"Jadi puasanya itu, tobatnya Nabi Adam dan diajarkan langsung melalui Malaikat Jibril," sambungnya.
Kuliah Ramadan Klasika sesi 1. | Foto: Bella Sardio/ Lampung Geh
Tentang aturan wajib puasa, Wahyu juga mengingatkan, Islam adalah agama yang role of game atau aturan mainnya susah jelas. "Aturan wajibnya puasa juga sudah jelas," katanya.
Dalam pemaknaan puasa, lanjut Wahyu, dimensi ini sangat luas, baik sebagai bentuk ibadah, kesehatan, hingga menjadikan manusia bertakwa.
"Definisinya (bertakwa) ini menjauhkan segala larangan dan menjalankan perintah Allah SWT. Begitu pun impact-nya mendewasakan dalam berucap, bersikap, hingga toleran pada yang tidak berpuasa," kata Wahyu.
Terakhir, Wahyu mengungkapkan jika selain puasa sebagai bentuk ketakwaan, puasa juga bisa sebagai penyembuh.
ADVERTISEMENT
"Tujuan, menciptakan diri kita agar lebih sehat. Dianjurkan puasa, puasa juga merupakan penyembuh. Karena perintah puasa ada dalam Al Qur'an dan (Al Qur'an) merupakan wahyu yang tertinggi," tutupnya. (Ansa/Put)