Sisi Gelap Seorang Manusia: Manis dan Getirnya Schadenfreude

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
16 Juli 2021 7:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bahagia melihat selebriti cantik kaya raya tertangkap basah menggunakan narkoba? Senang mendengar anak tetangga gagal masuk PTN favorit? Mungkin Anda sedang merasakan schadenfreude! Yuk, simak ulasannya!
ADVERTISEMENT
Tahukah kamu bahwa ada bagian dari otak manusia yang ‘menyala dan berpendar’ saat dihargai dengan mengorbankan kebahagiaan orang lain? Fenomena ini ternyata berkaitan dengan schadenfreude.
Ilustrasi schadenfreude | Sumber: Publicdomainpictures
Apa itu schadenfreude?
Schadenfreude adalah sebuah istilah dari Bahasa Jerman, berasal dari dua kata Jerman, schaden dan freude, yang secara harfiah berarti bahaya/kerusakan dan kegembiraan.
Tidak ada satu definisi pasti yang disepakati oleh para ahli. Namun schadenfreude dapat diartikan sebagai perasaan sukacita yang dialami seseorang saat mengetahui orang lain ditimpa musibah, kemalangan, dan nasib buruk.
Terdengar sangat kejam dan jahat, namun ternyata kebanyakan orang pernah mengalami perasaan schadenfreude. Perasaan senang yang diperoleh dari kemalangan orang lain, faktanya adalah perasaan yang akrab bagi banyak orang, terutama di zaman media sosial seperti saat ini. Namun begitu, perasaan ini tentu tak patut dibanggakan.
ADVERTISEMENT
Dalam hal kecil saja misalnya, ketika teman Anda jatuh tersandung batu, meskipun kasihan, namun sebagian diri Anda tertawa melihat teman yang jatuh.
Mengapa schadenfreude bisa muncul?
Meskipun schadenfreude adalah fenomena psikologis universal, kenyataannya fenomena ini belum diteliti dengan baik sehingga cukup rumit untuk menjelaskan mengapa manusia merasakan schadenfreude. Namun setidaknya ada beberapa faktor utama yang memicu munculnya schadenfreude.
1. Rasa simpati
Misalnya, jika ada seseorang yang kita kenal namun tidak terlalu kita sukai, atau seseorang tersebut berasal dari kelompok berbeda, maka akan timbul simpati negatif yang berujung pada semacam persaingan. Hal ini berakibat pada timbulnya rasa senang saat seorang yang tidak kita sukai atau berasal dari kelompok berbeda tersebut mengalami nasib buruk.
ADVERTISEMENT
Contoh nyata fenomena di atas adalah kekalahan tim sepak bola Jerman dari Korea Selatan dengan skor 0-2 pada Piala Dunia tahun 2018. Kekalahan tersebut menjadi bahan candaan dari banyak warga negara dunia khususnya warga Eropa, yang ternyata banyak juga yang tidak terlalu menyukai Jerman.
2. Rasa keadilan
Katakanlah ada seseorang yang Anda kenal namun berperilaku sombong, sering berfoya-foya,dan sering bertindak tercela. Maka sebagian diri Anda mungkin akan bahagia jika melihat seseorang ini dihukum. Diri Anda meluapkan emosi moral dan mengharapkan rasa keadilan.
3. Rasa iri
Schadenfreude sering dikaitkan dengan rasa iri. Misalnya, Anda iri pada seseorang karena kekayaannya atau ketenarannya. Ketika musibah menimpa orang tersebut maka ada rasa bahagia yang jahat muncul dalam diri Anda.
ADVERTISEMENT
Schadenfreude dan dehumanisasi
Seperti yang dijelaskan di atas, schadenfreude adalah emosi yang kompleks. Para ahli psikologi seperti Shensheng Wang dan Scott Lilienfeld menyimpulkan bahwa schadenfreude termasuk dalam bentuk dehumanisasi atau tindakan yang menganggap atau memandang orang lain lebih rendah.
Pernyataan di atas terdengar sangat mengerikan, terlebih karena schadenfreude adalah emosi universal. Namun peneliti mengungkapkan bahwa dehumanisasi muncul lebih sering dari yang diperkirakan. Mereka mengungkapkan bahwa banyak orang yang berperilaku manusiawi pada orang-orang dalam kelompok yang sama, dan berperilaku berbeda dengan orang-orang dari kelompok yang berbeda.
Peneliti juga berhipotesis bahwa schadenfreude berkaitan dengan empati. Jika empati terhadap seseorang cukup besar, maka semakin kecil schadenfreude akan dirasakan. Namun hipotesis ini perlu diuji, karena alasan munculnya schadenfreude tiap individu berbeda-beda. (fas)
ADVERTISEMENT
Sumber: 1 dan 2