The Future Makers: Kalis Mardiasih & Pandangannya Tentang Perempuan dalam Islam

22 Maret 2021 15:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penulis dan aktivis perempuan, Kalis Mardiasih. Foto: dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Penulis dan aktivis perempuan, Kalis Mardiasih. Foto: dok. Istimewa
Sebagian dari Anda yang aktif di media sosial dan kerap memantau isu-isu perempuan tentu sudah akrab dengan nama Kalis Mardiasih. Penulis 29 tahun asal Yogyakarta ini menjadi salah satu perempuan muda yang dikenal berani menyuarakan isu-isu perempuan dan menentang hal yang dianggapnya tidak tepat.
Berbeda dengan aktivis atau penulis lain, Kalis Mardiasih memberikan sentuhan ajaran agama dalam menyuarakan isu-isu perempuan. Bahkan dalam bukunya, Muslimah yang Diperdebatkan (2019), Kalis berani membahas mengenai posisi perempuan yang selalu salah, tidak boleh bicara, dan posisi perempuan dalam Islam yang kerap diperdebatkan. Hal ini ia lakukan karena sebagai perempuan Muslim, Kalis meyakini bahwa Islam adalah agama keadilan yang mempromosikan kesetaraan untuk semua manusia.
“Saya melihat ada perubahan di media sosial. Ada banyak orang yang menafsiri ayat agama Islam, Al-Quran, hadits dengan cara-cara yang mendiskriminasi perempuan. Ada banyak pemaparan konten agama di situs, Instagram, atau Youtube yang membahas apakah perempuan boleh bekerja di ruang publik, lalu jawabannya tidak boleh karena perempuan itu adalah sumber fitnah, sumber ujian yang kehadirannya akan membangkitkan nafsu dan sebagainya,” ungkap Kalis Mardiasih kepada kumparanWOMAN beberapa waktu lalu.
Bagi Kalis, cara menyampaikan dakwah seperti itu bisa berdampak buruk dan membuat Islam jadi terkesan mendiskriminasi perempuan. “Bagi saya itu menyedihkan karena efeknya besar. Jadi, bukan Islamnya yang salah karena aku percaya Islam adalah agama keadilan, Islam adalah agama yang mempromosikan kesetaraan untuk semua manusia. Tetapi, kebanyakan interpretasi yang muncul justru membuat perempuan semakin terpinggirkan,” jelasnya.
Menurut Kalis, konten yang muncul seperti promosi pernikahan anak di media sosial beberapa waktu lalu menjadi contoh bahwa manusia kerap salah menginterpretasikan ajaran agama sehingga terkesan mendiskriminasi perempuan. Ia mengatakan bahwa konten pernikahan anak yang dibuat hanya menjelaskan Nabi Muhammad SAW mencintai umat yang besar sehingga kita harus segera menikah dan punya anak sebanyak-banyaknya untuk memperkuat agama. Tapi mereka tidak memikirkan bahwa umat yang besar itu juga harus berkualitas.
“Tetapi itu tidak pernah ditunjukkan di akun-akun Instagram dakwah yang mempromosikan pernikahan dini. Mereka hanya bilang kita harus segera menikah untuk menghindari fitnah dan hanya menggambarkan rumah tangga itu yang indah-indah saja. Sehingga saya perlu bicara. Saya ingin muncul sebagai suara alternatif, sehingga kalau teman-teman menemukan konten dakwah yang mendiskriminasi perempuan, mereka punya pilihan lain, ada juga akun yang bicara soal agama tapi tidak merendahkan perempuan,” jelasnya.
Kalis Mardiasih saat melakukan wawancara bersama kumparanWOMAN melalui Zoom beberapa waktu lalu. Foto: kumparan
Kepedulian Kalis ini mendorongnya untuk menghadirkan konten-konten yang membahas isu perempuan dengan sudut pandang agama yang tidak mendiskriminasi perempuan. Ia berani membahas topik-topik menarik tentang stigma perempuan di mata agama yang benar-benar dapat membuka mata bahwa semua manusia memiliki tugas yang sama di dunia, yaitu untuk bisa bermanfaat bagi orang lain dan hal ini tidak hanya dibatasi oleh gender.

Berani bersuara untuk bantu perempuan memperjuangkan hak

Sejak tulisannya yang bertajuk ‘Sebuah Curhat Untuk Girlband Hijab Syar’i’ dibagikan hingga 17 ribu kali di situs media, nama Kalis Mardiasih mulai banyak dikenal publik. Ia selalu membahas isu-isu perempuan dengan gaya menulis yang frontal dan berani namun selalu memiliki landasan pengetahuan. Sebagai perempuan muda yang memiliki platform dan jadi suara yang didengar, Kalis merasa punya tanggung jawab untuk menyuarakan sesuatu yang ia yakini benar.
“Saya tidak tahu sumber keberanian yang selama ini saya miliki itu datang dari mana. Tapi bersuara sesuai dengan nalar, kritis, dan pengetahuan itu penting dan perlu. Kalau saya tidak melakukan itu, saya pusing dan merasa zalim, sebab saya melihat banyak perempuan mendapat perlakuan tidak adil. Media misalnya, masih misoginis dan seksis dalam memberitakan janda. Padahal janda punya peran besar menghidupi keluarganya, tapi banyak yang memberitakan tentang janda dalam frame seksualitas. Mereka diceritakan sebagai perempuan yang kesepian, perempuan penggoda rumah tangga. Saya merasa menjadi perempuan yang zalim kalau tidak ikut bersuara tentang itu,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Kalis memanfaatkan platform media sosial yang ia miliki untuk menceritakan kisah perempuan dengan lebih adil. Lewat cerita yang ia tulis, Kalis berusaha membantu perempuan mendapatkan hak untuk mendapatkan hidup yang lebih berkualitas.
Penulis dan aktivis perempuan, Kalis Mardiasih. Foto: dok. Istimewa
Beruntungnya konten yang ia buat selama ini mendapatkan respon positif dari banyak pihak, terutama perempuan. Tak sedikit dari mereka yang berterima kasih pada Kalis Mardiasih karena sudah membantu menyuarakan isi hati mereka.
“Saya mendapatkan feedback dari banyak perempuan. Ada yang mengatakan, karena baca konten saya jadi punya pandangan baru, jadi hidup lebih lama, dan masih banyak lagi. Mereka mengatakan kalau sekarang mereka tidak sendirian, mereka merasa mendapat support system dari konten saya. Mungkin itu juga yang membuat saya terus termotivasi,” jelasnya.
Meski begitu, tak jarang Kalis juga mendapat ujaran kebencian karena berani menyuarakan pendapatnya. Ia pernah mendapat ancaman perkosaan hingga dihakimi karena penampilan atau status sosialnya.
“Dulu ada banyak ujaran kebencian dan kadang selalu berupa kekerasan seksual, misalnya ‘Dimana rumahnya betina ini, mau gue perkosa’. Itu dulu pernah saya dapatkan dan tentu komentar seperti itu pernah membuat saya lemas, tidak bisa berpikir, sakit. Tapi sekarang saya sudah melatih diri untuk memilah komentar-komentar itu. Mana orang-orang yang mau mengajak diskusi, dan mana yang hanya mau marah atau kasih ujaran kebencian, mana yang perlu diladeni dan mana yang tidak,” ungkapnya.

Ingin perempuan punya kebebasan berpikir dan berekspresi

Di era modern seperti sekarang ini, menurut Kalis masih ada banyak perempuan yang takut menyuarakan pendapatnya karena takut dihakimi.
Penulis dan aktivis perempuan, Kalis Mardiasih. Foto: dok. Istimewa
“Saat ini masih banyak perempuan yang takut dan berpikir apakah mereka boleh mengambil suatu profesi, meneruskan pendidikan, atau keluar rumah dengan bebas, hanya karena mereka perempuan. Tak sedikit perempuan yang takut senyum karena dia merasa bahwa senyumnya itu dosa, sumber fitnah, dan lain sebagainya. Itu menyedihkan sekali,” jelasnya.
Padahal menurut Kalis, sebagai perempuan kita harus berani berekspresi karena itu adalah modal kita untuk bisa lebih maju. Oleh karena itu, ia mendorong perempuan agar lebih berani menyuarakan isi pikirannya atau menunjukkan sikap-sikap politiknya. “Jadi yang saya mau tekankan pada teman-teman perempuan adalah kamu boleh bicara, kamu boleh senyum, kamu boleh berbahagia. Dan kamu tidak layak jadi korban kekerasan dari siapa pun,” tuturnya.
Untuk itu ia ingin menulis lebih banyak lagi. Menulis kisah-kisah perempuan biasa yang terpinggirkan. Ia ingin perempuan lebih menyadari bahwa mereka punya kesempatan yang sama dengan laki-laki.
“Sadari bahwa di hadapan Allah SWT kita adalah hamba. Tetapi di hadapan setiap manusia kita adalah setara. Sebagai manusia yang punya hak untuk mengembangkan diri, kita punya hak melihat nilai diri kita itu setara atau tidak dengan orang lain di luar sana. Jadi jangan biarkan ada orang yang menghambat mimpi-mimpimu. Jangan biarkan ada orang lain yang membungkam mulutmu untuk bersuara. Tubuhmu adalah hakmu, tidak ada orang yang berhak menyakiti tubuhmu dan tidak ada orang yang boleh menyakiti pikiranmu,” tutup Kalis.
---
Simak kisah inspiratif dari The Future Makers dan artikel menarik lainnya dalam rangkaian program Women's Week 2021.