Mengatasi Fenomena Bias Gender yang Masih Membayangi Dunia Bisnis

18 Mei 2021 15:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan bekerja. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan bekerja. Foto: Shutterstock
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dunia bisnis yang dulu bisa dibilang sebagai sektor eksklusif, kini terasa lebih fleksibel dengan segala perubahan akibat pesatnya perkembangan zaman. Tak hanya pola dan tren bisnis yang berubah, saat ini, siapa pun sudah bisa terjun dan mengelola bisnisnya sendiri, termasuk perempuan. Bahkan, sudah banyak perempuan yang menduduki posisi penting dalam sebuah bisnis besar.
Meski begitu, hingga kini fenomena bias gender masih sangat terasa, apalagi bagi perempuan. Tak hanya akibat budaya patriarki yang masih mengakar kuat dan seakan ikut membatasi gerak perempuan, kesenjangan gender juga menjadi masalahnya.
Dilansir laman Kemenpppa, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2020 menunjukkan masih adanya ketimpangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) antara perempuan yaitu 53,13 persen dan laki-laki mencapai 82,41 persen. Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, mengungkapkan bahwa masih rendahnya TPAK perempuan akhirnya juga ikut memengaruhi terjadinya kesenjangan upah hingga kesempatan untuk mendapatkan promosi.
“Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) pada Februari 2020, partisipasi gender dan ketimpangan upah masih sekitar 23 persen. Artinya perempuan mendapatkan upah 23 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki,” ungkapnya (18/11).
Bukan hanya itu, tak sedikit perempuan yang terjun ke dalam bisnis diremehkan hingga dipandang sebelah mata, apalagi bila perempuan bekerja di bidang yang selama ini cenderung diasosiasikan sebagai domain laki-laki. Misalnya, perempuan yang bekerja di bidang engineering, perkebunan, maupun para entrepreneur yang menjual produk otomotif hingga fashion laki-laki.
Hal inilah yang dikenal dengan fenomena bias gender, yang menimbulkan adanya kecenderungan atau preferensi terhadap salah satu gender dalam melakukan pekerjaan tertentu. Ini merupakan bias yang seringkali tidak disadari atau implisit, saat seseorang mengasosiasikan beberapa sikap dan stereotip terhadap sekelompok orang tertentu. Perilaku ini juga dapat memengaruhi bagaimana seseorang menjalin hubungan dengan orang lainnya.
Untuk mengatasi masalah bias gender yang masih banyak ditemukan di dunia bisnis dan usaha, kita tentu harus mengenal berbagai contoh bias gender yang seringkali tidak kita sadari.

Apa Saja Contoh Bias Gender?

Fenomena bias gender. Foto: Shutterstock
Dilansir leanin.org dalam kampanye ‘50 Ways to Fight Bias’, penelitian menunjukkan bahwa bias gender berkontribusi pada tindakan diabaikan, baik dalam pekerjaan maupun promosi, kepada pekerja perempuan. 3 dari 4 perempuan rata-rata pernah mengalami bias gender di tempat kerja dan mereka masih cenderung diam dan memilih untuk meninggalkan pekerjaannya.
Masih dari penelitian yang sama, terdapat enam kategori bias gender yang masih sering terjadi di masyarakat, entah disadari atau tidak. Di antaranya bias likeability atau bias mengenai apa yang lebih disukai, bias kinerja, bias karena menjadi ibu, bias atribusi, bias afinitas, dan interseksionalitas.

Bias likeability

Bias ini berasal dari ekspektasi yang mengakar kuat sejak dulu kala, bahwa laki-laki dianggap selalu bersikap tegas sehingga wajar untuk menjadi seorang pemimpin. Sebaliknya, perempuan dianggap lebih lembut dan tidak menonjol, sehingga ketika ada perempuan yang punya sifat tegas dan kuat cenderung kurang disukai.

Bias kinerja

Berasal dari asumsi bahwa kemampuan perempuan berada di bawah laki-laki, padahal hal tersebut keliru. Akibatnya perempuan cenderung diremehkan, dan sebaliknya kinerja laki-laki terlalu dilebih-lebihkan.

Menjadi ibu

Tanggung jawab sebagai seorang ibu yang harus dilakoni perempuan memicu asumsi keliru bahwa perempuan kurang bisa berkomitmen terhadap pekerjaan mereka, dan bahkan dianggap kurang kompeten dibandingkan laki-laki.

Bias atribusi

Masih terkait dengan bias kinerja, anggapan bahwa perempuan tidak se-kompeten laki-laki membuat perempuan cenderung diremehkan dan kurang mendapat penghargaan akan apa yang dicapai. Sebaliknya, perempuan juga lebih mungkin disalahkan bila terjadi masalah.

Bias afinitas

Orang-orang cenderung menyukai seseorang yang memiliki ketertarikan, penampilan, hingga latar belakang yang serupa dengan mereka, termasuk dalam hal gender. Lalu menghindari bahkan tidak menyukai orang-orang yang berbeda.

Interseksionalitas

Tidak hanya akibat gender, perempuan juga bisa mengalami bias akibat ras, orientasi seksual, status, disabilitas, dan aspek lain yang menyangkut identitas mereka.
Nah, setelah mengetahui apa saja yang termasuk ke dalam tindakan bias gender, tindakan selanjutnya yang harus dilakukan adalah menunjukkan bahwa perempuan memiliki kapasitas dan kualitas yang sama dengan laki-laki di dunia kerja.
Caranya dengan selalu percaya diri dan aktif menunjukkan kemampuan diri saat bekerja. Jangan ragu juga untuk memanfaatkan segala fasilitas pelatihan hard skill dan soft skill yang kini banyak disediakan di tempat kerja demi meningkatkan kompetensi.
Menempati posisi sebagai seorang atasan bagi perempuan juga bukan hal yang mudah. Selain harus menunjukkan kemampuan yang ekstra demi menangkal bias gender, kita juga harus responsif bila terjadi tindakan yang mengarah ke fenomena kesenjangan gender.
Salah satu hal yang bisa kita lakukan adalah tidak melabelkan posisi atau pekerjaan dengan gender tertentu, sehingga perempuan dan laki-laki dapat memiliki akses yang setara untuk mendapatkan pekerjaan, atau menduduki posisi pengambilan keputusan. Ciptakan suasana yang gender neutral, artinya lingkungan kerja yang memungkinkan perempuan atau laki-laki mendapatkan perlakuan yang sama, baik dalam pekerjaan hingga promosi.
Dan yang terakhir adalah mendukung adanya fleksibilitas serta work life balance dalam dunia kerja. Hal ini sangat penting, mengingat COVID-19 telah meningkatkan intensitas pekerjaan rumah tangga, kerja perawatan, dan pengasuhan tak berbayar bagi 19 persen perempuan, dibandingkan 11 persen laki-laki berdasarkan studi UN Women “Menilai Dampak COVID-19”. Dengan begitu, produktivitas kerja dapat terjaga dan akan membawa dampak baik bagi sebuah usaha.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan UN Women