Airbus: Industri Penerbangan Akan Butuh Waktu 5 Tahun untuk Pulih dari Pandemi

30 April 2020 14:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi pesawat Airbus Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi pesawat Airbus Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pandemi virus corona berhasil membuat industri penerbangan dan pariwisata goyah. Kepala Eksekutif Airbus, Guillaume Faury, bahkan memprediksi industri penerbangan akan membutuhkan waktu setidaknya lima tahun untuk dapat pulih ke kondisi normal.
ADVERTISEMENT
"Kita saat ini berada di tengah krisis terparah yang pernah dikenal oleh industri dirgantara," katanya Rabu lalu, seperti diberitakan Guardian.
Ia juga menambahkan bahwa penumpang membutuhkan waktu sekitar tiga sampai lima tahun lagi untuk terbang normal seperti sebelum masa pandemi.
Pandemi virus corona dinilai membuat industri penerbangan kacau balau. Penghasilan perusahaan penerbangan turun drastis, karena orang-orang memilih tinggal di rumah untuk alasan kesehatan dan keamanan.
Pesawat Airbus A330-300CEO Batik Air di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Maskapai penerbangan asal Inggris yang juga jadi langganan Airbus, British Airways saja mesti melakukan PHK pada ribuan karyawannya. Maskapai tersebut berencana memangkas 12 ribu karyawan untuk mengatasi penurunan permintaan terbang agar perusahaannya dapat tetap hidup.
Meski keputusan itu belum final, prospek penerbangan yang tak pasti menjadi alasan terbesar, terlebih karena pemerintah dianggap kurang mendukung industri ini.
ADVERTISEMENT
Dilansir Clickorlando, Airbus melaporkan kerugian sebesar 481 juta euro atau sekitar Rp 7,9 triliun pada kuartal pertama. Kondisi ini membuat ribuan pekerja terpaksa dirumahkan tanpa upah dan harus meminjam miliaran euro agar bisa selamat dari krisis akibat COVID-19.
Airbus Beluga XL Foto: Wikimedia Commons
Keuntungan inti Airbus menurun hingga 49 persen pada kuartal pertama dan pendapatannya merosot menjadi 10,6 miliar euro atau sekitar Rp 174 triliun. CEO Airbus mengatakan bahwa kondisi tersebut masih berada pada tahap awal.
Airbus sendiri telah menangguhkan dividennya, memangkas sepertiga kegiatan produksi dan ribuan staf di beberapa lokasi utama. Termasuk lebih dari 3 ribu karyawan di pabrik pembuatan sayap pesawat yang berada di Broughton, Wales Utara.
ADVERTISEMENT
Tiga bulan pertama tahun 2020, Airbus tak dapat mengirimkan lebih dari 60 pesawat pesanan pada langganannya karena pembatasan wilayah dan karantina.
Diperkirakan angka itu akan meningkat karena ada banyak maskapai melakukan penundaan pemesanan untuk meringankan beban keuangan. Airbus juga mengurangi dana untuk penelitian dan pengembangan.
Singapore Airlines Airbus A350 Foto: Edgar Su/Reuters
Pesaing Airbus, Boeing juga mengalami hal serupa. CEO Boeing mengatakan bahwa bisnis manufaktur pesawat akan butuh waktu bertahun-tahun agar dapat kembali normal.
Di luar itu, harga saham Airbus dan Boeing juga turut turun sekitar 60 persen pada tahun ini, karena maskapai penerbangan kesulitan mendapatkan talangan dana. Airbus juga tengah mempertimbangkan keputusan untuk melakukan restrukturisasi dan mengurangi jumlah karyawan.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, pandemi ini rupanya tak selalu memberi pilihan buruk. Krisis ini dijadikan juga sebagai peluang untuk mempercepat peralihan dari pesawat lama ke pesawat baru yang memiliki emisi karbon lebih rendah.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.