4 Masjid Tua Berusia Ratusan Tahun yang Paling Bersejarah di Kota Medan

27 April 2020 14:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid ini didominasi warna-warna lembut seperti biru muda, krem, kuning, dan hitam pada bagian kubah Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Masjid ini didominasi warna-warna lembut seperti biru muda, krem, kuning, dan hitam pada bagian kubah Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tak cuma sebagai tempat beribadah bagi umat Islam, kini masjid dikenal juga sebagai tempat wisata religi yang patut untuk disambangi ketika melancong.
ADVERTISEMENT
Biasanya, adat dan budaya yang berkembang di suatu daerah akan memberikan sentuhan tertentu bagi bangunan ikoniknya, termasuk masjid. Medan misalnya, kehadiran masjid di kota ini bukanlah barang baru.
Sejak masuk dan berkembangnya Islam ke Sumatera melalui Aceh, satu per satu masjid mulai berdiri. Ada yang bertahan hingga kini dan berusia ratusan tahun lamanya, ada pula yang dijadikan sebagai ikon wisata.
Dihimpun dari berbagai sumber, berikut kumparan rangkum empat masjid tua dan ikonik yang paling bersejarah di Kota Medan.

1. Masjid Raya Al-Mashun

Masjid Al Mashun dikenal pula sebagai Masjid Raya Medan Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Masjid ini didirikan pada 1906 oleh Sultan Deli IX atau yang dikenal pula sebagai Sultan Ma'moen Al Rasyid Perkasa Alam Syah. Masjid Raya Al Mashun selesai dibangun pada 1909, kemudian diresmikan pada 15 September 1909.
ADVERTISEMENT
Arsitektur Masjid Raya Al Mashun menggabungkan gaya Turki, Arab, Eropa, dan India. Masjid itu didesain oleh JA Tingdeman, seorang arsitek asal Belanda yang dipanggil secara langsung oleh sultan.
Menariknya, masjid ini dibangun dengan biaya dari kantong pribadi sang sultan. Penggunaan warna biru dan kuning yang digunakan pada bangunan masjid menjadi salah satu ciri budaya Melayu yang disematkan dalam Masjid Raya Al Mashun.

2. Masjid Al Osmani

Tempat wudhu di Masjid Raya Al Osmani. Foto: Ade Nurhaliza/kumparan
Masjid Raya Al-Osmani berdiri pada tahun 1854. Masjid ini dibangun oleh sultan ke-7 Kesultanan Deli, yakni Sultan Osman Perkasa Alam. Mulanya masjid tersebut berbahan kayu dengan ukuran 16x16 meter berbentuk rumah panggung.
Namun, kini setelah kurang lebih tujuh kali renovasi, Masjid Raya Al-Osmani memiliki luas hingga 2 hektare. Kapasitasnya mencapai 1.000 orang, dengan rincian 500 orang pada bagian depan dan 500 orang di bagian belakang.
ADVERTISEMENT
Meski sudah berusia lebih dari 100 tahun, Masjid Raya Al-Osmani baru dinobatkan sebagai salah satu cagar budaya Kota Medan pada tahun 2016. Menariknya, sebelum pandemi, masjid ini selalu menyajikan bubur pedas sebagai panganan berbuka setiap hari Kamis saat puasa.

3. Masjid Lama Gang Bengkok

Mesjid Tua Gang Bengkok Foto: Ade Nurhaliza/kumparan
Selain Masjid Raya Al-Osmani, Masjid Lama Gang Bengkok yang berlokasi di kawasan Kesawan juga punya warna kuning yang cerah dan berani. Masjid ini awalnya hanyalah sebuah surau atau langgar dengan bangunan sederhana.
Lalu pada 1.885 Masehi, surau tersebut dibangun menjadi sebuah masjid oleh seorang dermawan berkebangsaan China, Tjong A Fie. Setelah dibangun oleh Tjong A Fie, masjid tersebut diserahkan ke Sultan IX Deli, Makmun Al Rasyid Alamsyah Perkasa.
ADVERTISEMENT
Arsitektur masjid itu merupakan kombinasi dari beberapa kebudayaan, seperti China, Melayu, dan Persia. Atapnya dibuat menyerupai kelenteng. Lalu ada pula simbol lebah khas Melayu, serta simbol lingkaran awalan tanpa akhir khas Persia yang bisa kamu temukan di dekat plafon bagian dalam masjid.

4. Masjid Datuk Badiuzzaman Surbakti

Didirikan pada 1885, Masjid Datuk Badiuzzaman Surbakti kini sudah berusia sekitar 135 tahun. Sekilas, bangunannya tak nampak seperti masjid, tapi apabila kamu lihat lebih dekat, bangunan ini menggunakan warna kuning dan hijau yang khas adat Melayu.
Atapnya sendiri berbentuk limas, bukan kubah seperti yang biasa kamu temukan di masjid-masjid lainnya. Masjid ini menggunakan nama salah seorang pahlawan yang memimpin perlawanan terhadap Belanda, Datuk Badiuzzaman Surbakti, anak dari Raja Sunggal VII.
ADVERTISEMENT
Dulu, selain dijadikan sebagai tempat ibadah, masjid ini juga digunakan sebagai tempat musyawarah ketika menyusun rencana perang. Nah, yang unik lagi dari masjid tersebut adalah kabarnya pembangunannya dibuat menggunakan semen dan putih telur, sehingga merekat kuat dan tak mudah rusak. Wah, unik, ya.
Tertarik menyambangi keempat masjid ini saat wisata religi ke Medan usai pandemi?
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.