Pemerintah Wajib Beri Insentif Ojol yang Dilarang Angkut Penumpang saat PSBB

7 April 2020 13:55 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana saat Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bagikan 1000 nasi kotak untuk driver ojek online. Foto: Dok. Pemprov Jawa Tengah
zoom-in-whitePerbesar
Suasana saat Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bagikan 1000 nasi kotak untuk driver ojek online. Foto: Dok. Pemprov Jawa Tengah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Layanan transportasi ojek online atau ojol menjadi salah satu yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bila suatu daerah menerapkan status PSBB, maka ojol masih diperbolehkan untuk beroperasi. Namun, hanya untuk mengirim barang, bukan penumpang.
ADVERTISEMENT
Hal itu termuat dalam lampiran penjelasan Pasal 13 tentang peliburan tempat kerja dalam Peraturan Menteri Kesehatan mengenai PSBB untuk menangani virus corona. Berikut bunyinya:
"Layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang".
Peraturan PSBB untuk ojol ini menimbulkan polemik. Ojol akan terkena dampak ekonomi yang besar di situasi yang sulit, kala pandemi virus corona masih menghantui Indonesia.
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Rabu (11/3). Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, melihat akan ada dampak ekonomi yang besar bagi para pengemudi ojol ketika dilarang mengangkut penumpang. Mereka bisa kehilangan 60 persen pendapatan harian.
"Dampak ekonomi besar sekali sebagian besar ojol roda dua katakan lah ada 2,5 juta yang terkonsentrasi sebagian di Jabodetabek, yang mengajukan PSBB ini Jakarta. Kehilangan pendapatan bisa 60 persen, tidak hanya mengandalkan pengiriman barang, atau antar makanan, tetapi juga orang atau penumpang terutama di jam-jam sibuk," kata Bhima, saat dihubungi kumparan, Selasa (7/4).
ADVERTISEMENT
Senada dengan Bhima, Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan para pengemudi ojol akan sangat tertekan dengan adanya larangan ini. Bagi Piter, pengemudi ojol sudah mengalami penurunan penghasilan ketika ada imbauan phsycial distancing, akan memberatkan jika ada larangan angkut penumpang.
"Dampaknya sudah minimal, tanpa pelarangan itu sudah sedikit yang menggunakan ojol. Tambahan dampaknya itu, karena sudah turun tidak ada penumpang dengan dilarang penumpang ojol semakin kecil pendapatannya," jelasnya.
Tarif ojek online mengalami kenaikan mulai hari ini, Senin (2/9/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Satu hal yang menjadi kritik keras dari pelarangan angkut penumpang untuk ojol saat PSBB. Menurut Bhima, seharusnya pemerintah wajib memberikan insentif sebelum PSBB diberlakukan. Kemudian, harus ada pendataan yang jelas siapa yang berhak menerima insentif.
"Penurunan cukup drastis pemerintah yang menganjurkan PSBB ini, harus ada kompensasi atau insentif yang dilakukan sebelum penerapannya. Jakarta misalnya yang sudah menetapkan status PSBB, otomatis akan menimbulkan penurunan daya beli dan gejolak sosial," terang Bhima.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Bhima menyarankan pemberian insentif dilakukan pendataan dengan baik. Karena tidak semua pengemudi ojol di Jakarta, misalnya memiliki KTP Jakarta. Ada pengemudi daerah lain yang mencari penghasilan di Jakarta yang juga harus dipikirkan.
"Insentif disarankan bisa lebih cepat dalam Minggu ini untuk pekerja informal, khususnya Ojol dan tidak hanya yang ber-KTP Jakarta saja, tetapi juga yang mencari penghasilan di jakarta juga dipikirkan," ucapnya.

Besaran kompensasi?

Hingga saat ini pemerintah daerah yang menerapkan PSBB belum menentukan besaran kompensasi yang akan diberikan kepada ojol. Dalam Permenkes Nomor 9/2020 tidak dijelaskan berapa besaran kompensasi tersebut. Malahan, aturan itu menggantungkan nasib pengemudi ojol kepada pemerintah daerah yang mengajukan PSBB.
Sejumlah pihak meminta agar pemerintah memberikan insentif bagi driver ojol yang terdampak. Igun Wicaksono, selaku Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia, menjadi salah satu sosok yang menyuarakan permintaan tersebut.
Para pengemudi ojek online menunggu penumpang. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Ia mengatakan penghasilan ojol yang normalnya Rp 200 ribu per hari ini jadi hanya sampai setengahnya, belum lagi dipotong biaya operasional.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah memberikan kompensasi penghasilan kepada para pengemudi ojol, berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang besarannya 50 persen dari penghasilan normal kami, nilai besaran BLT yang kami harapkan yaitu Rp. 100.000 per hari," ujar Igun, ketika dihubungi kumparan, Senin (6/4).
Penurunan penghasilan memang dirasakan oleh pengemudi ojol, karena dampak pandemi virus corona. Banyak orang yang menerapkan physical distancing sehingga mengurangi perjalanan keluar rumah. Kemudian, tidak sedikit juga restoran atau warung makan yang tutup, sehingga mengurangi pendapatan ojol dari pesan antar makanan.
Pihak Grab dan Gojek, sebagai dua aplikator ojol sedang mengkaji peraturan PSBB ini. Mereka berupaya untuk mematuhi regulasi-regulasi yang dikeluarkan pemerintah untuk melindungi masyarakat dan mitra driver dari dampak COVID-19.
ADVERTISEMENT
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!