Cerita dari Ghana: 25 Tahun Pemberdayaan Perempuan Melalui Shea Butter

8 Maret 2019 10:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perempuan anggota Tungteiya Women's Shea Butter Association di Tamale, Ghana-Afrika Barat. Foto: Dok. Jessica Sarkodie for The Body Shop International
Matahari tepat berada di atas kepala, ketika penduduk desa Mbanayili, di Tamale, Ghana, Afrika Barat mulai berkumpul di alun-alun desa mereka. Sekitar pukul 12 siang tersebut, biasanya mereka sibuk bekerja di ladang atau melakukan kegiatan sehari hari di rumah. Tapi hari itu merupakan hari spesial, jadi mereka berhenti dari segala rutinitas selama beberapa jam.
ADVERTISEMENT
Tiga tenda berwarna biru putih sudah dipasang, dan kursi yang ditata di dalam tenda tersebut mulai dipenuhi penduduk desa. Anak-anak yang tidak kebagian kursi dan teduhnya tenda, duduk di tanah di bawah terik matahari, tidak sabar menunggu acara untuk segera dimulai. Mereka seakan tak peduli dengan suhu yang saat itu mencapai 37 derajat Celcius. Debu tebal berterbangan dari tanah yang berwarna coklat kemerahan.
Tak lama setelah pertunjukkan tari khusus untuk menyambut tamu, seorang perempuan mengenakan baju warna biru dengan motif khas kain Afrika maju ke depan. Namanya Afishetu Yakubu. Sambil tersenyum malu, dan diiringi tepuk tangan penduduk desa, ia maju ke tengah lapangan. Afishetu mengambil mikrofon dan mulai berbicara dalam bahasa Inggris, menyampaikan betapa ia dan seluruh desa senang menyambut kedatangan kami, jurnalis dan media sosial influencer dari berbagai belahan dunia ke desa mereka.
ADVERTISEMENT
Afishetu berusia 48 tahun, dan merupakan anggota sebuah organisasi perempuan pembuat shea butter di Ghana yang bernama Tungteiya Womens' Association. Bersama sekitar 640 perempuan lainnya, sehari-hari ia bekerja mengolah biji shea menjadi shea butter yang dijadikan sebagai bahan baku bagi banyak produk kecantikan. Pembeli utama mereka adalah The Body Shop, perusahaan kecantikan global asal Inggris.
Afishetu Yakubu, pembuat Shea Butter anggota Tungteiya Women's Association di Tamale, Ghana. Foto: Dok. Jessica Sarkodie for The Body Shop International
Januari lalu, kumparan bersama puluhan jurnalis dan media sosial influencer dari berbagai negara di dunia datang untuk melihat langsung proses pembuatan shea butter dan melihat bagaimana kerjasama antara The Body Shop dan Tungteiya Womens' Association telah memberdayakan hidup para perempuan Tungteiya dan hampir 50.000 orang di Ghana.
Shea Butter yang Mengubah Hidup
Anita Roddick, pendiri The Body Shop saat bertemu perempuan pembuat Shea Butter di Ghana, Afrika Barat. Foto: Dok. The Body Shop International
Pada 1992, Anita Roddick pendiri The Body Shop, melakukan perjalanan ke Ghana untuk membuat film dokumenter tentang perempuan dan entrepreneurship. Dalam perjalanan tersebut, ia berkesempatan melihat proses pembuatan shea butter secara tradisional oleh perempuan di Tamale.
ADVERTISEMENT
Anita jatuh cinta, dan langsung ingin menjadikan shea butter buatan perempuan Tamale sebagai bahan untuk produk kecantikan The Body Shop.
Tahun 1994, The Body Shop memesan 5 ton shea butter dari Tamale. Itu menjadi awal kerjasama yang panjang antara The Body Shop dengan perempuan pembuat shea butter di Tamale, di bawah asosiasi Tungteiya Womens' Association yang dipimpin tokoh perempuan yang disegani di Tamale, Madam Fati Paul. Shea butter pun mulai menjadi produk kecantikan favorit di The Body Shop. Khasiatnya yang melembapkan kulit menjadi pilihan banyak perempuan.
Anita Roddick yang dikenal dengan kecintaannya terhadap aktivisme dan kepedulian tinggi terhadap permasalahan sosial ingin memastikan bahwa perempuan yang membuat shea butter mendapat hasil yang adil dalam bisnis yang mereka lakukan. Ia pun meluncurkan komitmen community trade yang dulu mereka sebut dengan istilah Trade Not Aid, untuk menegaskan bahwa yang mereka lakukan adalah sebuah bisnis yang setara bukan bantuan.
ADVERTISEMENT
Dengan sistem community trade, perusahaan memastikan bahwa harga yang mereka bayarkan terhadap perempuan penghasil shea butter adalah harga yang adil untuk semua pihak, terutama para perempuan pengolah. Setiap kilo shea butter yang dibuat perempuan anggota asosiasi yang berjumlah 640 orang dan tersebar di 11 desa sudah pasti akan dibeli oleh The Body Shop.
Perempuan pembuat Shea Butter di Desa Mbanayili, Tamale, Ghana. Foto: Dok. Jessica Sarkodie for The Body Shop International
Francesca Brkic, International Sourcing Manager The Body Shop adalah orang kunci yang menentukan kelangsungan bisnis perusahaan dan asosiasi. Dua kali dalam setahun Francesca datang ke Tamale untuk bertemu dengan para perempuan ini. “Saya bekerja langsung dengan komunitas ini, kami memecahkan permasalahan bersama-sama, mendukung inisiatif yang ingin mereka lakukan, dan saya membeli langsung shea butter dari mereka, sekaligus menjalin hubungan untuk jangka panjang,” cerita Francesca ketika menemani kunjungan kami ke Mbanayili.
ADVERTISEMENT
“Sejak 25 tahun terakhir ini, kami telah membeli shea butter dari mereka dan jumlah pesanan kami terus meningkat. Program community trade ini memungkinkan kami untuk bekerja langsung dengan komunitas, langsung dengan perempuan di belakang produk ini,” tambahnya.
Membeli langsung kepada para perempuan pembuat shea butter adalah prinsip utama dalam community trade yang dijalankan The Body Shop karena akan mengeliminasi middle man yang biasanya membuat para produsen tidak mendapatkan harga yang seharusnya mereka dapatkan.
The Body Shop menghitung harga beli mereka langsung bersama para perempuan perwakilan di asosiasi. “Bersama dengan Tungteiya, The Body Shop menegosiasikan fair price atau harga yang adil. Kami memastikan bahwa harga yang kami bayar tersebut bisa menutupi semua biaya pembuatan, bisa memberi mereka pendapatan, mendapat keuntungan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka, dan menyimpan uang. Jadi harga beli kami putuskan bersama dengan Tungteiya Women’s Association,” jelas Francesca
ADVERTISEMENT
Tetapi selain itu, The Body Shop juga membayar harga tambahan kepada asosiasi yang mereka sebut dengan Premium Fund atau dana premium. Ini adalah harga ekstra yang mereka bayar di atas harga beli yang sudah disepakati. Premium fund ini memungkinkan asosiasi untuk menggunakan uang tersebut untuk membangun komunitas mereka. Dibantu oleh sebuah organisasi nirlaba, NOGCAF (Northern of Ghana Community Action Fund), asosiasi mengatur dana premium untuk digunakan bagi kepentingan komunitas mereka.
Thomas Pang Kofi, adalah Koordinator Tungteiya Women’s Association yang bekerja untuk memastikan dana premium dipergunakan untuk segala kebutuhan anggota asosiasi dan komunitas desa mereka. Bersama perempuan anggota asoasiasi seperti Afishetu mereka akan memutuskan apa yang ingin dilakukan dengan dana premium tersebut. Apakah untuk sekolah, untuk klinik kesehatan, atau pusat nutrisi. “Setiap tahun para perwakilan desa dalam asosiasi Tungteiya duduk bersama untuk menentukan prioritas mereka dan kemudian diputuskan bersama NOGCAF untuk kemudian dieksekusi,” jelas Thomas.
Sekolah menengah di Desa Mbanayili, Tamale, Ghana yang dibangun dari dana premium dari The Body Shop untuk Tungteiya Women's Association. Foto: Dok. Jessica Sarkodie for The Body Shop International
Pusat kesehatan yang didirikan dari dana premium yang dibayar The Body Shop terhadap asosiasi perempuan pembuat shea butter di Desa Mbanayili, Tamale, Ghana. Foto: Fitria Sofyani/kumparan
“Dulu ada beberapa klinik kesehatan yang kecil di beberapa desa. Lalu mereka memutuskan ingin menyatukan semua klinik tersebut hingga dapat menjadi pusat kesehatan yang lebih besar. Dan sekarang hal itu telah terwujud. Pusat kesehatan yang dibangun tersebut bahkan bisa membantu proses melahirkan dan untuk proses berobat yang lain,” tambahnya lagi.
ADVERTISEMENT
Dulu sebelum kerjasama ini terbentuk, Desa Mbanayili dan desa-desa lainnya jauh sekali dari akses fasilitas publik seperti ini. Anak-anak jarang yang bersekolah karena jarak yang jauh, dan malnutrisi menjadi masalah yang biasa mereka hadapi.
Shea adalah emas bagi perempuan Afrika
Tahun 2018 ini, Ghana berada pada posisi ke-89 dari 149 negara dalam data kesenjangan gender World Economic Forum’s Global Gender Gap Index, tidak berbeda jauh ternyata dari Indonesia yang berada di rangking 85.
Dengan indeks kesenjangan gender yang masih cukup tinggi, perempuan di Ghana hidup dalam kultur patriarki yang cukup kental. “Di sini posisi perempuan hanya untuk dilihat saja. Ketika perempuan ada di ruang publik, mereka hanya mendengar, tidak bisa bicara dan tidak memiliki tempat untuk bersuara. Kehidupan mereka berotasi seputar suami dan keluarga mereka,” cerita Madam Fati Paul.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut juga berlaku bagi perempuan Tungteiya, walaupun telah banyak hal yang berubah sejak 25 tahun terakhir.
Perempuan pembuat Shea Butter di Desa Mbanayili, Tamale, Ghana. Foto: Dok. Jessica Sarkodie for The Body Shop International
Pada hari kedua kunjungan, ketika kami berkumpul dengan perempuan Tungteiya, Afishetu datang terlambat. “Pagi ini saya harus datang ke rumah kakak ipar saya. Dia ada acara di rumahnya, jadi saya harus ke sana untuk membantu memasak dan lain-lain,” Afishetu menjelaskan mengapa ia terlambat.
Ini adalah potret keseharian perempuan Tungteiya. Mereka akan bekerja untuk membuat shea butter setelah semua kewajiban mereka terhadap suami dan keluarga selesai. Jika mereka harus membantu suami di ladang, maka mereka akan membuat shea butter setelah semua kewajiban itu selesai.
“Tidak mudah juga bagi mereka untuk menghadiri acara seperti ini,” jelas Madam Fati. “Mereka harus minta ijin suami terlebih dahulu dan memastikan segala urusan untuk keluarga dan suami mereka sudah terpenuhi.”
Perempuan pembuat shea butter di komunitas Tungteiya Women's Association, Tamale, Ghana. Foto: Dok. Jessica Sarkodie for The Body Shop International
Pendapatan para perempuan Tungteiya dari membuat shea butter tentu saja membantu mereka dalam bernegosiasi dengan suami mereka. Banyak dari mereka yang kemudian menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga mereka sehingga akhirnya lebih dihargai oleh suami dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pusat pengolahan shea butter yang didirikan dari hasil koperasi dan dana premium yang dibayar The Body Shop menjadi semacam sanctuary atau safe house bagi perempuan Tungteiya. Berada di desa Mbanayili, pusat pengolahan shea butter berbentuk halaman persegi yang dibagi jadi tiga bagian. Dua bagian gedung tertutup adalah gudang tempat penyimpanan shea butter yang sudah dikerjakan dan siap dikirim ke The Body Shop. Sementara satu lagi bagian terbuka, adalah tempat menggiling dan memanggang kacang shea. Satu pohon besar meneduhi kompleks kerja yang kecil dan sederhana tersebut.
Proses pembuatan Shea Butter di pusat pengolahan Tungteiya Women's Association di Tamale, Ghana. Foto: Fitria Sofyani/kumparan
Di sinilah biasanya para anggota komunitas perempuan bekerja sehari-hari membuat shea butter mereka. Sambil duduk di tanah dan mengaduk shea butter, mereka saling bersenda gurau. “Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk saling bergosip tentang suami mereka,” ujar Madam Fati yang disambut derai tawa para perempuan.
ADVERTISEMENT
Para anggota komunitas tidak harus selalu datang ke pusat komunitas untuk menngerjakan shea butter. Mereka dapat melakukannya di rumah dan membawanya ke pusat untuk disimpan. Namun pusat komunitas dalam berbagai cara membuat proses ini lebih baik. Jika bekerja di komunitas, perempuan dapat saling membantu (proses membuat shea butter adalah proses yang sangat berat dan membutuhkan tenaga fisik yang kuat), mereka juga dapat saling berbagi tips dan saling bercerita tentang permasalahan yang dihadapi.
Setiap perempuan membuat shea butter sendiri-sendiri, biasanya mereka menghasilkan 2 kg shea butter dalam satu batch. Setelah selesai, mereka akan mencatat produksi mereka dan menyimpannya di koperasi. Ketika datang masa pembelian dari The Body Shop setiap perempuan akan menerima pembayaran dari pengurus asosiasi sesuai jumlah yang sudah mereka buat.
Proses pembuatan Shea Butter di pusat pengolahan Tungteiya Women's Association di Tamale, Ghana. Foto: Fitria Sofyani/kumparan
Bagi Madam Fati yang telah membimbing perempuan Tungteiya selama puluhan tahun, pusat komunitas juga membuat para anggota komunitas lebih cerdas. “Jika mereka bekerja di rumah, mereka hanya akan berinteraksi dengan anak-anak mereka. Namun jika mereka keluar, mereka akan berinteraksi dengan perempuan lain. Pengetahuan dan keahlian mereka bisa bertambah.”
ADVERTISEMENT
Madam Fati mendirikan asosiasi Tungteiya pada awal 90-an dan menjadi champion bagi para perempuan ini. Ia gigih untuk mendorong mereka untuk jadi lebih berdaya dan mengorgainisir berbagai kegiatan untuk membuat mereka lebih maju. “ Ketika saya bergabung dengan Tungteiya, Madam Fati memaksa saya untuk belajar bahasa Inggris dan agar berani bicara,” cerita Afishetu. Sekarang Afishetu adalah satu dari sedikit perempuan Tungteiya yang bisa berinteraksi dengan orang luar dan selalu menjadi juru bicara bagi teman-temannya.
Para perempuan Tungteiya tidak hanya mendapat bisnis yang pasti, namun mereka juga diajarkan cara mengatur keuangan, cara memilih biji shea yang berkualitas dan trik bagaimana memproses shea agar memberi hasil yang lebih baik.
Tungteiya = Meraih Lebih Luas
Perempuan anggota Tungteiya Women's Shea Butter Association di Tamale, Ghana-Afrika Barat. Foto: Dok. Jessica Sarkodie for The Body Shop International
"Tungteiya artinya adalah meraih lebih luas," ujar Madam Afishetu sambil menggambarkan sebuah lingkaran yang makin lama makin lebar di tanah tempat kami duduk sambil berbincang. Pemilihan nama untuk komunitas perempuan pembuat shea butter ini tidak dilakukan asal-asalan. Nama tersebut memiliki filosofi yang besar bagi mereka, sesuai dengan tujuan mereka, untuk memberi dampak yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Di tahun 1994 ketika Anita Roddick dan The Body Shop mulai membeli Shea Butter dari Tungteiya, jumlah anggota mereka hanya 50 perempuan. Pada 2019 ini, 25 tahun sejak kerjasama ini dimulai, ada total 640 perempuan yang bekerja menyuplai sekitar 450 ton shea butter bagi The Body Shop per tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan 640 orang ini, ada sekitar 11.000 orang yang bekerja mencari buah shea yang kemudian mereka jual dengan harga yang sepadan. Setiap orang setidaknya dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka dan anak-anak mereka. Belum lagi pekerja lain yang terlibat dalam proses suplai shea butter ini.
“Jika kami kalkulasikan, setidaknya ada 49.000 orang dan 22 desa yang merasakan perubahan karena bisnis yang dilakukan para perempuan di komunitas ini,” ungkap Francesca Brkic.
ADVERTISEMENT
Dalam kerjasama yang telah berlangsung selama 25 tahun ini, Asosiasi Tungteiya telah membangun 7 sekolah yang menampung 1200 murid, 4 pusat nutrisi, 1 klinik, dan 6 fasilitas air bersih.
Madam Afishetu sangat bangga menceritakan bagaimana inisiatif mereka bisa berdampak bagi banyak orang. “Sekarang para perempuan bisa melahirkan di klinik ini. Dulu kami harus pergi ke kota jika ada masalah, akibatnya banyak perempuan yang meninggal dan kadang harus kehilangan anak mereka.”
Tidak hanya perubahan bagi komunitas, namun yang lebih penting adalah perubahan dari para perempuan pembuat shea butter ini. “Dibanding dua dekade lalu, ada perubahan yang terus terjadi, walau lambat.” ujar Madam Fati. “Mereka kini memiliki senjata. Mereka memiliki keahlian, penghasilan, dan mereka membela diri mereka sendiri. Sekarang mereka memiliki posisi terhormat dalam komunitas, dan dihormati oleh para suami mereka.”
Chairperson of NOGCAF, Madam Fati Paul (kiri) & Coordinator of Tungteiya Womens' Association, Thomas Pang Kofi (kanan). Foto: Dok. Jessica Sarkodie for The Body Shop International
Dengan kerja fisik yang sangat keras, kini jutaan perempuan di dunia dapat menikmati produk shea butter buatan Afishetu dan rekan-rekannya. Bagi mereka, setiap shea butter yang mereka proses dengan tangan mereka dan menjadi produk kecantikan yang kemudian dijual di lebih dari 3000 toko The Body Shop di seluruh dunia bermakna kelanjutan sekolah bagi anak-anak mereka, mengalirnya air bersih ke desa mereka, satu lagi ibu yang selamat saat melahirkan atau satu lagi anak yang tidak harus meninggal karena malnutrisi.
ADVERTISEMENT
Memiliki penghasilan yang tetap dari shea butter juga bermakna hidup yang lebih berharga bagi diri mereka sendiri sebagai perempuan. “Sistem community trade dan harga adil yang kami bayarkan kepada para perempuan Tungteiya memberi mereka pendapatan yang lebih tinggi, membuat mereka menjadi pencari nafkah utama bagi keluarga mereka, memberi mereka suara, memungkinkan mereka menyekolahkan anak-anak mereka dan memiliki kualitas hidup yang tidak mungkin mereka miliki sebelumnya,” ungkap Francesca
Tidak salah jika di Afrika, pohon shea disebut juga tree of life atau pohon kehidupan. Pohonnya yang tinggi dan rimbun menjadi tempat berteduh dari matahari Afrika yang ganas. Buahnya bisa diolah menjadi makanan (biasanya dibuat untuk bubur), diolah untuk minyak (perempuan Afrika bisa memijit bayi mereka dengan minyak dari buah shea), dan menjadi sumber pendapatan yang membebaskan bagi banyak perempuan Afrika.
ADVERTISEMENT
Ketika kami melakukan upacara perpisahan kepada perempuan Tungteiya, mereka menari dan menyanyikan sebuah lagu indah. “Lagu ini adalah tentang cahaya. Maknanya, ketika mereka melihat Anda, mereka melihat cahaya baru dalam kehidupan mereka,” tutup Madam Fati Paul.