Kisah Francis Ngannou: Mengais Makan di Tong Sampah dan Dipenjara di Spanyol

30 Maret 2021 17:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Francis Ngannou. Foto: Jeff Bottari/Zuffa LLC via Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Francis Ngannou. Foto: Jeff Bottari/Zuffa LLC via Getty Images
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Francis Ngannou boleh di bilang berada di puncak kariernya usai mengalahkan Stipe Miocic di UFC 260, Minggu (28/3), dan menyabet gelar juara dunia kelas berat UFC.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, hidup tak selamanya berjalan mulus bagi dirinya. Ngannou terlahir dalam kemiskinan di kota Batie, Kamerun, sebuah daerah yang terkenal dengan kekerasan.
Ngannou muda hampir tidak memiliki pendidikan formal. Bahkan ia diajak untuk bergabung ke dalam sebuah geng saat masih remaja. Namun, ia menolak iming-iming uang yang akan datang setelahnya.
Dia memiliki motivasi lain. Mungkin dipengaruhi oleh ayahnya yang memiliki reputasi sebagai petarung jalanan, Ngannou menyadari bahwa kekerasan bukanlah jalan untuk mendapatkan rasa hormat.
"Aku tidak menemukan kesenangan saat membicarakan (masa kecilku)," ungkap Ngannou kepada ESPN dikutip dari RT.
"Itu tidak bahagia. Menyedihkan. Aku selalu kagum ketika aku duduk dan melihat orang, teman atau orang lain, berbicara tentang masa kecil mereka," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Setelah memutuskan pergi meninggalkan kampung halaman untuk mengejar mimpinya, Ngannou bermigrasi ke utara menuju Maroko. Ini adalah langkah pertamanya.
Kehidupan yang kemudian ia jalani adalah makan dari tempat sampah, dipenjara selama dua bulan di Spanyol, dan menghabiskan malam yang tak terhitung banyaknya untuk tidur di jalanan Paris.
"Perjalananku dari Kamerun ke Maroko sekitar satu tahun. Satu tahun dalam situasi ilegal, hidup di semak-semak, mencari makan di tempat sampah, menjalani kehidupan yang mengerikan," cerita Ngannou.
Segalanya tak kunjung membaik. Tujuan akhir Ngannou adalah Eropa dan ia memilih Spanyol sebagai gerbangnya. Apes, ia justru jadi perhatian petugas imigrasi dan kemudian di penjara.
"Itu lebih membuat stress daripada menakutkan. Ketika kami sampai di Spanyol, untuk pertama kalinya, kami agak santai meskipun kami di penjara. Kami tahu akan masuk penjara ketika sampai di sana. Kami akan bebas setelah itu," ucap Ngannou.
ADVERTISEMENT
"Ada banyak tekanan dalam pikiran kami. Itu seperti penjara mental, bukan penjara fisik. Itu sangat sulit," lanjutnya.
Ngannou akhirnya mendarat di tujuan pilihannya di Paris, ibu kota negara yang memiliki bahasa ibu yang sama dengan negara asalnya, Kamerun.
Di Paris, sekitar satu dekade setelah dia pertama kali berjanji pada dirinya sendiri untuk mengejar olahraga tempur, Ngannou menginjakan kakinya ke gym untuk pertama kali dalam hidupnya.
"Butuh waktu hampir 10 tahun bagiku untuk masuk ke gym untuk pertama kalinya, tapi aku selalu yakin itu akan terjadi," katanya.
Francis Ngannou saat melawan Stipe Miocic dalam pertarungan kejuaraan kelas berat UFC mereka selama acara UFC 260 di UFC APEX, di Las Vegas, Nevada, Sabtu (27/3). Foto: Jeff Bottari/Zuffa LLC via Getty Images
Sisanya, terukir baik dalam sejarah. Usai memenangkan lima dari enam duel pertamanya antara akhir 2013 sampai Mei 2015, Ngannou kemudian bergabung dengan UFC.
Debutnya di UFC terjadi pada 20 Desember 2015 silam. Ia menang KO atas Luis Henrique. Ngannou kemudian mengoleksi lima kemenangan lagi, empat di antaranya dibungkus dengan KO.
ADVERTISEMENT
Sebab itu Ngannou mendapat julukan 'The Predator'. Usai menelan dua kekalahan beruntun atas Miocic dan Derrick Lewis, performanya terus menanjak. Sampai akhirnya kini menjadi juara kelas berat.
****