Jurnal: Dari Birmingham, kumparan Meliput Langsung All England

16 Maret 2018 14:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Arena Birmingham (Foto: Bergas Agung/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Arena Birmingham (Foto: Bergas Agung/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat keluar dari Birmingham International Airport, suhu di gawai saya menunjukkan angka 2 derajat celsius. Angin kencang ditambah udara dingin membuat saya —manusia dari negara tropis bersuhu sekitar 30 derajat celsius— kedinginan bukan main.
ADVERTISEMENT
Namun, itu tentu saja tak membuat saya malas-malasan. Meski badan menjadi ngilu bukan main, saya tetap bergegas. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi dan itu berarti, dua jam setengah lagi babak pertama All England 2018 akan dimulai.
Saya kemudian melanjutkan perjalanan; naik kereta ke pusat Birmingham, berjalan kaki ke penginapan, dan kemudian menuju Birmingham Arena.
Ya, saya mewakili kumparan terbang jauh-jauh dari Jakarta ke Birmingham bukan tanpa alasan. Perjalanan 19 jam saya tempuh demi meliput turnamen bulu tangkis tertua di dunia ini. Jarak belasan ribu kilometer kami tempuh demi turnamen prestisius ini.
Tahun lalu, Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo berhasil menjadi kampiun di All England. Selanjutnya, sejarah tercipta. Mereka tak hanya membuat Indonesia kembali punya wakil di peringkat satu dunia pada nomor ganda putra, tapi mereka juga membuat catatan mentereng lainnya.
ADVERTISEMENT
Arena Birmingham (Foto: Bergas Agung/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Arena Birmingham (Foto: Bergas Agung/kumparan)
Marcus/Kevin kemudian jadi ganda putra paling sukses sepanjang 2017. Mereka memenangi beragam gelar juara, dari All England sampai Dubai Super Series Final. Bagi kami, melihat kiprah Marcus/Kevin mempertahankan gelar juara adalah salah satu hal yang tak boleh dilewatkan.
Oleh karena itu, usai menjadi saksi dari dikontraknya Egy Maulana Vikri oleh Lechia Gdansk, kami ingin hadir ketika Marcus/Kevin beserta atlet-atlet bulu tangkis Indonesia lainnya berjibaku di atas lapangan.
Birmingham Arena terbilang megah, kendati ketika pertandingan sudah berlangsung, lorong-lorongnya menjadi lengang. Ada kesepian yang memekakkan pikiran melihat lorong-lorong lengang tersebut.
Arena Birmingham, Bergas Agung (Foto: Bergas Agung/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Arena Birmingham, Bergas Agung (Foto: Bergas Agung/kumparan)
Di dalam, suasana relatif riuh. Namun, saya tidak mau membandingkannya dengan pertandingan-pertandingan bulu tangkis di Indonesia. Beberapa kali saya menyaksikan turnamen di Indonesia, suara suporter di tribune nyaris selalu pecah.
ADVERTISEMENT
Keriuhan suporter memang bukan satu-satunya tolok ukur dari prestisiusnya satu turnamen atau tidak. Namun, mendengar komentar atlet-atlet bulu tangkis non-Indonesia yang pernah bertanding di Tanah Air, saya merasa bahwa keriuhan suporter bulu tangkis Indonesia layak diberi tepuk tangan.
Dan di sinilah saya, berada di pinggir lapangan yang berderet. Sesekali saya mengabadikan gambar, di lain waktu berlari ke mixed-zone untuk mewawancarai atlet Indonesia yang baru selesai bertanding. Kalah atau menang, mereka masih mau menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan tenang.
Arena Birmingham (Foto: Bergas Agung/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Arena Birmingham (Foto: Bergas Agung/kumparan)
Pada hari kedua perhelatan, Kamis (15/3/2018), saya juga sempat mewawancarai Marcus/Kevin. Kala itu, mereka baru saja mengandaskan perlawanan wakil Malaysia, Ong Yew Sin/Teo Ee Yi, lewat tiga gim.
Namun, yang banyak mereka sorot bukanlah kualitas sang lawan yang cukup menyusahkan, melainkan peraturan anyar mengenai servis. Marcus sendiri sempat protes kepada wasit ketika ia dikenakan service fault.
ADVERTISEMENT
Sang pengadil bersikukuh pada keputusannya dan Marcus pun mau tak mau harus menerima. Beruntung Marcus bisa kembali fokus bertanding dan memenangi laga.
"Mungkin dia (wasit) melihatnya salah, mungkin tangan agak naik dikira fault. Pasti ganggu, ya, apalagi kami kan udah dari bawah banget (servisnya), nggak mungkin segini (tinggi)," kata Marcus.
Arena Birmingham (Foto: Bergas Agung/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Arena Birmingham (Foto: Bergas Agung/kumparan)
Saya juga sempat mewawancarai Jonatan Christie yang mengaku pernah nervous pada pertandingan-pertandingan tertentu. Mendengar itu, saya jadi teringat Andrea Pirlo yang bahkan sempat-sempatnya bersantai main playstation menjelang final Piala Dunia 2006. Ah, rupanya beda atlet, beda pula menyikapi pertandingan di hadapan mereka.
Hari ini, Jumat (16/3), All England 2018 memasuki babak perempat final. Sudah saatnya saya melangkahkan kaki keluar dari hotel, berjalan ke Birmingham Arena, dan menyambut cuaca dingin ini.
ADVERTISEMENT
====
*Anda bisa mengikuti peliputan All England 2018 di topik "All England".