WHO: 99% Populasi Manusia Hirup Udara Kotor

8 April 2022 9:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Monumen Nasional (Monas) yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Senin (29/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Monumen Nasional (Monas) yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Senin (29/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 99 persen atau hampir seluruh populasi manusia di dunia bernapas dengan udara berkualitas lebih buruk dari standar WHO.
ADVERTISEMENT
Data dikumpulkan dari monitoring kualitas udara di 6.000 kota dari 117 negara. Hasilnya menunjukkan bahwa penduduk di negara berpenghasilan miskin dan menengah adalah kelompok yang paling merasakan dampaknya.
Temuan ini diangkat oleh WHO untuk menyorot urgensi kepada negara-negara untuk membatasi penggunaan bahan bakar fosil dan mengambil langkah lain untuk menekan polusi udara.
Partikel yang diukur antara lain nitrogen dioksida (NO2), partikel umum polutan kota, serta partikel dengan diameter sama atau lebih kecil dari 10 μm (PM10) atau 2,5 μm (PM2.5). Kedua macam partikel ini identic dengan aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil.
Database terbaru ini menyajikan data yang lebih luas. Dengan 2.000 kota dan permukiman baru yang masuk database, serta memonitor PM10 dan PM2.5, database ini melaporkan data enam kali lipat sejak pertama kali dilaporkan pada 2011 silam.
ADVERTISEMENT
Selain itu, semakin banyak bukti yang menunjukkan polusi udara berbahaya bagi tubuh manusia, bahkan dengan tingkat yang rendah.
Gedung-gedung terlihat diselimuti kabut asap di New Delhi, India, Selasa (16/11). Foto: Anushree Fadnavis/REUTERS
WHO menyebut PM2.5 dapat menembus ke dalam paru-paru dan masuk ke pembuluh darah dan menyebabkan dampak kardiovaskular, serebrovaskular (stroke), dan gangguan pernapasan.
Kemudian partikel NO2 dapat menyebabkan gangguan pernapasan, khususnya asma, dan gejala lain seperti batuk, atau kesulitan bernapas. NO2 juga dapat menyebabkan gejala parah hingga masuk rumah sakit dan ruang gawat darurat.
Data WHO menunjukkan sekitar 4,2 juta orang meninggal karena paparan polusi udara luar ruangan, di samping 3,8 juta di luar itu yang kematiannya terkait dengan asap rumah tangga yang dihasilkan oleh kompor dan bahan bakar yang kotor.
Pemodelan matematika WHO menunjukkan 80 persen dari penduduk di area perkotaan mengalami kenaikan risiko penyakit jantung, stroke, penyakit paru-paru, kanker dan pneumonia.
ADVERTISEMENT
WHO memperketat pengawasan polusi dengan merevisi pedoman kualitas udaranya, agar negara-negara mengevaluasi kesehatan udara mereka dengan lebih baik. Monitoring udara juga semakin baik karena semakin banyak kota dan wilayah permukiman yang terukur polusi udaranya setiap saat.
“Harga bahan bakar fosil yang tinggi, keamanan energi, dan urgensi untuk mengatasi tantangan kesehatan kembar dari polusi udara dan perubahan iklim, menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk bergerak lebih cepat menuju dunia yang jauh lebih sedikit bergantung pada bahan bakar fosil," jelas Ghebreyesus.
Suasana kendaraan terjebak macet di Jalan Tol Cawang-Grogol, Jakarta, Sabtu (1/5/2021). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Dari 117 negara yang dimonitoring, 17 persen dari kota di negara kaya memiliki tingkat PM2.0 dan PM10 lebih rendah dari standar yang tercantum di Pedoman Kualitas Udara WHO (WHO’s Air Quality Guidelines), yang berarti aman untuk dihirup.
ADVERTISEMENT
Sementara di negara berpenghasilan menengah dan miskin, tidak lebih dari 1 persen kota yang memiliki tingkat PM2.0 dan PM10 lebih rendah dari standar. Artinya, 99 persen sisanya menghirup udara terkontaminasi PM2.5 dan PM10. Secara garis besar memang penduduk di negara berpenghasilan rendah dan menengah adalah kelompok yang terekspos PM lebih tinggi dari rata-rata global.
Sementara untuk NO2, pengukuran di 4.000 kota dari 74 negara (lebih sedikit sampel) menunjukkan bahwa hanya 23 persen populasi yang menghirup udara dengan polusi NO2 lebih rendah dari batas WHO.
“Setelah pandemi selesai, tidak masuk akal [kita] masih memiliki 7 juta kematian yang dapat dicegah dan umur sehat yang hilang yang tak terhitung jumlahnya yang dapat dicegah karena polusi udara," kata Dr Maria Neira, Direktur WHO, Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan.
ADVERTISEMENT
"Itulah yang kami katakan ketika kami melihat gunungan data polusi udara, bukti, dan solusi yang tersedia. Namun terlalu banyak investasi yang masih tenggelam ke dalam lingkungan yang tercemar daripada di udara yang bersih dan sehat.”