Riset: Corona Bisa Tahan 28 Hari di Layar HP dan Uang Kertas

12 Oktober 2020 14:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Virus corona SARS-CoV-2 diketahui dapat menempel di permukaan benda. Peran transmisi lewat permukaan benda ini belum sepenuhnya dipahami, di mana para ilmuwan masih menyelidiki risiko penularan virus corona dari permukaan yang terkontaminasi.
ADVERTISEMENT
Riset terbaru dari Australia menemukan kalau virus penyebab COVID-19 itu ternyata juga dapat bertahan hingga 28 hari pada permukaan seperti layar HP, baja tahan karat, vinil, dan uang kertas yang disimpan pada suhu 20 derajat Celsius.
Penelitian yang dipublikasikan di Virology Journal pada Rabu (7/10) ini juga menemukan virus corona bertahan 10 hari lebih lama daripada virus influenza A yang bertahan selama 17 hari.
Dalam riset mereka, peneliti menemukan bahwa virus corona bertahan lebih lama pada suhu yang lebih rendah. Peningkatan suhu secara drastis dapat mengurangi daya tahan virus corona di permukaan hingga hanya 24 jam saja pada 40 derajat Celsius.
Para peneliti juga menemukan kalau virus bertahan lebih lama di uang kertas daripada di uang kertas plastik. Selain itu, virus corona lebih lama bertahan pada permukaan halus daripada permukaan berpori seperti kapas.
Ilustrasi membersihkan handphone Foto: Dok.Shutterstock
Persistensi SARS-CoV-2 yang ditunjukkan dalam studi ini berkaitan dengan sektor kesehatan dan transportasi masyarakat,” kata peneliti dalam laporan mereka. “Data ini harus dipertimbangkan dalam strategi yang dirancang untuk mengurangi risiko penularan dari permukaan benda selama respons pandemi saat ini.”
ADVERTISEMENT

Virus corona menyebar lewat permukaan benda di dunia nyata?

Perlu dicatat, riset dari Australia itu dilakukan dalam lingkungan laboratorium terkontrol. Dalam laporan mereka, peneliti menyebut kalau “semua percobaan dilakukan dalam kegelapan, untuk meniadakan efek sinar UV.”
Riset itu pun mendapat kritik dari mantan direktur Common Cold Center di Universitas Cardiff, Ron Eccles. Ia menilai, penelitian tersebut dapat menciptakan "ketakutan yang tidak perlu di masyarakat".
Dalam sebuah wawancara dengan BBC, Eccles menjelaskan kalau virus corona menyebar di permukaan dari lendir pada batuk, bersin, dan jari-jari kotor. Adapun penelitian ini tidak menggunakan lendir manusia segar sebagai medium untuk menyebarkan virus.
"Lendir segar adalah lingkungan yang tidak bersahabat bagi virus karena mengandung banyak sel darah putih yang menghasilkan enzim untuk menghancurkan virus dan juga mengandung antibodi dan bahan kimia lain untuk menetralkan virus,” kata Eccles. "Menurut pendapat saya, virus yang menular hanya akan bertahan selama berjam-jam di dalam lendir di permukaan daripada berhari-hari."
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Sebelumnya, pada pekan lalu Monica Gandhi, seorang profesor kedokteran di University of California, mengatakan virus corona tidak menyebar melalui permukaan. Gandhi menjelaskan, akar penyebaran virus corona bukan dari menyentuh permukaan, melainkan dari jarak tidak aman dengan orang terinfeksi yang ‘memuntahkan’ virus dari hidung dan mulutnya.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Gandhi, profesor mikrobiologi di Universitas Rutgers, Emanuel Goldman, menyebut kalau kemungkinan penularan melalui permukaan benda mati sangat kecil di dunia nyata. Goldman mengatakan, studi yang menunjukkan risiko penularan corona di permukaan benda mati telah dirancang sedemikian rupa sehingga kurang mirip dengan skenario kehidupan nyata.
“Perspektif yang lebih seimbang diperlukan untuk mengendalikan ekses yang menjadi kontraproduktif,” kata Goldman dalam sebuah artikel di jurnal The Lancet, 3 Juli 2020.
Meski demikian, kepala eksekutif badan ilmu pengetahuan nasional Australia (CSIRO), Larry Marshall, mengatakan kalau penelitian yang pihaknya buat memungkinkan para ilmuwan untuk lebih akurat memprediksi dan mencegah penyebarannya, sehingga dapat melindungi komunitas dari infeksi.
Senada dengan Marshall, Wakil Direktur Pusat Kesiapsiagaan Penyakit Australia (Australian Centre for Disease Preparedness/ACDP), Debbie Eagles, menyebut bahwa riset ini berguna untuk mengembangkan strategi mitigasi risiko penularan corona.
ADVERTISEMENT
“Sementara peran yang tepat dari penularan permukaan, tingkat kontak permukaan dan jumlah virus yang diperlukan untuk infeksi masih belum diketahui, menetapkan berapa lama virus ini tetap bertahan di permukaan sangat penting untuk mengembangkan strategi mitigasi risiko di area kontak tinggi," kata Eagles dalam keterangan resminya.