Populasi Hiu dan Pari Berkurang Drastis, Waktu Kita Hampir Habis

5 Februari 2021 13:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi hiu martil. Foto: wikimedia.commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hiu martil. Foto: wikimedia.commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Para peneliti melaporkan jumlah populasi hiu dan pari yang berkurang dengan sangat cepat dan dalam jumlah yang sangat banyak. Jumlah hiu yang ditemukan di laut lepas merosot hingga 71 persen dalam kurun waktu 50 tahun.
ADVERTISEMENT
Aktivitas penangkapan berlebihan menjadi penyebab yang paling utama. Hal ini mengakibatkan tiga dari empat spesies hiu yang sedang diteliti terancam punah.
Peneliti memperingatkan bahwa manusia harus bertindak cepat untuk mengamankan spesies hiu dan ikan pari agar mereka bisa mempertahankan populasi dan keturunan. Adapun upaya yang bisa dilakukan ialah dengan menerapkan pembatasan penangkapan ikan.
Salah seorang peneliti, Dr Richard Sherley dari Universitas Exeter, Inggris, mengatakan jumlah hiu di lautan ini makin mengkhawatirkan. Populasi mereka menyusut dan hanya bisa ditemukan beberapa ekor dalam sehari.
"Itulah (penangkapan berlebihan) yang mendorong penurunan hingga 70 persen dalam waktu 50 tahun terakhir. Dari setiap 10 ekor hiu di lautan terbuka pada tahun 1970an, hari ini kamu hanya menemukan tiga ekor saja, dari seluruh spesies ini,” katanya, dilansir BBC.
Ilustrasi ikan pari manta. Foto: Gambar oleh Elias Sch. via Pixabay
Hiu dan pari ditangkap untuk diambil daging, sirip dan minyaknya. Para nelayan pemburu juga menangkap dalam rangka pemancingan rekreasi, atau tersangkut jaring kapal ikan yang sebenarnya tidak menjadi target penangkapan mereka.
ADVERTISEMENT
Dari 31 jenis hiu yang diteliti, 24 di antaranya sudah  di ambang kepunahan. Ada tiga jenis hiu (hiu putih, hiu martil, dan hiu martil besar) yang saat ini jumlahnya telah menurun tajam, sehingga mereka masuk ke dalam klasifikasi hewan terancam punah dengan kategori ancaman tertinggi, menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Prof Nicholas Dulvy dari Simon Fraser University di British Columbia, Kanada, mengatakan hiu dan pari di laut lepas berada pada risiko kepunahan yang sangat tinggi, jauh lebih parah dari burung, mamalia atau katak.
"Penangkapan hiu dan pari yang berlebihan, membahayakan kesehatan ekosistem laut secara keseluruhan, serta ketahanan pangan untuk beberapa negara miskin dunia," katanya.

Apa yang harus kita lakukan?

Ilustrasi hiu sixgill. Foto: wikimedia.org
Berdasarkan data yang dihimpun peneliti, dari 1.200 jenis hiu dan pari di dunia, 31 di antaranya adalah jenis penjelajah samudera. Mereka suka menempuh jarak jauh dan melintasi perairan dari negara ke negara.
ADVERTISEMENT
"Ini adalah jenis predator laut lepas yang besar, penting, yang akan dikenal orang," kata Dr Sherley. "Jenis hiu yang mungkin digambarkan orang sebagai yang menakjubkan atau karismatik."
Untuk menyelamatkan spesies mereka, dibutuhkan kekuatan politik. Selain itu, perlu ada kemauan untuk mengukur jumlah mereka, dan menerapkan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengurangi penangkapan hiu. Hal itu bisa diwujudkan jika ada tekanan dari masyarakat.
Di samping cerita suram ini, beberapa konservasi hiu dan pari membawa secercah harapan bagi spesies ini. Sonja Fordham, Presiden dari Shark Advocates International, sebuah proyek nirlaba dari The Ocean Foundation, mengatakan sejumlah spesies termasuk hiu putih besar, populasinya sudah relatif membaik. Ini karena adanya pembatasan penangkapan ikan.
Ilustrasi ikan pari elang. Foto: idefix via Pixabay
Hiu berada di puncak rantai makanan di lautan. Keberadaannya sangat penting bagi kesehatan lautan. Kepunahan mereka akan berdampak pada kesejahteraan populasi hewan laut lainnya, yang merupakan sumber makanan bagi manusia.
ADVERTISEMENT
"Hiu dan pari laut lepas sangat berperan penting bagi kesehatan ekosistem laut, tapi karena mereka hidup tersembunyi di bawah permukaan laut, sulit untuk mengukur dan memantau status mereka," jelas Nathan Pacoureau dari Simon Fraser University, Kanada.
"Penelitian kami merepresentasikan teori global pertama dari kondisi spesies penting ini, pada saat negara-negara harus menangani kemajuan yang tidak cukup untuk menuju tujuan global yang berkelanjutan. Awalnya kami bermaksud menjadikan ini sebagai laporan penelitian yang berguna, namun kini kami berharap ini bisa berfungsi sebagai peringatan mendesak untuk mengambil tindakan,” tegasnya.