Juru Wabah UI Minta Warga Tidak Percaya Zona Corona Merah, Kuning, Hijau

8 Agustus 2020 11:30 WIB
Warga mengunjungi Pasar Musi di Depok, Jawa Barat, Senin (18/5/2020).  Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
zoom-in-whitePerbesar
Warga mengunjungi Pasar Musi di Depok, Jawa Barat, Senin (18/5/2020). Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
ADVERTISEMENT
Rencana pemerintah untuk membuka kembali semua jenjang sekolah di zona corona hijau dan kuning mendapat tentangan dari juru wabah dari Universitas Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, kebijakan yang diambil berdasarkan warna zona semacam itu punya potensi risiko yang tinggi. Sebab, warna zona sangat mungkin tidak merepresentasikan tingkat persebaran corona di wilayah yang ditampilkan.
”Jangan percaya dengan warna zona mas menteri,” tulis Pandu dalam posting-an Instagram yang menampilkan foto Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Sabtu (8/8).
”(Zona) hijau bisa bukan berarti hijau. (Zona) kuning bisa bukan berarti kuning. Hijau, kuning bisa saja sebenarnya merah,” sambungnya. kumparan telah meminta izin Pandu Riono untuk memberitakan posting-an media sosialnya.
Dalam kicauan Twitter-nya pada hari yang sama, Pandu juga menyuguhkan gambar data pergerakan penduduk yang dihimpun Tim FKM UI dari Facebook GeoInsight.
ADVERTISEMENT
Data tersebut menyimpulkan, zonasi warna risiko persebaran virus corona di Indonesia tidak akurat. Sebab, mobilisasi penduduk masih tinggi, serta jumlah tes yang masih sangat minim, menyebabkan zonasi hijau tak menjamin risiko penularan corona yang lebih rendah ketimbang zona warna lain.
Indonesia sendiri memiliki rapor merah terkait tes diagnostik PCR corona. Berdasarkan data terakhir yang disampaikan Gugus Tugas dalam situs web covid19.go.id, Indonesia baru memeriksa spesimen PCR dari 907.987 orang. Catatan itu hanya membuat Indonesia memeriksa 3.319 orang saja per satu juta penduduk.
Dengan angka tes yang minim itu, data kasus corona di Indonesia sangat mungkin tidak aktual. Pandu sendiri sebelumnya menduga bahwa jumlah kasus COVID-19 di Indonesia mungkin 10 kali lipat lebih besar dari yang dilaporkan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, Pandu bukanlah juru wabah pertama yang mewanti-wanti representasi keliru dari zonasi warna risiko penularan corona. Ada rekan sejawat Pandu di Tim FKM UI, Iwan Ariawan, yang juga sempat mewanti-wanti masalah serupa.
Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada Juli 2020, Iwan mengingatkan bahwa zonasi warna ini akan selalu berubah-ubah dan tidak selalu menjamin bahwa zona hijau selalu memiliki risiko yang rendah. Ia pun menganggap bahwa zona hijau itu hanya memberikan rasa aman palsu.
Peta zonasi virus corona. Foto: Satgas COVID-19
“Penduduk itu bergerak dari (zona) merah ke hijau, merah ke kuning, merah ke oranye, dan seterusnya,” kata Iwan dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Juli 2020.
”Kita mesti hati-hati dengan zonasi karena ini bisa memberikan rasa keamanan palsu di zona-zona hijau.”
ADVERTISEMENT

Sekolah Tatap Muka di Zona Kuning dan Hijau

Meski demikian, pemerintah tampak tidak mendengarkan peringatan para juru wabah.
Saat ini, ada 163 wilayah di zona kuning yang diproyeksikan kembali menggelar kegiatan belajar mengajar di masa pandemi corona. Hal ini disampaikan langsung Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo saat konferensi pers bersama Mendikbud Nadiem Makarim dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy pada Jumat (7/8) lalu.
Rencana ini menyusul pembukaan kembali sekolah yang diperuntukkan untuk daerah yang berzona hijau atau nol kasus penularan virus corona, mulai awal tahun ajaran pendidikan 2020/2021 pada 13 Juli lalu.