Gagal Tekan Covid, RI Berpotensi Jadi Pusat Mutasi Corona Varian Super

9 Agustus 2021 6:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
Warga berziarah di dekat pusara keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (27/7). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Warga berziarah di dekat pusara keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (27/7). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan khawatir bahwa Indonesia, yang kini menjadi episentrum COVID-19 di Asia, akan menjadi pusat mutasisuper strain” virus corona. Kekhawatiran ini muncul karena testing dan tracing COVID-19 di Indonesia rendah, mengakibatkan penularan virus corona jadi tak terkendali.
ADVERTISEMENT
Kasus COVID-19 di Indonesia sendiri melonjak dalam dua bulan terakhir berkat kemunculan corona varian Delta. Varian ini pertama kali dideteksi di India akhir tahun lalu di tengah kegagalan negara tersebut menekan penularan.
Kini, para ahli khawatir bahwa Indonesia juga akan menghasilkan mutasi virus corona baru yang lebih merepotkan ketimbang varian Delta. Sebab, lonjakan kasus COVID-19 dan penularan yang tak terkendali merupakan kondisi ideal untuk melahirkan varian baru yang berbahaya.
“Prinsip dasar terjadinya mutasi itu dengan mudah kalau si virus ini dengan leluasa menginfeksi manusia,” kata epidemiolog Universitas Griffith, Dicky Budiman, kepada kumparanSAINS, Minggu (8/8).
“Artinya, hukum probabilitas terjadi ketika semakin banyak manusia terinfeksi tanpa terkendali, tanpa bisa kita cegah. Peluang yang tadinya kecil, jadi semakin besar.”
Warga membawa nisan keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (15/7/2021). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Gelombang kedua COVID-19 di Indonesia dimulai pada pertengahan Mei 2021 dengan lonjakan kasus di Pulau Jawa dan Bali. Namun, Dicky khawatir bahwa penularan virus corona di luar kedua pulau tersebut telah masif karena kurangnya tes dan tracing.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan analisis data dari kumparan pada pekan lalu, kasus COVID-19 dan kematian pasien di luar Jawa-Bali memang konsisten naik. Hal itu mengakibatkan proporsi kasus di Luar Jawa Bali terhadap data nasional terus meningkat.
Di sisi lain, testing dan tracing di Indonesia amat rendah di kala lonjakan COVID-19 berlangsung. Secara nasional testing harian baru menyentuh angka 100 sampai 250 ribu-an, jauh lebih rendah dari target 400 ribu tes harian yang disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Rapor merah ini juga diperburuk dengan catatan positivity rate yang tinggi mencapai 2 digit, jauh lebih tinggi ketimbang ambang batas 5 persen yang ditetapkan WHO.
Dicky menyebut bahwa kegagalan menekan penularan COVID-19 merupakan tanda bahwa “strain super” virus corona dapat muncul di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Ini hanya masalah waktu," ucap Dicky kepada ABC.

Kecepatan mutasi virus corona

Varian corona baru muncul tatkala virus bermutasi saat menggandakan diri di sel manusia. Mutasi adalah proses alamiah yang umumnya terjadi ketika virus ‘typo’ menyalin urutan genetikanya selama replikasi di sel inang.
Mutasi dapat terjadi secara random, tetapi seberapa sering mutasi terjadi tergantung pada jenis virus tersebut. Virus yang genomnya berbasis RNA seperti virus corona bermutasi lebih cepat daripada virus yang genomnya berbasis DNA. Ini disebabkan karena kemampuan “proofreading” virus berbasis RNA untuk mengoreksi typo saat replikasi lebih buruk ketimbang virus berbasis DNA.
Virus corona SARS-CoV-2 dalam bentuk 3D. Foto: Nanographics
Menurut laporan jurnal Nature, virus SARS-CoV-2 rata-rata memiliki tingkat mutasi sebanyak dua hingga tiga huruf per bulan dalam genomnya. Menurut peneliti biomolekuler independen, Ahmad Utomo, tingkat mutasi corona sebenarnya lebih rendah ketimbang virus berbasis RNA lain seperti influenza.
ADVERTISEMENT
“Virus (corona) ini kan panjang genomnya, 30 ribu huruf. Sebagai perbandingan, panjangnya huruf genetik dalam virus influenza itu cuma 10 ribu huruf,” kata Ahmad kepada kumparanSAINS, Minggu (8/8).
“Jadi, kalau corona (punya genom) 30 ribu huruf, artinya tiga kali lipat lebih gede. Sehingga rata-rata tingkat mutasinya itu sekitar 2 huruf per genom per bulan. Termasuk lambat dia sebetulnya,” jelas Ahmad.
Meski terbilang lambat bermutasi ketimbang virus RNA lain, Ahmad mengatakan bahwa virus corona dapat bermutasi sangat cepat jika kita gagal menekan penularan COVID-19.
“Mutasi hanya muncul ketika virus diberikan kesempatan bereplikasi. Itu saja. Sesederhana itu kok,” ujarnya.

Apakah mutasi corona “strain super” akan muncul di Indonesia?

Para ahli menjelaskan bahwa pada umumnya mutasi virus corona tak memberikan bahaya bagi manusia. Namun, “pada umumnya” bukanlah “selalu.” Artinya, kita tidak tahu kapan mutasi yang membawa dampak buruk muncul.
ADVERTISEMENT
Kendati kita tidak tahu kapan mutasi yang berdampak buruk muncul, para ilmuwan menekankan satu hal yang jelas: Jika kita gagal menekan penularan, maka akan semakin banyak varian berbahaya yang akan muncul. Kemunculan varian Alpha dan Delta adalah contohnya.
Warga berziarah di dekat pusara keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (15/7/2021). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
“Epidemi yang tidak terkendali adalah hotspot yang sangat buruk untuk evolusi varian. Dua varian paling menantang yang kami hadapi - Alpha dan Delta - sangat mungkin terkait dengan intervensi kesehatan masyarakat yang sangat buruk (di Inggris dan India)," kata Aris Katzourakis, profesor evolusi dan genomik di Universitas Oxford di Inggris, kepada ABC.
"Mengendalikan epidemi (di Indonesia) tentu menjadi prioritas tinggi untuk meminimalkan risiko varian baru."
Saat ini, Indonesia telah memiliki satu varian virus corona yang perlu dipantau secara ketat, menurut WHO. Varian tersebut bernama B.1.466.2 dan pertama kali diidentifikasi di Jakarta pada November 2020.
ADVERTISEMENT
Varian B.1.466.2 telah menyebar ke Malaysia, yang saat ini juga memiliki salah satu tingkat infeksi COVID-19 tercepat di dunia. Otoritas kesehatan di negara bagian Sarawak Malaysia bulan lalu mengidentifikasi tujuh kasus baru varian B.1.466.2, menurut laporan ABC.
Katzourakis menyebut bahwa "tepat untuk memilih Indonesia sebagai kemungkinan hotspot" varian corona baru. Dia mengatakan "sangat masuk akal" untuk memprediksi bahwa varian yang lebih ganas muncul di tahun mendatang.
“Jika strain virulen baru muncul di Indonesia, atau tiba di Indonesia, itu bisa menantang Delta,” katanya.