Es di Greenland Meleleh Masif, Dunia Terancam Dikepung Banjir

8 November 2021 15:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Es gletser dan gunung es yang mencair di pantai timur, Greenland, 4 September 2021. Foto: Hannibal Hanschke/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Es gletser dan gunung es yang mencair di pantai timur, Greenland, 4 September 2021. Foto: Hannibal Hanschke/REUTERS
ADVERTISEMENT
Es di Greenland meleleh secara ekstrem, mencair lebih sering dan intens selama 40 tahun terakhir akibat pemanasan global. Kondisi ini begitu mengkhawatirkan sehingga berpotensi meningkatkan tinggi muka laut dan risiko banjir di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
University of Leeds--pemimpin studi--menjadi yang pertama yang menggunakan data satelit untuk mendeteksi fenomena ini. Temuan yang dipublikasikan di Nature Communications, mengungkapkan limpasan lelehan es Greenland meningkat sebesar 21 persen selama empat dekade terakhir dan telah menjadi 60 persen lebih tidak menentu dari satu musim panas ke musim panas berikutnya.
Penulis utama Dr Thomas Slater, seorang Peneliti di Pusat Pengamatan dan Pemodelan Kutub di Universitas Leeds khawatir atas fenomena ini.
Wisatawan warga berjalanan di atas jembatan buatan saat St.Mark's Square terendam banjir di Venesia, Italia. Foto: REUTERS / Manuel Silvestri
"Saat iklim kita menghangat, masuk akal untuk mengharapkan bahwa contoh pencairan ekstrem di Greenland akan lebih sering terjadi. Pengamatan seperti ini merupakan langkah penting dalam membantu kita meningkatkan model iklim dan memprediksi lebih baik apa yang akan terjadi abad ini."
Studi yang didanai oleh Badan Antariksa Eropa (ESA) itu merupakan bagian dari proyek Polar+ Surface Mass Balance Feasibility project. Citra atau data-data dari angkasa terkait pengukuran es ini berasal dari satelit CryoSat-2 milik ESA.
ADVERTISEMENT

Lelehan es Greenland dan naiknya permukaan air laut

Selama satu dekade terakhir (2011 hingga 2020), peningkatan limpasan air lelehan dari Greenland menyebabkan permukaan laut global sebesar satu centimeter. Kondisi ini sepertiganya terjadi di puncak dua musim panas pada tahun 2012 dan 2019.
Pada dua waktu tersebut, cuaca ekstrem membuat es mencair lebih cepat dibandingkan 40 tahun terakhir. Naiknya permukaan laut yang disebabkan oleh pencairan es meningkatkan risiko banjir bagi masyarakat pesisir di seluruh dunia dan mengganggu ekosistem laut di Samudra Arktik di mana banyak masyarakat lokal menggantungkan hidup darinya.
Lelehan es juga dapat mengubah pola sirkulasi laut dan atmosfer sehingga memengaruhi kondisi cuaca di sekitar planet ini.
Masjid Wall Adhuna di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara, yang terendam air laut. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Selama satu dekade terakhir, limpasan es dari Greenland mencapai rata-rata 357 miliar ton per tahun. Limpasan atau aliran es yang telah mencair mencapai titik maksimum pada 527 miliar ton es yang mencair pada 2012, saat pola atmosfer membentuk udara hangat dan terperangkap di atas sebagian besar wilayah yang ditutupi lapisan es.
ADVERTISEMENT
Limpasan es ini dua kali lipat lebih besar dari yang terjadi pada tahun 2017 yakni sebesar 247 miliar ton es.

Gelombang panas, cuaca ekstrem

Warga mendinginkan badan di air mancur Trocadero dekat Menara Eiffel, Paris, efek dari gelombang panas. Foto: Pascal Rossignol/Reuters
Mengutip Science Direct, Anomali hilangnya es di Greenland ini lekat kaitannya dengan cuaca ekstrem seperti gelombang panas yang semakin sering terjadi. Namun Dr Slater mengatakan, kini masih ada alasan umat manusia optimistis mengubah kondisi ini.
"Kami tahu bahwa menetapkan dan memenuhi target yang berarti untuk mengurangi emisi, dapat mengurangi (potensi) hilangnya es dari Greenland hingga tiga kali lipat. Masih ada waktu untuk mencapainya."
Pengamatan limpasan es Greenland dari luar angkasa ini bermanfaat untuk mensimulasikan pencairan lapisan es yang nanti--pada gilirannya--akan menciptakan prediksi akurat tentang seberapa banyak lelehan es Greenland menaikkan permukaan laut global di masa depan.
ADVERTISEMENT
"Prediksi ini memiliki jangkauan yang luas, sebagian karena ketidakpastian yang terkait dengan simulasi proses pencairan es yang kompleks, termasuk yang terkait dengan cuaca ekstrem. (Simulasi) ini akan membantu kita untuk memahami proses pencairan es yang kompleks ini dengan lebih baik, meningkatkan kemampuan kita untuk memodelkannya, dan dengan demikian memungkinkan kami untuk menyempurnakan perkiraan kami tentang kenaikan permukaan laut di masa depan."
Sejak diluncurkan lebih dari 11 tahun yang lalu, Satelit CryoSat-2 telah berkontribusi menghasilkan banyak informasi tentang wilayah kutub yang berubah dengan cepat. Satelit menjadi kunci dalam penelitian ilmiah dan mengungkap fakta yang tak terbantahkan, seperti temuan tentang limpasan atau lelehan es.
ADVERTISEMENT