Bisakah Psikopat Belajar Merasakan Empati?

9 Februari 2024 12:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Film IT: Chapter Two. Foto: Dok. Warner Bros
zoom-in-whitePerbesar
Film IT: Chapter Two. Foto: Dok. Warner Bros
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernah melihat seorang psikopat? Dalam film, psikopat biasanya digambarkan sebagai orang dengan sifat egois, manipulatif, kasar, dan mungkin kriminal. Namun, bisakah orang dengan karakteristik ini mengatasi sifatnya dengan belajar merasakan empati?
ADVERTISEMENT
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, penting untuk diketahui bahwa definisi medis dari psikopat tidak sesederhana yang kita bayangkan, dan para ahli masih memperdebatkan penjelasan yang tepat untuk psikopat.
“Psikopat adalah gangguan kepribadian yang sangat erat kaitannya dengan perilaku antisosial dan kriminal,” kata Katarina Howner, ahli saraf di Karolinska Insitute di Swedia, dikutip dari Live Science.
Seperti gangguan kepribadian lainnya, kondisi ini didefinisikan melalui wawancara riwayat hidup pasien, dengan profesional psikiater menyelidiki setiap aspek kehidupan seseorang, termasuk mencari pola ciri-ciri psikopat.
Seorang psikopat mempunyai risiko tinggi untuk melakukan kejahatan dengan cara kekerasan atau kembali melakukan pelanggaran meski sudah dipenjara.
Namun, menurut Howner, bukan berarti penderita psikopat tidak memiliki empati sama sekali. Ahli psikologi membagi emosi kompleks ini menjadi beberapa sub kategori berbeda.
Ilustrasi pria marah. Foto: Daniel Tadevosyan/Shutterstock
“Empati efektif atau emosional adalah saat Anda merasakan emosi yang ditunjukkan orang lain. Anda memiliki semacam resonansi emosional dengan orang lain, dan ini adalah sesuatu yang kurang dimiliki oleh psikopat,” katanya.
ADVERTISEMENT
“Tetapi empati kognitif lebih seperti mentalitas. Artinya, Anda bisa memikirkan bagaimana orang lain berpikir atau merasakan. Psikopat biasanya pandai dalam hal ini dan menggunakannya untuk memanipulasi orang lain.”
Kurangnya empati emosional inilah yang membuat seorang psikopat tampak dingin dan kejam. Namun, penelitian menunjukkan bahwa orang dengan psikopat memiliki kapasitas untuk mengalami empati emosional dalam kondisi yang tepat.
“Ketika Anda dengan sengaja memfokuskan orang-orang psikopat untuk memberi label emosi dalam sebuah foto yang jelas, mereka dapat melakukannya secara akurat,” kata Arielle Baskin-Sommers, seorang psikolog di Yale University.
“Jika Anda bisa memperlihatkan ekspresi wajah emosi dengan cepat, maka seorang psikopat sulit untuk melakukannya. Kesulitan ini bukan karena psikopat tidak memiliki empati, namun mereka tidak memiliki kemampuan alami untuk melakukannya dengan mudah.”
ADVERTISEMENT
Tapi, apakah keterampilan ini bisa dipelajari oleh psikopat? Menurut Baskin-Sommers, ada cukup bukti bahwa mereka bisa melakukannya. Psikopat dapat merasakan empati tergantung pada situasinya.
Topeng screaming. Foto: chingyunsong/Shutterstock
Jadi mengapa perilaku psikopat ini bisa berkembang? Sampai saat ini para ilmuwan belum menemukan jawaban yang pasti, meski bukti menunjukkan bahwa ini disebabkan oleh campuran faktor genetik dan lingkungan. Meski penyebabnya tidak diketahui, efek psikopat pada otak sudah diketahui secara pasti.
Studi yang dimuat di jurnal Elsevier menunjukkan perbedaan besar dalam struktur otak, dan perbedaan cara beberapa wilayah otak berkomunikasi pada psikopat.
“Ukuran struktur dan fungsi amigdala yang merupakan wilayah otak yang penting untuk proses emosional kita terlihat berbeda pada orang dengan psikopat,” kata Baskin-Sommers. “Kita juga cenderung melihat perbedaan struktur prefrontal otak yang berkaitan dengan kognisi umum dan pengendalian perilaku. Orang dengan psikopat pada dasarnya memiliki otak yang sangat berbeda.”
ADVERTISEMENT
Perbedaan neurologis ini artinya bahwa seorang psikopat tidak memproses emosi dengan cara yang sama seperti orang normal dan ini sulit diatasi. Perawatan yang bisa dilakukan saat ini tergantung pada kombinasi pendekatan, termasuk terapi perilaku kognitif. Namun tidak ada obat yang dapat membantu psikopat dengan mudah merasakan empati.
“Data saat ini menunjukkan bahwa psikopat tidak dapat diobati dibandingkan dengan gangguan jiwa lainnya,” kata Baskin-Sommers. “Ada narasi yang disayangkan mengenai psikopat bahwa mereka pada dasarnya jahat, tapi masyarakat perlu menyadari bahwa ini adalah kondisi yang patut mendapat dukungan dan memerlukan pengobatan.”