Apa itu La Nina Triple Dip? Fenomena yang Jadi Ancaman Indonesia

15 Oktober 2022 11:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana awan mendung di langit Jakarta, Rabu (21/10/2020). BMKG menyatakan saat ini tengah terjadi fenomena La Nina di Samudera Pasifik yang bisa menimbulkan kondisi cuaca ekstrem di Indonesia. Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Suasana awan mendung di langit Jakarta, Rabu (21/10/2020). BMKG menyatakan saat ini tengah terjadi fenomena La Nina di Samudera Pasifik yang bisa menimbulkan kondisi cuaca ekstrem di Indonesia. Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan soal La Nina 'Triple Dip'. Fenomena itu disebutnya menjadi ancaman bagi banyak negara, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan fenomena La Nina sudah dimulai pada pertengahan 2020 dan diprediksi akan tetap berlangsung hingga akhir 2022. Ada kemungkinan berlanjut hingga awal 2023, itu mengapa fenomenanya dinamai 'Triple Dip'.
"Triple Dip La Nina adalah fenomena unik," tutur Dwikorita dalam acara Mini Symposium 17th Annual Indonesia – U.S. BMKG – NOAA Partnership Workshop yang dilaksanakan secara virtual, Jumat (14/10).
Sebelumnya, La Nina Triple Dip juga pernah terjadi pada 1973-1975 dan 1998-2001. Ia akan berpengaruh pada pola cuaca dan iklim di Indonesia, salah satunya menyebabkan sebagian wilayah mengalami musim hujan lebih awal.

Mengenal La Nina Triple Dip

La Nina sendiri adalah fenomena mendinginnya suhu permukaan laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur di bawah kondisi normalnya. Pendinginan SML itu diikuti oleh menghangatnya SML di perairan Indonesia, mendorong pertumbuhan awan-awan hujan dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan fenomena La Nina membawa dampak peningkatan curah hujan di banyak tempat di Indonesia. Meski begitu, dampak La Nina tidak pernah sama karena dipengaruhi faktor lainnya.
“Yang perlu juga diwaspadai adalah penyakit yang biasa muncul di musim hujan, mulai dari diare, demam berdarah, Leptospirosis, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), penyakit kulit, dan lain sebagainya. Semua harus bersiap,” imbuhnya.
Pola cuaca La Nina adalah salah satu dari tiga fase El Nino Southern Oscillation (ENSO). Hal ini mengacu pada suhu permukaan laut dan arah angin di Pasifik dan dapat beralih antara fase hangat yang disebut El Nino, fase yang lebih dingin dengan sebutan La Nina, dan fase netral.

BMKG Perkuat Kerja Sama dengan NOAA

Dwikorita juga menyampaikan bahwa BMKG berkolaborasi dengan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) untuk memperkuat sistem peringatan dini di Indonesia mengantisipasi dahsyatnya arus perubahan iklim. Kerja sama tersebut dikoordinasikan oleh Kapus Diklat BMKG, Dr. Nelly Florida Riama.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi yang dilakukan berupa observasi dan analisis guna peningkatan akurasi informasi cuaca dan iklim di Indonesia. Selain itu juga digelar workshop, seminar, simposium, dan berbagai pelatihan lain guna pengembangan sumber daya manusia (SDM) BMKG.
“BMKG dan NOAA juga melaksanakan kegiatan Indonesia Prima (Indonesia Program Initiative on Maritime Observation and Analysis) yakni ekspedisi yang bertujuan untuk meningkatkan kerapatan observasi cuaca dan prediksi cuaca kelautan di Samudra Hindia,” terangnya.
Kerja sama BMKG dengan NOAA telah berlangsung cukup lama, dan telah diwujudkan dalam berbagai macam program bersama. Salah satunya program rutin tahunan yakni melakukan pelayaran ke Samudra Hindia untuk melakukan perawatan Buoy serta melakukan pengukuran variabel laut hingga kedalaman 5000 meter.
Kemitraan strategis ini, kata Dwikorita, adalah bagian dari upaya BMKG untuk berdiri sejajar dengan pusat iklim global lainnya. Apalagi, letak Indonesia yang sangat strategis sehingga dapat memainkan peran penting dalam pemantauan cuaca dan iklim global.
ADVERTISEMENT