UNICEF Ingatkan Dampak Lonjakan Pernikahan Anak Akibat Krisis COVID-19

8 Maret 2021 8:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pernikahan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pernikahan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Krisis akibat pandemi COVID-19 berdampak besar bagi kehidupan perempuan di sejumlah negara, dengan bertambahnya 10 juta pernikahan anak dalam dekade ini. Kekhawatiran ini disampaikan UNICEF dalam analisis terbarunya, Senin (8/3).
ADVERTISEMENT
"Penutupan sekolah, tekanan ekonomi, gangguan layanan, kehamilan, dan kematian orang tua karena pandemi menempatkan gadis yang paling rentan pada peningkatan risiko pernikahan anak," ujar UNICEF dalam penelitian berjudul 'COVID-19: Ancaman Kemajuan Terhadap Pernikahan Anak', dikutip dari AFP.
Keluarga yang menghadapi kesulitan ekonomi mungkin berupaya menikahkan putri mereka untuk meringankan beban keuangan.
Tren pernikahan itu, akan menunjukkan kemunduran serius dari kemajuan menekan pernikahan dini pada beberapa tahun belakangan ini.
Ilustrasi pernikahan dini. Foto: Muhammad Faisal N/kumparan
Dalam 10 tahun terakhir, menurut penelitian UNICEF, proporsi perempuan muda secara global yang menikah dalam usia anak-anak telah menurun sebesar 15 persen, dari hampir 1:4 menjadi 1:5.
"Kemajuan itu sekarang berada di bawah ancaman," kata penelitian tersebut, yang dirilis pada Hari Perempuan Internasional.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Eksekutif UNICEF, ​​Henrietta Fore, menyebut krisis pandemi bagaikan 'bahan bakar' yang terus mendorong pernikahan anak.
"COVID-19 telah membuat situasi yang sudah sulit bagi jutaan anak perempuan menjadi lebih buruk," ujarnya.
"Sekolah-sekolah yang ditutup, isolasi dari teman-teman dan jaringan pendukung, dan meningkatnya kemiskinan telah menambah 'bahan bakar ke dalam api yang sudah berjuang untuk dipadamkan dunia'."
Pernikahan Dini dapat Memicu Kekerasan dalam Rumah Tangga. Foto: Shutterstock
UNICEF kemudian mengingatkan masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berpotensi dialami perempuan yang menikah dini. Kecil kemungkinan perempuan yang sudah menikah untuk tetap bersekolah.
Selain itu, mereka menghadapi peningkatan risiko kehamilan dini, dan komplikasi, serta kematian ibu. Para perempuan yang menikah muda juga berdampak berat pada kesehatan mental karena kehidupannya menjadi jauh dari teman-teman dan orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pembatasan kegiatan terkait pandemi dan physical distancing telah mempersulit anak perempuan untuk mengakses perawatan kesehatan, layanan sosial, dan dukungan komunitas yang melindungi mereka dari pernikahan anak, kehamilan yang tidak diinginkan, dan kekerasan berbasis gender, sekaligus berpotensi putus sekolah.
Ilustrasi Pernikahan. Foto: Shutter Stock
Laporan UNICEF tersebut memperkirakan 650 juta gadis dan wanita yang hidup saat ini menikah di usia muda, sekitar setengah dari mereka ada di Bangladesh, Brasil, Ethiopia, India, dan Nigeria.
UNICEF pun menyerukan negara-negara untuk membuka kembali sekolah, menerapkan reformasi hukum, memastikan akses ke layanan kesehatan dan sosial sembari memberikan langkah-langkah untuk melindungi keluarga.
"Dengan melakukan itu, kita dapat secara signifikan mengurangi risiko seorang gadis dicuri masa kanak-kanaknya melalui pernikahan anak," terang UNICEF.
ADVERTISEMENT