news-card-video
19 Ramadhan 1446 HRabu, 19 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Tim Advokasi Tolak Klarifikasi ke Polisi soal Laporan Satpam Fairmont

18 Maret 2025 14:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Arif Maulana, Gema Gita Persada, dan Erwin Natosmal Oemar Tim Advokasi untuk Demokrasi saat medatangi Polda Metro Jaya Menolak Undangan Klarifikasi Terkait Pelaporan Pihak Keamanan Hotel Fairmont, Jakarta Selatan, Selasa (18/3/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Arif Maulana, Gema Gita Persada, dan Erwin Natosmal Oemar Tim Advokasi untuk Demokrasi saat medatangi Polda Metro Jaya Menolak Undangan Klarifikasi Terkait Pelaporan Pihak Keamanan Hotel Fairmont, Jakarta Selatan, Selasa (18/3/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Tim Advokasi untuk Demokrasi menolak undangan klarifikasi dari Polda Metro Jaya terkait laporan pihak keamanan Hotel Fairmont terhadap dua aktivis, Andrie Yunus dan Javier imbas.
ADVERTISEMENT
Laporan itu terkait aksi mereka menggeruduk rapat tertutup Revisi UU TNI yang dilakukan oleh anggota DPR di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada hari Sabtu (15/3) lalu.
Menurut mereka, laporan tersebut keliru dan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap hak berpendapat. Arif Maulana, perwakilan dari Tim Advokasi untuk Demokrasi, menyampaikan alasan utama penolakan ini.
“Kami dari Tim Advokasi datang ke Polda Metro Jaya untuk menyampaikan penolakan dan keberatan atas surat undangan klarifikasi. Kami memandang bahwa laporan pidana yang disampaikan oleh sekuriti Fairmont itu keliru dan tidak berdasarkan hukum," kata Arif di Polda Metro Jaya, Selasa (18/3).
"Kami melihat laporan ini sebagai bentuk SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) yang identik dengan upaya pembungkaman terhadap partisipasi publik dalam mengawasi proses pembentukan kebijakan,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh kedua aktivis tersebut merupakan bentuk pengawasan publik terhadap proses revisi Undang-Undang TNI yang dinilai tidak demokratis dan kurang transparan.
“Yang dilakukan oleh klien kami, Andrie dan juga Javier, adalah dalam rangka menggunakan haknya sebagai warga negara untuk mengawasi proses legislasi yang dinilai menyimpang dari proses pembentukan perundang-undangan” lanjutnya.
Tim Advokasi menilai bahwa pasal-pasal yang digunakan dalam laporan ini tidak relevan dengan fakta di lapangan.
“Kami melihat pasal yang dikenakan ada pasal 172, 212, 217, 335, sampai 503 dan 207, ini tidak relevan, tidak sesuai dengan fakta, maka dari itu kami menduga ini dicari-cari, ini bentuk upaya kriminalisasi terhadap keduanya,” ujar Arif.
Mereka juga mempertanyakan legal standing pelapor.
ADVERTISEMENT
Legal standing dari pelapor, yang mana adalah security dari Hotel Fairmont. Ketika dia melaporkan kedua klien kami dalam kapasitas atau legal standing, mewakili siapa? Apakah mewakili Hotel Fairmont? Atau mewakili pihak yang lain? Pemerintah atau DPR? Ini harus clear,” tegasnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan masuk ke ruang rapat Panja DPR RI yang bahas RUU TNI secara tertutup di Hotel Fairmont, Sabtu (15/3). Foto: Dok. Istimewa
Selain itu, cara penyampaian undangan klarifikasi oleh kepolisian juga dikritik.
“Kita dipanggil hari Minggu untuk datang hari Selasa. Kalau kita merujuk pada hukum acara, undangan yang patut itu tiga hari kerja. Ini baru satu hari kerja. Kalau kita hitung dari Senin, Selasa kita diminta hadir, itu yang formil, administratif,” ungkapnya.
“Tapi yang kedua, yang lebih penting adalah klarifikasi tidak dikenal dalam hukum acara pidana kita, dalam proses penegakan hukum, khususnya pidana, kita harus merujuk dan berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, di mana undangan klarifikasi tidak dikenal,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, mereka bukan hanya menolak undangan klarifikasi, tetapi juga meminta kepolisian untuk menghentikan proses laporan ini.
“Kami juga mengajukan keberatan dengan harapan kepolisian Polda Metro Jaya tidak memproses lebih lanjut laporan dari Security atau menghentikan,” tambah Arif.
Arif juga menjelaskan bahwa pihaknya mempertimbangkan untuk menempuh upaya hukum terhadap Hotel Fairmont terkait dugaan memfasilitasi persidangan tertutup.
“Terakhir, terkait dengan laporan ini, kami dari tim kuasa hukum, tim Advokasi Untuk Demokrasi, mempertimbangkan untuk menempuh upaya hukum terhadap pelapor yang dalam hal ini adalah Fairmont hotel,” ujarnya.
“Kita mengkaji apakah upaya hukum ini dalam ranah hukum perdata, terkait dengan tindakan perbuatan melawan hukum, dengan dugaan memfasilitasi persidangan tertutup, sembunyi-sembunyi dalam proses penyusunan legislasi, atau mungkin upaya hukum administratif, bahkan, jika kemudian ada dugaan tidak pidana, kita mungkin akan menempuhnya,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT