Tersangka Korupsi Jalan di Bengkalis Jatuh Sakit saat Akan Ditahan KPK

19 Oktober 2021 18:20 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK menahan Wakil Ketua Dewan Direksi joint operation (JO) PT Wika-Sumindo, Petrus Edy Susanto. Dia merupakan tersangka kasus dugaan korupsi Proyek Multi Years Peningkatan jalan Lingkar Pulau Bengkalis Tahun Anggaran 2013 sampai 2015.
ADVERTISEMENT
"Hari ini kami akan menyampaikan informasi terkait penahanan tersangka PES (Petrus) Wakil Ketua Dewan Direksi PT WK JO dalam perkara dugaan TPK terkait proyek multiyears peningkatan jalan lingkar Pulau Bengkalis," kata Direktur Penyidikan KPK Brigjen Setyo Budi, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (19/10).
Budi mengatakan, Petrus dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Namun pada saat akan ditahan, kesehatan Petrus dikabarkan menurun. Plt juru bicara KPK Ali Fikri menyebut Petrus langsung dibawa ke IGD Rumah Sakit MMC Kuningan, Jakarta Selatan, untuk mendapat perawatan.
"Tersangka hari ini dilakukan penahanan. Namun informasi yang kami peroleh, yang bersangkutan tadi jatuh sakit sehingga langsung dibawa ke IGD RS MMC," kata Ali,
ADVERTISEMENT
Apabila nanti hasil pemeriksaannya menunjukkan Petrus bisa ditahan, dia akan ditempatkan di Rutan KPK Kavling C1. Dia pun akan diisolasi terlebih dahulu selama 14 hari.
Namun apabila tidak, akan dibantarkan untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Konstruksi Perkara

Dalam kasus ini, KPK sudah menjerat beberapa tersangka. Mereka adalah Didiet Hartanto selaku Project Manager PT WK (Persero); Firjan Taufa selaku staf pemasaran PT WIKA; dan Tirtha Adhi Kazmi selaku Pejabat Pembuat Komitmen, dan kontraktor I Ketut Suarbawa.
Untuk Petrus, ia diduga melakukan peminjaman bendera PT Sumindo untuk bermitra dengan PT Wijaya Karya. Ia kemudian membentuk Kerja Sama Operasi (KSO) dengan nama PT WS (Wika-Sumindo) JO.
Perusahaan gabungan tersebut kemudian mengikuti lelang dan akhirnya ditetapkan sebagai pemenang lelang atas peningkatan jalan lingkar pulau Bengkalis Tahun 2013-2015.
ADVERTISEMENT
Tindakan Petrus meminjam bendera PT Wika-Sumindo tersebut dikarenakan salah satu perusahaan yang diusulkannya dilakukan blacklist oleh Pemkab Bengkalis.
"Agar bisa mengikuti proses lelang, tersangka PES diduga memanipulasi berbagai dokumen persyaratan lelang sedemikian rupa," kata Budi.
Setelah proyek dimenangkan, Petrus diduga tidak melakukan evaluasi pelaksanaan proyek baik dari sisi mutu pekerjaan maupun volume item pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak pekerjaan.
Dalam praktiknya juga, diduga ada uang yang diberikan oleh Petrus kepada sejumlah pihak yakni pejabat pembuat komitmen dan pejabat pelaksanaan teknis kegiatan di Dinas PU Bengkalis untuk pengurusan termin pembayaran,maupun untuk keperluan lainnya.
"Akibat perbuatan tersangka PES, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 126 miliar dari harga dasar proyek sebesar Rp 359 miliar," kata Budi.
KPK tahan Bupati Bengkalis Amril Mukminin, Kamis (6/2). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan

Pengembangan Kasus

Kasus ini diduga pengembangan dari perkara mantan Bupati Bengkalis Amril Mukminin yang sudah dijerat terlebih dahulu oleh KPK. Ia diduga menerima total uang Rp 5,6 miliar dari proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
Amril merupakan terdakwa kasus suap dan gratifikasi. Adapun suap yang diduga diterima Amril yakni Rp 5,3 miliar dari rekanan proyek yang mendapatkan pengerjaan jalan Duri-Sei Pakning yang dibiayai oleh APBD Kabupaten Bengkalis.
Sementara, gratifikasi yakni terkait penerimaan dari sejumlah pihak dari 2013 hingga 2019, sejak ia menjadi anggota DPRD Bengkalis hingga Bupati Bengkalis.
Gratifikasi tersebut diduga diterima Amril dari pengusaha sawit bernama Jonny Tjoa senilai Rp 12,7 miliar dan dari Adyanto senilai Rp 10,9 miliar.
Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan Amril terbukti bersalah. Ia dihukum 6 tahun penjara.
Namun pada tahap banding, hukuman Amril dipotong menjadi 4 tahun penjara. Dakwaan gratifikasi dinilai tak terbukti. KPK pun langsung mengajukan kasasi.