Survei PolMark: Coat Tail Effect Penting, Mayoritas Pilih Capres Baru Partai

30 Maret 2023 20:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Maluku Irjen Pol (Purn) Murad Ismail (kiri) berbincang dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kedua kiri) saat perayaan HUT ke-50 PDI Perjuangan di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023).  Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Maluku Irjen Pol (Purn) Murad Ismail (kiri) berbincang dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kedua kiri) saat perayaan HUT ke-50 PDI Perjuangan di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PolMark Indonesia menunjukkan efek ekor jas (coat tail) dari capres sangat berdampak kepada partai. Survei terbaru menunjukkan, mayoritas akan memilih partai yang mengusung capres pilihannya dalam pemilu jelang Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
"Ternyata 61,8 persen mereka akan lebih dulu memilih calon presiden, lalu kemudian memilih partai berdasarkan preferensi calon presidennya. Kalau partai itu [mengusung] calon presiden dia, maka dia akan memilih partai itu," kata Founder PolMark Indonesia Eep Saefulloh dalam rilis survei, Kamis (30/3).
"Mereka yang punya preferensi di partai majemuk mereka akan memilih partai majemuk di antara satu dan beberapa. Mereka yang preferensinya ke partai yang berbasis Islam, mereka akan memilih partai satu dari beberapa orang yang dari partai Islam," imbuhnya.
Coat tail effect capres Polmark Maret 2023. Foto: Polmark Indonesia
Menurut Eep, hanya ada 39,9% yang memilih partai dan baru memilih capres yang diusung partai tersebut.
"Kemudian 39,9 persen baru sebaliknya. Mengatakan bahwa saya memilih partai politik baru memilih calon presiden yang diusung oleh partai," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Eep lalu meyinggung Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat maju pada 2004. Saat itu Partai Demokrat masih partai baru, namun langung mendapat ekor jas dari SBY.
"Jadi kenyataan ini menunjukkan bahwa coat tail effect itu penting. Contoh terbaik tentunya Pak SBY dan partai golkar. Maju pertama sebagai partai baru sudah dapat 7 persen tahun 2004. Dan karena waktu itu presdential threshold 3,5 persen kursi atau 5 persen suara nasional. Maka mereka melenggang sendiri. Maka karena itu membuat koalisi dengan 2 partai yang sangat besar Partai Bulan Bintang dan PKP," ujar dia.
Eep melanjutkan ketika SBY kembali maju jadi presiden pada 2009 dan tingkat kepuasan publik tinggi, elektabilitas Demokrat naik dari 7% ke 20,1%. Saat kepuasan terhadap SBY turun pada 2014, tren Demokrat juga dari 20% menjadi 10%.
ADVERTISEMENT
"Jadi intinya dalam praktik politik Indonesia, coat tail effect sangat diperhitungkan. Partai-partai yang melawan pemilihnya mengusung calon presiden yang tidak diinginkan segmen utama pemilih partai itu. Itu bisa divonis cukup berat. Berdarah-darah untuk kehilangan dukungan," ungkapnya.
"Sebaliknya partai yang berhasil mendukung presiden yang basis calon presidennya lebih luas, bisa dapatkan efek positif dengan mendapatkan limpahan pemilih berdasarkan pengusungnya terhadap calon presiden," tandas dia.