Strategi 'Minta Balas Budi' Tidak Tepat, Pengamat: Kan Sudah Dapat Wagub DKI

13 Januari 2024 18:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
15
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan) dan Capres nomor urut dua Prabowo Subianto beradu gagasan dalam debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan) dan Capres nomor urut dua Prabowo Subianto beradu gagasan dalam debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Strategi komunikasi menagih balas jasa atau mengangkat utang budi dianggap tidak tepat. Balas jasa sejati, terpenting dan tertinggi serta wajib ditunaikan oleh pemimpin justru adalah kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hal ini ditegaskan oleh Nur Iswan, pengamat kebijakan dan bisnis saat dimintai pandangannya tentang balas jasa politik atau utang budi politik.
“Strategi penagihan balas jasa itu tak tepat. Utang jasa sejati pejabat publik adalah kepada masyarakat maupun seluruh stakeholder yang dipimpinnya. Balas jasa atau balas budi yang wajib dilunasinya adalah dengan melayani dan memimpin sungguh-sungguh, sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Bukan kepada pribadi-pribadi atau kelompok politik tertentu,” tegas Iswan, di Jakarta, Sabtu (13/1).
Momen pertemuan Calon Presiden (Capres) dan Cawapres sebelum Debat Capres Perdana Pemilu 2024 di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/122023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Isu tentang balas jasa politik atau utang budi politik, dalam pengamatan Iswan, muncul akhir-akhir ini dalam konteks kompetisi Pilpres. Ia mengamati, strategi komunikasi ini dipergunakan kubu paslon 02 (Prabowo-Gibran) untuk menyerang paslon 01 (Anies-Imin).
“Kira-kira ilustrasinya begini: Prabowo membangun narasi, Anies tidak pantas bicara etika. Karena Anies tidak tahu membalas budi baik ke Prabowo yang mengusungnya di Pilgub DKI 2017. Jika dicermati lebih jernih, maaf ya, narasi ini tidak tepat,” kata alumni Carleton University, Canada ini.
ADVERTISEMENT
Iswan menjelaskan lebih jauh, pertama, Anies bisa maju jadi Cagub DKI dan kemudian menang Pilgub itu, bukan karena jasa atau budi baik seorang Prabowo saja. Banyak sekali pihak yang berperan dan terlibat.
“Kalau PKS tidak terlibat dan tidak mendukung misalnya, emang Prabowo dan Gerindra bisa? emang Anies-Sandi bisa menang? Belum tokoh masyarakat yang lain, tokoh betawi misalnya. Di atas semua itu, kalau rakyat DKI juga tidak mendukung dan memilih pasangan ini, emang bisa menang gitu?” kata Iswan yang mengamati dari dekat Pilgub DKI 2017.
Suasana perpisahan Sandi dan Anies di Balai Kota, Jakarta, Jumat (10/8/2018). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Makanya, tegas Iswan, lagi-lagi utang Anies terbesar adalah kepada warga DKI. Baik yang memilihnya atau tidak memilihnya. “Dan utang itu sudah dilunasinya selama lima tahun. Mayoritas warga DKI puas dan bangga melihat Jakarta hari ini. Jauh lebih bersih, lebih baik dan lebih tertata,” jelas Iswan.
ADVERTISEMENT
Hal kedua, lanjut Iswan, Gerindra sesungguhya sudah mendapat balas jasa politiknya. Gerindra mendapat jatah wakil gubernur semasa Anies memimpin DKI 2017-2022.
“Ingat ya, coba lihat kilas balik di peta politik DKI ini. Periode 2017-2019, Wakil Gubernur DKI itu Sandiaga Uno. Saat itu, Sandi kan kader Gerindra. Pada saat Sandi mundur karena tergiur maju Cawapres 2019, siapa yang menggantikan? Bukankah Ariza Patria dari Gerindra juga. Mestinya kan dari PKS, bukan? Tapi Anies dan PKS legowo. Berarti lunas!” tegas Iswan sambil senyum.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) dan Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria (kanan) berfoto bersama usai menghadiri Rapat Paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (13/9/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Terakhir, Iswan mengatakan, masyarakat sudah semakin cerdas dalam memilih. Strategi menagih utang budi dan utang jasa yang dilakukan oleh paslon 02 itu sepertinya harus dikaji ulang oleh Prabowo-Gibran dan timsesnya.
ADVERTISEMENT
“Kultur masyarakat kita kurang suka kalau ada orang yang menggembar-gemborkan jasa baiknya. Apalagi itu dilakukan pemimpin. Terlebih lagi dilakukan sambil mengumpat dan memprovokasi rakyatnya. Kurang elok. Lebih baik, komunikasikan saja hal-hal baik yang sudah, sedang, dan akan dilakukan,” ungkap Iswan.
(PNS)