Sepanjang 2018, Ada 163 Kasus Perburuan Harimau Sumatera di Aceh

23 Januari 2019 19:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivis lingkungan Forum Konservasi Leuser (FKL) dan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) memperlihatkan berbagai jerat satwa hasil sitaan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Banda Aceh, Aceh, Rabu (23/1).  (Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis lingkungan Forum Konservasi Leuser (FKL) dan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) memperlihatkan berbagai jerat satwa hasil sitaan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Banda Aceh, Aceh, Rabu (23/1). (Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
ADVERTISEMENT
Tim Ranger Forum Konservasi Leuser (FKL) sepanjang tahun 2018 melakukan patroli di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di kawasan Aceh. Hasilnya, tim menemukan populasi satwa liar Harimau Sumatera di Aceh masih terancam akibat aktivitas pemburu liar.
ADVERTISEMENT
Koordinator Tim Perlindungan Satwa Liar FKL, Dedy Yansyah mengatakan, sepanjang 2018 pihaknya telah melaksanakan kegiatan patroli selama 4.307 kali. Sebanyak 130 orang yang terbagi dalam 26 tim beroperasi di 11 kabupaten/kota di Aceh dalam KEL.
Sepanjang tahun 2018, ranger yang tersebar di dalam KEL kerap menemukan perangkap atau jerat harimau yang dipasang oleh pemburu. Mereka adalah pemburu lokal yang bekerja sama dengan pemburu yang berasal dari luar Aceh.
“Kasus perburuan harimau tinggi di tahun 2018 ini. Dilihat dari banyaknya jerat harimau yang ditemukan oleh teman-teman (ranger) di lapangan,” ujar Dedy usai memaparkan hasil temuan kasus perburuan satwa liar sepanjang 2018 di Banda Aceh, Rabu (23/1).
Aktivis lingkungan Forum Konservasi Leuser (FKL) dan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) memperlihatkan berbagai jerat satwa hasil sitaan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Banda Aceh, Aceh, Rabu (23/1).  (Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis lingkungan Forum Konservasi Leuser (FKL) dan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) memperlihatkan berbagai jerat satwa hasil sitaan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Banda Aceh, Aceh, Rabu (23/1). (Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
Tak hanya jerat yang digunakan untuk memburu harimau, Dedy mengungkapkan tim ranger juga kerap menemukan perangkap kandang yang terbuat dari besi. Di dalam kandang itu diletakkan kambing dan sejenisnya sebagai mangsa.
ADVERTISEMENT
“Biasanya perangkap permanen ini dibuat oleh pemburu. Setiap dua hari sekali mereka mengeceknya termangsa atau tidak. Kasus ini paling banyak ditemukan di wilayah Aceh Selatan, Subulussalam, Aceh Tenggara, dan Aceh Tamiang,” ungkap Dedy.
Meski demikian, Dedy menyebut temuan kasus perburuan secara umum menurun di tahun 2018. “Tahun 2018, FKL menemukan 613 kasus perburuan, menurun dibanding dengan tahun sebelumnya yaitu 729 kasus. Namun, jumlah perangkap atau jerat yang ditemukan sebanyak 834, nilai ini naik dibandingkan tahun lalu sebanyak 814 perangkap,” jelasnya.
Aktivis lingkungan Forum Konservasi Leuser (FKL) dan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) memperlihatkan berbagai jerat satwa hasil sitaan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Banda Aceh, Aceh, Rabu (23/1).  (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis lingkungan Forum Konservasi Leuser (FKL) dan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) memperlihatkan berbagai jerat satwa hasil sitaan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Banda Aceh, Aceh, Rabu (23/1). (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Dedi merincikan temuan jerat atau perangkap sepanjang Januari-Desember 2018 di antaranya 91 perangkap kandang, 11 perangkap lem, 261 erat nilon, 5 jerat bambu, 41 jerat burung, 12 jerat rotan, 230 jerat seling kecil, dan 192 jerat seling sedang/besar.
ADVERTISEMENT
“Klasifikasi jerat berdasarkan jenis satwa liar target perburuan. Untuk jenis (jerat) burung sebanyak 140 perangkap, rusa (kijang atau kambing hutan) 278 perangkap, landak dan mamalia kecil 192 perangkap, dan harimau atau beruang sebanyak 233 berat atau perangkap,” tuturnya.
Tim Ranger FKL mencatat di tahun 2018 mereka menemukan 96 temuan satwa mati, dan 38 pemburu yang kemudian diturunkan. Serta, memusnahkan 176 kamp pemburu.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melakukan identifikasi terhadap kulit harimau Sumatera hasil sitaan dari pemburu di Aceh Selatan. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melakukan identifikasi terhadap kulit harimau Sumatera hasil sitaan dari pemburu di Aceh Selatan. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Kemudian dari 613 kasus perburuan, Dedy mengungkapkan 129 kasus terjadi di Aceh Selatan, Subulussalam, dan Aceh Barat Daya (Abdya). Kemudian disusul Aceh Tenggara 129 kasus, Gayo Lues 60 kasus, Bener Meriah dan Aceh Tengah 35 kasus, Nagan Raya 57 kasus, Aceh Timur 56 kasus, dan Aceh Tamiang 69 kasus.
ADVERTISEMENT
“Tim FKL melakukan pemantauan aktivitas ilegal melalui monitoring dan patroli tim di lapangan. Patroli dan monitoring tersebut dilakukan selama paling kurang 15 hari setiap bulannya,” tutup Dedy.