Sempat Bercita-cita Jadi Kasir, Guru di Yogya Ini Lulus S2 dengan IPK 4

30 November 2021 11:23 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dita Ardwiyanti (25) dulu bercita-cita menjadi kasir, kini raih S2 dengan IPK sempurna di UNY. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dita Ardwiyanti (25) dulu bercita-cita menjadi kasir, kini raih S2 dengan IPK sempurna di UNY. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dita Ardwiyanti (25) tak pernah membayangkan dirinya bisa meraih gelar magister (S2) dengan IPK sempurna, 4,0. Dulu, perempuan kelahiran Pontianak ini hanya ingin menjadi kasir. Ia berharap dengan pekerjaan itu, bisa membantu perekonomian keluarganya.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, nasib Dita berubah. Berkat ketekunan, keuletan, dan semangat, ia kemudian menjadi guru di SDIT Salsabila 4 yang terletak di Sumberagung, Kecamatan Jetis, Kabupaten, Bantul, Yogyakarta. Karier ini membuka jalan untuk menempuh S2.
"Saat itu saya cuma mimpi jadi kasir ya karena megang uang. Kan gaji UMR jadi bisa membantu orang tua," kata Dita kepada kumparan saat ditemui di tempat kerjanya, Senin (29/11).
Dita Ardwiyanti (25) dulu bercita-cita menjadi kasir, kini raih S2 dengan IPK sempurna di UNY. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Dita hijrah ke Yogyakarta setelah lulus dari SMP di Kabupaten Kubu Raya, Kalimatan Barat. Gurunya menganjurkan agar ia melanjutkan ke SMA karena ia meraih nilai UN tertinggi di kabupaten tersebut.
Selain itu, guru Dita juga menyarankan agar ia pindah ke Yogyakarta. Saran itu ia sanggupi karena ayah Dita merupakan asli Bantul dan bekerja di kabupaten itu. Sementara itu, ibunya tetap tinggal di Kalimantan.
ADVERTISEMENT
"Ayah saya di sini di Bantul ini saya dan adik di sana. Balik di Bantul kan banyak universitas ternama di Indonesia ada di Yogyakarta," imbuhnya.

Kuliah dengan beasiswa

Dita kemudian melanjutkan sekolah di SMA N 2 Bantul. Setelah lulus, ia diarahkan oleh gurunya untuk mendaftar ke kampus dengan beasiswa BidikMisi dari Kemendikbud jalur keluarga pra sejahtera.
"S1 saya beasiswa juga Bidik Misi karena saya bukan dari keluarga yang kaya raya, bapak saya punya bengkel las di rumah ibu saya juga rumah tangga biasa," kenangnya.
Ia mengambil jurusan IPA FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta untuk jenjang sarjana. Setelah kuliah dari 2013-2017, ia lulus dengan IPK 3,89. Setelah lulus, ia mengajar di SIDT Salsabila 4.
ADVERTISEMENT
Setelah bekerja sebagai guru selama dua tahun, ia kemudian lanjut ke jenjang magister dengan beasiswa dari LPDP pada 2019.
Ilustrasi beasiswa. Foto: Shutter Stock
"Selanjutnya H-1 saya cari syarat termasuk TOEFL, yang horor itu kan TOEFL. Nah, alhamdulillah lolos. Kemudian saya masuk S2," ujarnya.
Ketika diterima S2, Dita kemudian menghadap kepala sekolah untuk mengundurkan diri agar konsentrasinya tidak terpecah dan anak didiknya tak terabaikan. Namun saat itu, kepala sekolah melarangnya keluar. Dia diberikan izin untuk cuti saja.
"Tapi tidak boleh resign. Cuti dengan gaji pokoknya masih dengan beberapa kewajiban masih tapi silakan lanjutkan pendidikannya. Saya tugas belajar 1,5 tahun, awalnya minta 2 tahun menyelesaikan S2-nya," katanya.

Sempat terkena corona

Pendidikan S2 ini sebenarnya bisa diselesaikan lebih cepat, akan tetapi musibah COVID-19 datang. Pada Juli 2020 dia dan keluarganya positif corona. Dita pun fokus untuk pemulihan keluarganya sehingga lulus di bulan November 2021 ini.
ADVERTISEMENT
"Kami keluarga penyintas COVID-19, orang tua saya gejala berat dan harus merawat orang tua saya selama satu bulan penuh," katanya.

Tips studi dari Dita

Lalu apa kunci Dita mendapat nilai sempurna? Dita mengaku dirinya perfeksionis. Semisal mengetik saja, di selalu mengecek tipo berulang kali. Selain itu, karena dirinya mendapat beasiswa dia selalu merasa terpacu.
"Apalagi penyandang beasiswa dapat stigma keren nih, jadi seperti tuntutan. Masak anak LPDP kok hanya begitu, itu juga yang membakar semangat kami untuk lebih dari yang lainnya," katanya.
Dita mengaku mempunyai cita-cita sebagai dosen. Akan tetapi dia pun mengaku menikmati pekerjaannya sekarang sebagai guru SD.
Ilustrasi kuliah bisnis Foto: Akson/unsplash
"Saya harusnya kalau S1 jurusannya mengajar di SMP, bukan jurusan di SD. Tapi lowongan dapatnya SD ya sudahlah. Dan saat ini S2 mengajari murid SD ya sudah realitasnya seperti itu. Tapi bukan saya tidak visioner lho, saya ingin jadi dosen tapi di waktu yang tepat," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dia pun menitip pesan kepada generasi muda lainnya. Memang ekonomi orang tua yang baik akan memberikan kemudahan. Namun bukan berarti, anak dari keluarga sederhana tidak bisa menggapai cita-cita yang sama. Kuncinya adalah kemauan.
"Bahwa ekonomi memang jadi privilege orang tertentu memang iya, tapi jangan jadikan itu penghalang. Kalian bisa menginspirasi dengan kemauan, saya cuma punya kemauan tidak punya uang," pungkasnya.