Saktinya RUU Perampasan Aset & Pembatasan Uang Kartal, Koruptor Bisa Ketar-ketir

18 April 2024 12:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset sakti sekali. Setidaknya menurut ahli hukum pidana UGM, Fathillah Akbar, RUU ini harus segera disahkan.
ADVERTISEMENT
RUU tersebut bisa dibilang 'tersendat' untuk disahkan. Sebab, drafnya sudah diteken oleh Menko Polhukam Mahfud MD hingga pejabat terkait sejak April 2023 lalu. Namun hingga saat ini belum juga kunjung disahkan oleh DPR RI.
Presiden Jokowi bahkan menyinggung soal pentingnya RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk segera disahkan. Hingga saat ini, kedua RUU itu masih dibahas di DPR.
"RUU Perampasan Aset sangat urgen dengan banyak alasan," kata Fatahillah kepada wartawan, Kamis (18/4).
Alasan pertama, UU Korupsi dan Pencucian Uang masih harus membuktikan bersalahnya seseorang. Sedangkan Perampasan Aset fokus pada harta, bukan pemidanaan.
Kedua, banyak kasus-kasus tidak jalan karena tidak ada orangnya, padahal ada target asetnya yang harus disita.
ADVERTISEMENT
Ketiga, konsep harta yang tidak dapat dijelaskan (unexplained wealth) dikenalkan dalam RUU tersebut.
"Kalau disahkan semua pejabat akan hati-hati dengan asetnya dan melaporkan secara sah asetnya. Bisa mengurangi Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)," kata Fatahillah.
Pengamat hukum pidana UGM, Fatahillah Akbar. Foto: Twitter/@mfatahilahakbar
Dia menjelaskan, dengan RUU Perampasan Aset ini, Aparat Penegak Hukum (APH) bisa menggunakannya untuk menyita aset tertentu tanpa harus melalui proses pidana. "Bisa jadi alat bukti di kemudian hari untuk perkara pidana," ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, semua aset dari koruptor akan dirampas jika tidak bisa dijelaskan asal usulnya. RUU ini juga bisa melacak aset lebih detail.

RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Tak Kalah Penting

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, juga bicara pentingnya RUU Perampasan Aset dalam segi penindakan.
ADVERTISEMENT
"Itu (RUU Perampasan Aset) kan lebih ke aspek penindakan ya. Jadi kan merampas sesuatu yang non-yudisial pun bisa. Merampas. Itu lebih penindakan," kata Pahala, Kamis (18/4).
Namun tak kalah penting, juga terkait RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Menurut Pahala, RUU ini bisa melengkapi dari segi pencegahan.
"Kalau sudah penindakan sih, ya penindakan lah gitu kan. Walaupun pun itu masih macet di DPR segala macam tapi maksudnya seharusnya dia dimajukan bareng-bareng (RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal)," kata dia.
Pahala mencontohkan, dalam pembatasan transaksi uang kartal tersebut, bisa menjadi alat pencegahan korupsi yang efektif. Sebab, penarikan uang tunai dibatasi.
"Pembatasan transaksi kartal yang Rp 100 juta, jadi lu enggak boleh ambil duit dari Bank lebih dari Rp 100 juta sehari. Itu dari sisi pencegahan sangat efektif. Karena 15 negara Eropa membatasi itu, pembatasan kartal itu, penarikan uang tunai itu dibatasi di 15 negara Eropa," kata dia.
Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan memberikan keterangan kepada wartawan di ruang konferensi pers KPK, Jakarta pada Rabu 1 Maret 2023. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Jadi kalau mau beli rumah, bayar semiliar itu enggak bisa tunai. Harus transfer. kalau sekarang kan masih bisa orang tunai ke mana-mana karena narik duit dari banknya juga enggak dibatasin. Berapa pun bisa," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Pahala sejatinya ingin dua RUU tersebut dimajukan dan segera disahkan. Lantas apa dampak yang paling terasa jika dua RUU tersebut disahkan?
"Kalau pembatasan itu lebih ke pencegahan. Kalau dibatasin transaksi tunai terpaksa semuanya masuk ke sistem perbankan, terpaksa, dia masuk ke sistem perbankan maka pajak yang mengambil keuntungan yang pertama karena enggak bisa lagi nyembunyiin penghasilan," kata Pahala.
"Yang kedua, TPPU pencucian uang, sudah makin susah karena enggak bisa lagi saya ngasih duit tunai ke katakanlah pembantu saya suruh beli rumah atas nama dia dulu, enggak bisa lagi. Semua harus masuk perbankan. Nah jadi saya bilang, kalau perampasan lebih penindakan tapi kalo pembatasan yang Rp 100 juta itu ke pencegahan, yang untung satu pencegahan korupsi, dua menaikkan tax ratio, yang ketiga membuat sulit untuk pidana pencucian uang. Jadi lebih sulit karena enggak bisa tunai," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Dia menilai, dua RUU ini sangat bisa memberantas korupsi jika segera disahkan.
"Bisa (berantas korupsi), meningkatkan pendapatan pajak bisa. Sudah gitu, mencegah pidana pencucian uang. Itu bisa banget. Makanya saya bilang kenapa hanya satu yang dimajuin. Yang pembatasan Rp 100 juta kartal sudah 10 tahun yang lalu, naskah akademiknya sudah jadi di PPATK. Sudah jadi. Enggak ngerti kenapa enggak dimaju-majuin," pungkasnya.