Riset di Brasil: Ivermectin Gagal Atasi COVID-19, Sekadar Obat Cacing

3 April 2022 10:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi IVERMECTIN, obat cacingan yang disebut-sebut efektif mengatasi COVID-19.
 Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi IVERMECTIN, obat cacingan yang disebut-sebut efektif mengatasi COVID-19. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di awal Pandemi tahun 2020, muncul rumor mengenai dua metode terapi untuk penyembuhan infeksi COVID-19 yaitu ivermectin dan plasma konvalesen. Ada jurnal terbaru terkait keduanya.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, Minggu (3/4), dalam uji coba yang diterbitkan The New England Journal of Medicine akhirnya terjawab mengenai dua penyembuhan tersebut.
Hasilnya adalah obat antiparasit atau obat cacing ivermectin gagal untuk menyembuhkan pasien COVID-19, sedangkan plasma darah konvalesen berhasil.
Penelitian ini dilakukan di Brasil dengan 3.515 pasien gejala COVID-19 selama seminggu atau kurang secara acak ditugaskan untuk menerima ivermectin sekali sehari selama tiga hari.
Para peneliti melaporkan, empat minggu kemudian, ivermectin gagal menjadikan tingkat rawat inap lebih rendah atau berkurang.
Kemudian, para dokter atau tenaga kesehatan mengingatkan kepada orang-orang antivaksin agar tidak menggunakan obat ivermectin untuk mengobati COVID-19.
Tentang Plasma Konvalesen
Sementara itu, para peneliti AS mendaftarkan lebih dari 1.000 orang dewasa yang sebagian besar tidak divaksinasi dalam waktu delapan hari sejak timbulnya gejala COVID-19 dalam uji coba plasma konvalesen.
ADVERTISEMENT
Setengah dari peserta secara acak ditugaskan untuk menerima transfusi plasma konvalesen.
Empat minggu kemudian, 2,9% dari mereka yang menerima plasma dirawat di rumah sakit karena COVID-19, dibandingkan dengan 6,3% dari mereka yang tidak menerimanya.
Setelah memperhitungkan faktor risiko, kata para peneliti bahwa pengobatan ini mengurangi risiko rawat inap sebesar 54%.
"Plasma konvalesen COVID-19 tersedia di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, tidak memiliki batasan paten, dan relatif murah untuk diproduksi ... (dan mungkin) kurang rentan terhadap munculnya resistensi antibodi," ujar mereka.