news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Remaja 14 Tahun Diperkosa Sepupu dan Melahirkan, Kemudian Diperkosa Mertua

29 Juni 2020 10:43 WIB
Ilustrasi perkosaan anak. Foto: REUTERS/Cathal McNaughton
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perkosaan anak. Foto: REUTERS/Cathal McNaughton
ADVERTISEMENT
Pilu hati remaja perempuan berusia 14 tahun di kota Denpasar, Bali tak bisa diungkapkan dengan kata. Dia ditelantarkan bapaknya dan jadi korban perkosaan oleh anak-bapak yang merupakan sepupu dan paman dari keluarga bapaknya.
ADVERTISEMENT
Dari aksi bejat sepupunya, korban melahirkan seorang bayi laki-laki dengan berat 3,5 kg Maret 2020 lalu. Sebulan melahirkan, pamannya melakukan perbuatan yang sama. Korban putus sekolah karena kasus ini.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar, Bali, Luh Putu Anggraeni, mengatakan kasus ini bermula sekitar tahun 2019 lalu, korban terpaksa tinggal bersama dua adiknya di rumah keluarga milik orang tua sang bapak. Di rumah itu, keluarga sang paman juga ikut bermukim.
Sang bapak meninggalkan korban demi hidup bersama istri ketiganya ke Jawa. Padahal, sang bapak sudah memiliki dua istri. Dari istri pertama sang bapak memiliki 5 orang anak. Sementara itu, ibu korban, yang merupakan istri kedua bapak, membiayai 8 anak. Ibunya bekerja sebagai asisten rumah tangga.
ADVERTISEMENT
"Nasib keluarga anak ini memprihatinkan, pelaku adalah keluarga ayah, dan ayah menelantarkan anak-anaknya karena punya istri yang ketiga. Kejadian ini saat ayahnya pergi ke Jawa telantarkan anak-anaknya yang dipisah (oleh keluarga ayah) dengan ibunya," kata Anggraeni saat dihubungi, Senin (29/6).
Usai melahirkan dengan dibantu Ibu sepupunya di rumah, korban tak diperkenankan merawat bayinya. Sang bayi dirawat mertuanya. Dia lalu dinikahkan secara adat dengan sepupunya.
Rabu (23/6) sekitar pukul 03.00 WITA, paman sekaligus mertuanya mendatangi kamar korban dan melakukan aksi bejatnya. Korban sempat meronta dan melawan tapi tetap tak punya kuasa melawan paman yang diduga merupakan tokoh agama.
Kasus ini terungkap karena korban curhat kepada konselornya di sebuah puskesmas karena sangat terpukul. Dia trauma. Dia sehari-hari hanya duduk termenung di sebuah rumah aman untuk memulihkan dirinya.
ADVERTISEMENT
"Dampaknya anak ini selaku takut, bengong, dan marah. Dia tidak tahan dan curhat dan puskesmas mengadukan kasus ini kepada kami," imbuh Anggraeni.
Anggraeni menuturkan butuh waktu lama bagi korban dan ibunya untuk melaporkan kasus ini ke polisi. Ibunya takut dia semakin trauma saat diinterogasi polisi kasus ini. Ibu korban tak yakin keluarga bisa mendapatkan perlindungan karena pelaku adalah tokoh agama.
"Ibunya khawatir anaknya bisa gila karena ditanya-tanya terus soal kejadiannya," imbuh Anggraeni.
Setelah diskusi panjang, korban dan ibunya berani melaporkan kasus ini ke Polresta Denpasar. Laporan ini diterima dengan LP-B/382/VI/2020/BALI/RESTA DPS tertanggal 29 Juni 2020.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.
ADVERTISEMENT