Refleksi HUT ke-76 RI Pimpinan DPD: Kritikan Penanganan Pandemi Perlu Didengar

17 Agustus 2021 10:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasien dirawat di teras gedung Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura, Papua, Jumat (16/7/2021). Foto: Indrayadi TH/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pasien dirawat di teras gedung Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura, Papua, Jumat (16/7/2021). Foto: Indrayadi TH/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Ketua DPD RI Mahyudin memiliki sebuah refleksi menyikapi HUT ke-76 Republik Indonesia. Ia menyoroti upaya pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Lahirnya UU No 2 Tahun 2020 yang memberi ruang bagi pemerintah untuk dapat mengubah postur APBN melalui refocussing anggaran untuk mendukung kebijakan yang dapat dengan cepat berganti dan sangat dinamis sesuai dengan kondisi dan eskalasi penyebaran COVID-19, perlu dicatat pilihan-pilihan kebijakan yang diambil itu cukup sulit," kata Mahyudin, Selasa (17/8).
Ia menyebut di tengah kerja keras pemerintah mencegah dan menghambat laju penyebaran COVID-19 dengan memobilisasi segala potensi yang dimiliki, tidak luput dari kritikan, masukan, saran dan pendapat dari berbagai kalangan yang saling bersahutan bagai katak di musim hujan.
"Tentunya semua itu perlu didengar dan diperhatikan sebagai masukan untuk perbaikan kebijakan selanjutnya," tutur Mahyudin.
Mahyudin Foto: Aria Pradana/kumparan
Di sisi lain, Mahyudin menuturkan, ada juga sebagian pihak memanfaatkan keadaan tersebut dengan menimbun dan memperdagangkan berbagai kebutuhan penanganan COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Penjualan masker, tabung oksigen dan obat-obatan dengan harga yang tidak terkendali dan mengutak-atik harga peti mati untuk pemulasaran jenazah korban COVID-19," beber eks politikus Golkar ini.
Lebih lanjut, yang lebih ironi, lanjut Mahyudin, di tengah keadaan negara yang sulit, pejabat negara setingkat menteri menjadi terdakwa atas dugaan korupsi bantuan sosial untuk masyarakat.
"Di titik inilah kenangan dan kisah heroik 76 tahun yang lalu itu kembali hadir, bangsa ini pernah terperangkap dalam kubangan penjajahan demikian lama. Kesadaran akan senasib sepenanggungan memberi energi besar lahirnya jiwa patriot, kebersamaan dan kegotongroyongan menjadi senjata ampuh dalam memobilisasi segenap potensi untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan itu," urai Mahyudin.
Ia mengajak semua pihak merenung, gotong royong itu, lahir dari rahim ibu pertiwi tumbuh dan berkembang secara alamiah dalam masyarakat, gotong royong adalah intisarinya Pancasila, yang seringkali diucapkan dan perdengarkan sebagai warisan luhur bangsa.
ADVERTISEMENT
"Masihkah ada gotong royong itu? karena seharusnya dalam perkara inilah kita saling menguatkan, bergandengan tangan, melangkah bersama, berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing. Dalam urusan ini pula seharusnya rasa empati dan kasih pada sesama dipertaruhkan," pungkas Mahyudin.
Diketahui, sudah dua kali peringatan kemerdekaan Indonesia dalam suasana pandemi COVID-19 sejak kasus COVID-19 pertama ditemukan Awal Maret 2020. Hingga kini, PPKM Level 4 masih diberlakukan imbas masih tingginya kasus COVID-19 di Pulau Jawa-Bali.