Rabithah Alawiyah Imbau Menag Tobat soal Analogikan Azan-Gonggongan Anjing

26 Februari 2022 14:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas di DPR. Foto: Kemenag RI
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas di DPR. Foto: Kemenag RI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menganalogikan suara azan dengan gonggongan anjing masih menuai kritik. Kali ini datang dari Rabithah Alawiyah, yang menilai analogi tersebut sangat tidak pantas dan menciderai perasaan umat Islam.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Rabithah Alawiyah, Taufiq bin Abdulqadir Assegaf, menilai Yaqut sebagai seorang menteri agama seharusnya mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menenangkan hati semua umat beragama.
"Analogi yang disampaikan tidak relevan. Azan termasuk syiar Agama Islam yang dikumandangkan untuk memanggil orang salat. Islam menempatkan azan dalam kedudukan yang tinggi sehingga dianjurkan untuk dibaca pula dalam berbagai keadaan," kata Taufiq dalam keterangannya, Sabtu (26/2).
Taufiq mengatakan, azan biasanya dianjurkan untuk dibaca saat mengazani anak yang baru lahir; musafir yang hendak bepergian; di telinga orang yang sedih, marah, karena serangan jin; di telinga mayat sebelum dikuburkan menurut sebagian ulama dan dalam berbagai kesempatan lainnya.
Dia melanjutkan, azan mengandung zikir-zikir yang kandungannya merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi yang merenungkannya. Sehingga Nabi menganjurkan umat untuk menyimak dan mengulangi suara azan serta berdoa dan berselawat setelahnya.
ADVERTISEMENT
"Ini semua menujukkan kemuliaan azan dalam Islam. Maka bagaimana bisa suara azan dianalogikan dengan suara anjing yang kita dianjurkan untuk berlindung kepada Allah saat mendengarnya," kata Taufiq.
Taufiq mengatakan, jika terdapat non-muslim yang terganggu dengan suara azan maka itu bisa diatasi dengan menurunkan volume azan, namun dengan mempertimbangkan kewajaran. Dalam artian seperti di daerah mayoritas non-muslim atau di tempat-tempat yang harus jauh dari suara keras.
Dia mencontohkan, sebagaimana orang yang tinggal di dekat bandara, rel kereta api, terminal, pabrik atau jalan raya harus siap mendengar suara bising pesawat, kendaraan serta mesin yang umumnya lebih tinggi dari suara azan setiap hari.
Demikian pula dengan minoritas non-muslim yang tinggal di tengah umat Islam atau minoritas muslim yang tinggal di tengah mayoritas non-muslim, Taufiq menilai haruslah siap dan menyesuaikan diri mendengar lantunan azan atau lantunan doa dan pemujaan agama lain setiap hari.
ADVERTISEMENT
"Ini semua adalah kewajaran yang tidak bisa dihindari, yang justru akan menimbulkan gesekan apabila dibatasi," sambung dia.
Taufiq meyakini pernyataan Yaqut selaku menteri agama tidak bermaksud untuk menyakiti siapa pun. Namun pihaknya mengimbau kepada Yaqut untuk melakukan sejumlah hal. Salah satunya bertobat kepada Allah.
Berikut imbauan dari Rabithah Alawiyah:
Massa di Medan berunjuk rasa membawa poster satire yang berisi kecaman ke Gus Yaqut, Jumat (25/2/2022). Foto: Dok. Istimewa
Penjelasan Kemenag
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag, Thobib Al Asyhar, menegaskan bahwa Menag Yaqut sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing.
ADVERTISEMENT
Ia menilai, pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut sangat tidak tepat.
“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” kata Thobib Al-Asyhar dalam keterangannya, Kamis (24/2).
Menurut Thobib, saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala dalam kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Gus Yaqut menjelaskan dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi.
Oleh sebab itu, diperlukan pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik. Termasuk, kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman harus diatur.
Thobin menegaskan, Menag tidak melarang masjid atau musala menggunakan pengeras suara saat azan. Sebab, itu memang bagian dari syiar agama Islam. Edaran yang diterbitkan hanya mengatur antara lain volume suara agar maksimal 100 dB (desibel).
ADVERTISEMENT
Selain itu, mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
"Jadi yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan," tegasnya.