Pukat UGM: Kasus Suap 2 Hakim Agung Tunjukkan Ada Kerusakan Sistemik di MA

11 November 2022 12:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah tersangka baru telah ditetapkan KPK dalam kasus suap Hakim Agung Sudrajat Dimyati. Salah satu tersangka baru itu juga merupakan hakim agung di Mahkamah Agung (MA).
ADVERTISEMENT
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi atau Pukat UGM Zaenur Rohman menilai kasus suap yang menyeret hakim agung ini menunjukkan bahwa ada masalah sistemik di tubuh MA.
"Ini menunjukkan bahwa ada permasalahan sistemik di tubuh Mahkamah Agung, ini tidak boleh dilokalisir menjadi persoalan oknum, hanya persoalan pribadi, tidak. Ini persoalan sistemik judicial corruption, korupsi peradilan," kata Zaenur dikonfirmasi, Jumat (11/11).
Zaenur mengatakan bahwa jual beli perkara itu dilakukan secara berjejaring di internal MA. Bahkan turut melibatkan PNS di MA.
"Jual beli perkara yang itu ternyata dilakukan secara berjejaring di internal Mahkamah Agung melalui diorganisir oleh para pegawai PNS di Mahkamah Agung di berbagai jenjang, bahkan dari jenjang tingkat bahwa sampai kemudian diterima di level hakim agung," katanya.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan PNS seperti ini menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan yang sistemik. Maka, pendekatan yang dilakukan juga harus sistemik. Tak boleh, kasus ini hanya dianggap sebagai perbuatan pribadi para pelaku.
"Tidak bisa ini hanya dianggap sebagai satu perbuatan pribadi dari para pelaku, tidak. Ini kegagalan pengawasan, kegagalan pembinaan, ini satu kebiasaan yang saya yakin sudah berlangsung lama, sudah berlangsung bertahun-tahun, ini bisa jadi adalah fenomena puncak gunung es, yang juga mungkin bukan hanya di tingkat Mahkamah Agung saja ya tapi peradilan di bawahnya," tegasnya.
"Kita pernah mendengar, kita tahu ada kasus-kasus hakim di tingkat PN (pengadilan negeri), di tingkat PT (pengadilan tinggi) yang ditangani oleh KPK. Jadi memang ini menurut saya institusi peradilan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya itu mengalami situasi kronis yang belum sembuh dari penyakit korupsi. Jadi pembaruan peradilan yang selama ini digaungkan itu ternyata belum mampu mengubah budaya kerja yang terbiasa menerima uang suap di Mahkamah Agung," katanya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya hal yang perlu dilakukan adalah KPK harus mengusut secara tuntas. Termasuk pula mengusut perkara-perkara lain. Kemudian PPATK juga harus mengecek aliran dana seperti apa.
"Juga KPK bisa mengecek kekayaan LHKP para hakim agung ini juga dengan dibandingkan dengan kekayaan riilnya. KPK bisa dari arah situ juga untuk mengecek kemungkinan mereka memperoleh penghasilan yang tidak wajar," katanya.
Selain itu, KPK perlu membuat pengaduan seluas-luasnya kepada publik. Apabila ada seseorang yang pernah mengalami kasus yang mencurigakan maka bisa melapor.
"Kasusnya itu berbalik 180 derajat dari logika, itu kemungkinan bisa juga terjadi karena adanya suap, gitu, ya," ujarnya.