Pinangki Bebas Berkat Remisi dan PB, Apakah Pemerintah Serius Berantas Korupsi?

7 September 2022 14:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
Pinangki Sirna Malasari. Foto: Instagram/@pinangkit
zoom-in-whitePerbesar
Pinangki Sirna Malasari. Foto: Instagram/@pinangkit
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bebasnya mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari Lapas Tangerang masih menjadi sorotan. Keseriusan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi pun dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
Pinangki ialah napi yang divonis 4 tahun penjara. Namun berkat remisi dan Pembebasan Bersyarat (PB) yang diterimanya, Pinangki bisa bebas lebih awal pada September 2022 atau baru menjalani penahanan selama 2 tahun 1 bulan.
Pinangki ditahan sejak Agustus 2020. Bila dihitung murni vonis 4 tahun penjara, ia baru bebas pada Agustus 2024.
Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo sungguh menyayangkan keputusan pembebasan bersyarat yang diambil pihak Lapas terhadap Pinangki. Keputusan itu bahkan dinilainya sebagai bentuk tak seriusnya pemerintah dalam memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi.
”Tentu kita sebagai masyarakat yang punya akal sehat terenyuh ketika ada seorang Jaksa misalnya Pinangki yang terlibat dalam perkara besar di Kejaksaan Agung, baru dua tahun kemudian sudah menghirup udara bebas. Nah ini pertanyaannya kita serius enggak, kita serius memberantas korupsi?” ujar Adnan dalam diskusi Populi Center dengan Tajuk Masa Depan Pemberantasan Korupsi: Evaluasi Desain Kelembagaan Pemberantasan Korupsi di Indonesia yang ditayangkan di Kanal YouTube Populi Center, Rabu (7/9).
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, Foto: Antara/Reno Esnir
Kondisi ini bahkan dianggap Adnan sebagai bentuk normalisasi dalam urusan pemberantasan korupsi. Padahal sejumlah aparat penegak hukum seperti KPK, Kepolisian, hingga Kejaksaan telah berupaya mengganjar pelaku rasuah dengan hukuman berat.
ADVERTISEMENT
Namun hal itu seringkali gugur baik pada proses penuntutan di persidangan maupun dalam proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), di mana para napi acapkali menerima pengurangan masa hukuman hingga memperoleh status bebas bersyarat.
”Yang harus kita lihat adalah fenomena terakhir sejak 2019 saya menyebutnya sebagai normalisasi penanganan perkara korupsi di Indonesia. Kenapa disebut normalisasi? karena dari upaya-upaya yang cukup keras yang pernah dilakukan oleh lembaga penegak hukum khususnya KPK itu sekarang justru mengalami setback,” ucap Adnan.
”Ada pemberian remisi yang itu tentu dari akal sehat kita sebagai masyarakat melihat bahwa korupsi sebenarnya merupakan kejahatan yang serius, kejahatan kerah putih, kejahatan karena jabatan, itu kemudian dianggap sebagai sebuah kejahatan yang biasa,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Karenanya dengan makin seringnya pengurangan masa hukuman terhadap para napi korupsi, menurut Adnan, sudah jadi bukti di mana pemerintah tak lagi serius dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi yang mereka lakukan.
”Jika kebijakan yang ada hari ini itu terlihat secara telanjang merupakan bagian dari upaya normalisasi terhadap korupsi maka pemerintah sebenarnya juga sudah tidak memiliki legitimasi untuk mengatakan bahwa mereka serius untuk memberantas korupsi,” kata Adnan.
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Pinangki merupakan mantan jaksa yang terlibat dalam kasus korupsi dan pencucian uang. Mulai dari terima suap USD 500 ribu dari buronan Djoko Tjandra; pencucian uang USD 444.900 atau sekitar Rp 6.219.380.900; hingga pemufakatan jahat menyuap pejabat Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung.
Dalam proses peradilan, meski perbuatannya berlapis, Pinangki hanya dituntut 4 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum. Padahal, ancaman maksimal bisa mencapai 20 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Pinangki jauh lebih berat dibanding tuntutan, yakni 10 tahun penjara. Belakangan Pengadilan Tinggi DKI justru memotong hukuman Pinangki itu sebanyak 6 tahun penjara.
Alhasil, hukuman Pinangki menjadi 4 tahun penjara. Sama seperti keinginan jaksa. Sehingga, jaksa tidak mengajukan kasasi yang membuat perkara berkekuatan hukum tetap.
Adapun terkait perjalanan hukumannya, Pinangki sudah ditahan sejak 11 Agustus 2020. Artinya sudah lebih dari dua tahun dia mendekam di balik jeruji besi. Dia diperkirakan baru akan bebas murni pada Agustus 2024.
Terkait pembebasan itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Banten, Masjuno, menyatakan bahwa napi yang mendapat Pembebasan Bersyarat pada hari ini sudah memenuhi syarat. Salah satunya ialah sudah menjalani 2/3 masa pidana.
ADVERTISEMENT
"Mereka telah memenuhi syarat, lalu yang pasti sudah lebih dari setengah dan mencapai 2/3 masa hukuman penjara, serta berkelakuan baik," ujar Masjuno.
Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti membenarkan soal adanya pemberian remisi terhadap Pinangki. Total remisi yang diberikan ialah 7 bulan.
"Bebas murni 18 Desember 2023," kata Rika saat dikonfirmasi.
Dengan adanya remisi itu, Pinangki menjadi bisa bebas lebih awal karena menerima Pembebasan Bersyarat per 6 September 2022.