Peran Kampus yang Tak Bisa Dilepaskan dari Dunia Politik

12 Januari 2019 14:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi 'Prespektif Indonesia' di The Atjeh Connection, Sarinah. (Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi 'Prespektif Indonesia' di The Atjeh Connection, Sarinah. (Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lingkungan kampus kini seakan tersingkir dalam perhelatan politik nasional dengan munculnya aturan debat Pilpres 2019 tak boleh di kampus. Menurut Peneliti Senior Populi Center Afrimadona, kampus seharusnya ikut serta dalam berbagai dinamika politik.
ADVERTISEMENT
Sebab, ia mengutarakan, kampus tak memiliki kepentingan politik. Malahan kampus dinilainya tempat para akademisi mengkaji, mengkitik hingga mengingatkan janji maupun kebijakan para politikus.
“Dunia kampus yang tidak punya kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, itu dia mengkritik disitu. Ketika politisi menjanjikan ini dan itu, dunia kampus melahirkan visibility (pandangan) tentang kemungkinan janji tersebut. Mungkin atau tidak dilakukan? logis atau tidak?” ucap Afrimadona dalam acara bertajuk 'Kampus dan Pilpres 2019' di gedung Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada Sabtu (12/1).
Afrimadona menerangkan, pemikiran akademisi mampu menantang kembali visi dan misi capres dan cawapres kelak. Ia setuju debat capres dan cawapres berada dalam lingkup kampus. Akademisi yang bebas nilai akan mampu mengingatkan kembali apa yang lebih, dan apa yang kurang dari yang ditawarkan dari kontestan pilpres.
ADVERTISEMENT
“Saya setuju juga dengan usulan kedua calon. Perdebatan itu di kampus, di mana ide bisa diperdebatkan dan di-challenge. Dan itu tugas orang kampus yang mengingatkan,” kata Afrimadona.
Ilustrasi Partai Peserta Pemilu (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Partai Peserta Pemilu (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Sementara itu, mantan Komisioner KPU dan peneliti LIPI Sri Nuryati tak mempermasalahkan larangan debat di dalam kampus. Namun sebagai gantinya, debat sebaiknya digeser lokasinya yang dapat dihadiri para akademisi.
“Kalau taat asas, kita harus menggeser lokasinya. Kampus bukan bangunan, tapi kita bisa lakukan di coworking space, tapi fungsi untuk edukasi masyarakat tetep jalan,” ujar Sri dalam diskusi yang sama.
Sri menjelaskan bahwa dunia kampus sebagai pengkritik massa bisa melahirkan calon pemilih menjadi rational voters (pemilih rasional). Artinya, masyarakat akan melihat para kontestan dari visi misi bukan dari rentang fisik.
ADVERTISEMENT
“Pihak akademisi bisa melahirkan rational voters, harus menarik, harus seksi, menggembirakan, dan substantif,” tutup Sri.
Diskusi tersebut menghadirkan pula dua perwakilan dari kontestan pilpres 2019, Dahnil Anzar Simanjuntak selaku koordinator juru bicara BPN Prabowo - Sandi dan Zuhairi Misrawi selaku juru bicara TKN Jokowi - Ma’ruf Amin. Keduanya memiliki latar belakang lingkungan aktivis mahasiswa, sebelum terjun ke dunia politik.