Penjelasan Puskesmas Kedungdung soal Kepala Bayi Tertinggal di Rahim Ibu

14 Maret 2024 0:21 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kaki bayi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kaki bayi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Puskesmas Kedungdung, Bangkalan, Jawa Timur, buka suara soal kasus kepala bayi yang putus dan tertinggal dalam rahim ibunya, Mukarromah (25), saat proses persalinan.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum Puskesmas Kedungdung, Risang Bima Wijaya, menyebut awalnya Mukarromah yang sebelumnya pernah keguguran rutin kontrol ke bidan desa. Apalagi, kata Risang, Mukarromah punya riwayat penyakit kusta atau lepra.
Hingga pada Januari 2024, bidan desa menyatakan janin yang dikandung Mukarromah tidak berkembang dan sudah meninggal dunia. Namun Mukarromah tetap yakin calon bayinya masih hidup.
"Sudah dicurigai detak jantungnya sudah tidak ada, tapi Bu Mukarromah ini tetap ngotot bahwa [bayi] itu masih hidup, aman," jelas Risang kepada kumparan, Rabu (13/3).
Pada Februari 2024, Mukarromah kembali memeriksakan kandungannya ke bidan desa. Calon bayinya tetap dinyatakan henti jantung sehingga oleh bidan desa dibuatkan rujukan ke puskesmas.
"Dalam rujukan tertulis jelas, IUFD (Intrauterine Fetal Death), kematian janin dalam kandungan," jelas Risang.
ADVERTISEMENT
Saat dirawat di Puskesmas Kedungdung, Mukarromah meminta agar dirujuk ke RSUD Syarifah Ambani Rato Ebu, Bangkalan, pada Senin (4/3) sekitar pukul 03.00 WIB. Pihak puskesmas pun mencoba menghubungi rumah sakit yang dimaksud, namun tak mendapatkan respons.
Sambil menunggu jawaban, kata Risang, mereka memeriksa tensi Mukarromah dan hasilnya tekanan darahnya tinggi. Karena itulah, Risang menegaskan, pihak puskesmas bukan menolak memberikan rujukan, melainkan karena kondisi Mukarromah yang membutuhkan pertolongan segera, sedangkan perjalanan ke rumah sakit cukup jauh.
"Setelah memeriksa rujukan bahwa ini sudah IUFD, kemudian diperiksa ternyata tekanan darah Ibu Mukarromah ini 180. Tinggi. Jadi terjadi keracunan kehamilan," jelasnya.
Setelah diperiksa kehamilannya, ternyata sudah pembukaan lengkap dan bayinya sudah keluar. Saat dikeluarkan, kata Risang, bayi tersebut sudah dalam kondisi membusuk dengan tali pusar yang sudah menghitam.
ADVERTISEMENT
"Untuk mengendorkan, tali pusar itu dipotong karena bokongnya ini sudah keluar, ini sungsang. Kemudian dikeluarkan tidak bisa, seret karena ini air ketubannya sudah tidak ada. Bayi ini sudah melepuh, maserasi. Ibaratnya daging dan tulangnya kalau diambil seperti ayam dipresto," jelas Risang.
Bidan puskesmas pun, jelas Risang, mencoba menarik kepala bayi yang masih tersangkut di rahim dan memotong tali pusar yang melilit tubuh bayi tersebut. Risang menegaskan, bidan tak pernah memotong bagian leher bayi tersebut.
Bidan kemudian menggunakan metode mengeluarkan bayi sungsang dengan memasukkan jari ke dalam mulut bayi, kemudian dikeluarkan secara perlahan. Metode itu, menurut Risang, sudah sesuai dengan prosedur pengambilan bayi sungsang.
"Jadi pas ditarik itu rahang ke atas itu terlepas. Kita turut prihatin juga. Saat itu juga langsung dirujuk ke RSIA Glamour Husada Kebun yang terdekat untuk dikeluarkan kepalanya karena diagnosanya IUFD terus infeksi kandungan harus keluarkan kepalanya. Kalau tidak ibunya yang bahaya," terangnya.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi kulit bayi berubah warna. Foto: DonyaHHI/shutterstock
Saat dirujuk ke RSIA Glamour Husada Kebun, Mukarromah lalu ditangani oleh dokter kandungan dr Surya Haksara. dr Surya mencoba menyambungkan kembali kepala bayi dengan badannya setelah berhasil dikeluarkan untuk menghormati jenazah.
"Dibuatlah keterangan fotonya lengkap itu sudah terjadi maserasi dan diduga kematian dari penglihatan luar meninggal sudah lebih dari 2x24 jam. Hari itu juga dimintakan autopsi oleh pihak keluarga dan kepolisian di RS Syarifah Ambani oleh dr Edi Suharta, dokter forensik," ucap Risang.
Pihak dokter lalu melakukan tes apung paru untuk memastikan apakah bayi tersebut baru meninggal atau sudah lama. Hasilnya, paru-paru bayi tersebut tenggelam karena tidak ada napas atau udara di dalamnya.
ADVERTISEMENT
"Dari kondisi kulit maserasi ini lepas rapuh, tangan mudah lepas, kepala mudah lepas, semua jari lepas. Itu kematian oleh dr Edi dinyatakan lebih dari 7 hari, sekitar 10 hari sudah meninggal di dalam kandungan, tidak ada darah semua, waktu lepas itu tidak ada darah, air ketuban tidak ada, hanya bau busuk," ungkapnya.
Pada Jumat (8/3), Dinas Kesehatan Bangkalan, IDI Bangkalan, serta para dokter yang menangani melakukan Audit Maternal Parenatal (AMP).
Risang menilai, pihak polisi terlalu terburu-buru menetapkan sidik sebab kasus ini merupakan penanganan medis pengeluaran jenazah bayi, bukan di proses persalinan. Sebab, kata Risang, bayi tersebut sudah meninggal sejak dalam kandungan.
"Buktinya ketika di RS langsung pembukaan dia kontraksi biasa. Benda asing kalau bukan bayi harus dikeluarkan kan, otomatis keluar kan. Dan bayinya itu prematur, 8 bulan itu sudah mengejan, kenapa? Karena terjadi infeksi. Karena bayi sudah meninggal di dalam. Lingkar kepala juga kurang menurut hasil autopsi, bukan saya," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Ia menilai, jika polisi menerapkan Pasal 84 ayat 2 juncto Pasal 359 tentang kelalaian karena kealpaan, maka hal itu tidak sesuai dengan kasus ini.
"Padahal ini dalam profesi pekerjaan. Jadi bidan ini tidak ada niat membunuh. Dan bayi ini meninggal, bukan bayi, jenazah bayi yang dikeluarkan," terangnya.
Ia meminta agar pihak kepolisian untuk bersikap objektif dalam penanganan kasus ini.
"Nanti biar polisi juga kan mudah-mudahan sudah diperiksa ini, bidan desa ini sudah diperiksa, Bu Mega bidan yang menolong sudah diperiksa. Nanti mungkin saksi dari dokter forensik autopsi sudah pegang. Kemudian dokter Surya juga harus diperiksa karena dia yang menangani. Mudah-mudahan ini selesai dengan baik," tandasnya.