Pengamat: Saatnya Gelombang Perubahan untuk Mengatasi 5 Persoalan di Indonesia

29 Oktober 2023 16:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muhammad Said Didu Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Said Didu Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aktivis media sosial, Said Didu, mengajak warga Indonesia yang tinggal di Australia untuk melakukan perbaikan dan perubahan kondisi Indonesia saat ini. Dia berharap perubahan Indonesia akan hadir dari Selatan (Australia) dari sebelumnya selalu datang dari Utara (Amerika).
ADVERTISEMENT
Said menilai bahwa beberapa kondisi yang terjadi saat ini sudah tidak pantas lagi. Misalnya dikabulkannya uji materi persyaratan calon presiden dan wakil presiden oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Indonesia diacak-acak oleh satu keluarga yang mengabulkan tuntutan satu mahasiswa dari Solo yang diputuskan oleh adik ipar dari Solo. Ini benar-benar di luar nalar saya. Indonesia berpenduduk lebih dari 270 juta diacak-acak oleh satu keluarga dari Solo di saat usia kemerdekaan Indonesia sudah memasuki 78 tahun," kata Said dalam diskusi terbuka "Perubahan dan Persatuan Menuju Indonesia Berkeadilan di Lakemba Library Australia, Sabtu (28/10/2023).
Selain Said Didu, pembicara lainnya dalam diskusi itu adalah Rocky Gerung dan Prof. Denny Indrayana. Para peserta diskusi adalah warga Indonesia yang tinggal di Australia.
ADVERTISEMENT
Contoh Putusan MK, katanya, telah menggugah semua pihak bahwa saatnya sudah harus melakukan perubahan di Indonesia.
Menurutnya, ada 5 hal perubahan yang harus menjadi agenda bersama. 1) Persoalan fiskal. 2) Persoalan ekonomi. 3) Persoalan distribusi sumber daya ekonomi. 4) Persoalan sistem demokrasi. 5) Persoalan penegakan hukum.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN ini menjelaskan bahwa persoalan fiskal salah satunya utang luar negeri yang tinggi.
"Kita akan dibebani utang kira-kira totalnya [pemerintah] dengan BUMN itu kira-kira warisan rezim ini Rp 16.000 triliun. Rezim Jokowi meninggalkan, membuat utang tiap tahun, tiap hari tiap hari itu sekitar Rp 3 triliun per hari," ujarnya.
Menurutnya, dari sisi akuntansi negara, kondisi keuangan Indonesia sudah tidak sehat, bahkan bangkrut.
Said Didu saat memberikan kesaksian pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dia mengatakan, pendapatan negara dalam APBN 2024 sekitar Rp2.781 triliun. Kemudian pengeluaran untuk membayar bunga dan pokok utang sekitar Rp 1.000-Rp 1.100 triliun, berarti tinggal sisa Rp 1.600. Kemudian gaji dan transfer ke daerah sekitar Rp 1.200 triliun, tinggal tersisa Rp 400 triliun. Nah, kemudian untuk kesehatan kira-kira Rp 400 triliun.
ADVERTISEMENT
"Jadi bagaimana dengan sekolah, gedung, perbaikan jalan yang ratusan triliun. Jadi sebenarnya rezim Jokowi sudah meninggalkan negara dalam keadaan bangkrut, itu dalam soal angka. Maka rezim Jokowi akan menambah utang tahun depan Rp1.250 triliun dan itu sudah direncanakan. Terus kita harus tepuk tangan? Kita harus diam?" ujar dia.
Selanjutnya persoalan ekonomi. Said menuturkan, siapa pun pemimpin negeri ini, maka pertumbuhan ekonomi 4-5% akan bisa dicapai. "Istilah saya mohon maaf kalau terlalu kasar, monyet dikasih dasi pun dan duduk di Istana, pertumbuhan [ekonomi] 5% akan terjadi. Belum lagi soal ketimpangan ekonomi. Apakah ini diteruskan?" ucap dia.
(LAN)