Pemerintah Jangan Sampai Lemah soal Natuna karena Investasi China

4 Januari 2020 10:41 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal asing ilegal yang di tenggelamkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Perairan Kalimantan Barat. Foto: Indra Subagja/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kapal asing ilegal yang di tenggelamkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Perairan Kalimantan Barat. Foto: Indra Subagja/kumparan
ADVERTISEMENT
Invasi kapal ikan asing asal China di perairan Natuna, Indonesia, di akhir Desember 2019 menjadi perbincangan. Apalagi kehadiran kapal-kapal itu didukung oleh China Coast Guard (CCG).
ADVERTISEMENT
Sayangnya, elite pemerintah seperti tak satu suara dalam menindaklanjuti pelanggaran batas wilayah tersebut. Dr Mas Achmad Santosa, SH, LLM, ahli hukum dan pendiri Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), melihat adanya perbedaan sikap di antara para menteri.
Padahal dia menilai, wibawa pemerintah akan kuat di mata China apabila tidak ada perbedaan sikap.
"Saya salut dengan ketegasan pemerintah RI, khususnya Menlu (Retno Marsudi). Seyogyanya ketegasan juga harus diperlihatkan oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Luhut Binsar Pandjaitan) dan Menteri Pertahanan (Prabowo Subianto). Pemerintah harus satu suara," kata Achmad dalam siaran persnya.
Illegal fishing di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) Laut Natuna Utara. Foto: Dok. KKP
Untuk menyelesaikan pelanggaran di perairan Natuna, kata dia, harus ada diskusi intens dengan pemerintah China. Tetapi dengan catatan, pemerintah harus berdiskusi dengan kepala tegak untuk melindungi kawasan Natuna dari invasi.
ADVERTISEMENT
"Jangan nation's dignity (harga diri) RI sebagai negara besar dikorbankan karena alasan investasi ekonomi (modal) mereka di Indonesia. Sekali kita memberikan toleransi, mereka akan terus mengokohkan posisi mereka di Laut Cina Selatan," ujarnya.
Selain itu, penegakkan hukum juga harus dilakukan secara tegas. Salah satu opsi penegakkan hukum yang dapat membuat jera kapal ikan asing yakni penenggelaman kapal, seperti yang dilakukan di era mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
"Kapasitas penegakan hukum kita melalui gelar kekuatan untuk mencegah, harus sangat kuat di wilayah Natuna, termasuk opsi tindakan tegas penenggelaman terhadap kapal ikan asing pencuri di wilayah kita," tegas Achmad.
Kapal coast guard China mengusir nelayan Indonesia di perairan Natuna. Foto: Dok. Istimewa
Dia menegaskan wilayah perairan Natuna harus diisi oleh nelayan Indonesia. Hal itu sebagai bentuk menjaga kedaulatan hukum dan kedaulatan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Achmad menilai China berupaya menginvasi perairan Natuna, meski menjadi peserta United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS), karena kekayaan lautnya sudah berkurang. China melanggar teritorial dengan alasan sejarah atau traditional fishing Ground-TFG.
Padahal TFG tidak dikenal dalam UNCLOS, tetapi berdasarkan art 51 ayat 2 hanya mengenal Traditional Fishing Right (TFR), itu pun harus ada persyaratan yang sangat ketat dan berdasarkan perjanjian dengan antarnegara.
Selama ini China menggunakan kekayaan sumber daya alam perikanan di wilayah Laut Cina Selatan (LCS), yang menyumbang 12 persen hasil tangkapan ikan dunia. LCS merupakan wilayah 5 besar fishing zone paling produktif di dunia dan memiliki 3.365 spesies ikan.
Akan tetapi, konsumsi domestik di China dan ekspor semakin meningkat. Sementara persediaan di LCS makin menipis.
ADVERTISEMENT
"Laut mereka tidak seluas Indonesia dan beberapa bagian laut mereka sudah over exploited dan chronic overfishing (Yellow Sea & East China Sea). Tidak heran apabila sasaran mereka adalah laut kita yang luas (6,4 juta km persegi) dan kaya akan sumber daya ikannya," ucap Achmad.
Sebelumnya, para menteri memiliki sikap berbeda soal invasi kapal ikan asing China di Natuna. Menlu Retno Marsudi menegaskan Indonesia tak akan pernah mengakui nine dash line China atas daerah perairan Natuna.
Bahkan Kemlu RI juga memanggil Dubes China di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan.
"Pada Senin (30/12), hasil rapat antar kementerian di Kemenlu mengkonfirmasi terjadinya pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, termasuk kegiatan IUU fishing, dan pelanggaran kedaulatan oleh Coast Guard RRC di perairan Natuna," demikian pernyataan resmi Kemlu RI, Senin (30/12).
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut bersama Menhan Prabowo memiliki sikap berbeda. Luhut meminta persoalan ini tak perlu dibesar-besarkan.
"Sebenarnya enggak usah dibesar-besarin lah kalau soal kehadiran kapal (Coast Guard China) itu," katanya usai pertemuan sore bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (3/1).
Lalu, Prabowo menegaskan masalah kapal China masuk Natuna akan diselesaikan dengan damai. Hal itu disampaikannya usai bertemu Luhut di kantor Kemenko Maritim dan Investasi.
"Kita tentunya gini, kita masing-masing ada sikap. Kita harus cari satu solusi baik lah di ujungnya. Saya kira ada solusi baik," ucap Prabowo, Jumat (3/1).
"Kita selesaikan dengan baik ya, bagaimanapun China negara sahabat," sambung dia.