Pembatalan Aturan Batas Usia Nikah 16 Tahun Kado Terindah bagi PPPA

14 Desember 2018 14:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deputi Perlindungan Anak Kemen PPPA, Sri Danti Anwar. (Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Deputi Perlindungan Anak Kemen PPPA, Sri Danti Anwar. (Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi atau judicial review terkait Undang-Undang Perkawinan. Dalam putusannya, MK membatalkan aturan mengenai batas umur bagi wanita untuk menikah adalah 16 tahun. Putusan ini disambut baik oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
ADVERTISEMENT
"Kita senang ya. Selama ini kebetulan saya sudah lama di Kementerian kita berjuang memang untuk merevisi satu pasal. Pasal 7 terkait dengan usia anak dan itu tidak mudah, karena merevisi UU yang memang diterbitkan. Saya dapat info juga penuh dengan gejolak itu tentu tidak mudah satu," ujar Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA Sri Danti Anwar usai diskusi yang bertajuk 'Catatan Akhir Tahun tentang Upaya Masyarakat dalam Melakukan Pencegahan dan Merespons Eksploitasi Seksual Komersial Anak' di Hotel Mercure, Jakarta Pusat, Jumat (14/12).
Putusan MK ini dianggapnya dapat menjadi dasar bagi Kementerian PPPA untuk mendorong DPR dan Kementerian Hukum dan HAM untuk mengawal perubahan pasal tersebut. Hal ini menurutnya akan menghilangkan diskriminasi antara anak perempuan dan anak laki-laki.
ADVERTISEMENT
"Ini saya pikir merupakan kado yang paling baiklah. Paling indah untuk Kementerian PPPA," tuturnya.
Menyambut putusan ini, dia mengatakan berencana akan membentuk tim khusus. Tim ini dibentuk untuk menyikapi putusan ini dengan waktu maksimal 3 tahun yang diberikan oleh MK.
Menurutnya, pernikahan anak terjadi karena banyak hal. Pertama karena nilai yang dipegang masyarakat yang mempercayai anak harus cepat dinikahkan agar tak menjadi perawan tua. Faktor kemiskinan juga menjadi alasan pernikan anak.
"Kemudian yang ketiga perkawinan anak itu karena drop out dari sekolah. Misalnya tidak ada akses untuk pendidikan. Kemudian juga dampak dari karena kalo sekarang itu banyak karena korban IT. Sering melihat pornografi, pergaulan bebas, dan sebagainya. Dan perkawinan anak itu karena faktor kurangnya pendidikan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, MK sepakat untuk membatalkan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Menyatakan Pasal 7 ayat (1) sepanjang frasa 'usia 16 tahun' Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap," kata ketua MK Anwar Usman dalam membacakan amar putusan, Kamis (13/12).
Hal ini diputuskan setelah adanya gugatan uji materi yang diajukan oleh tiga ibu rumah tangga yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya aturan mengenai batas umur tersebut. Mereka menggugat Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pemohon menginginkan batas usia perkawinan bagi perempuan ditetapkan 19 tahun sebagaimana pria.
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangannya, MK sependapat bahwa batas minimal usia perkawinan terkategori sebagai kebijakan hukum yang diskriminatif. Aturan itu dinilai bertentangan dengan Pasal 28 B ayat (2) yang berbunyi, "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".
Meski menyatakan usia 16 tahun tidak berkekuatan hukum tetap, tapi MK tidak memutuskan batas minimal perkawinan bagi perempuan karena itu merupakan ranah pembuat undang-undang.