PBB hingga Prancis Ingatkan Israel Tak Serang Rafah: Ide Buruk

Umat muslim melaksanakan Salat Idul Fitri 1445 H di dekat reruntuhan Masjid Al-Farouk di Rafah, Jalur Gaza, Rabu (10/4/2024). Foto: Shadi Tabatibi/REUTERS

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan pihaknya akan tetap menyerang Kota Rafah, Gaza, Selasa (30/4) waktu setempat. Dilansir Reuters, rencana ini memunculkan kekhawatiran internasional soal nasib lebih dari satu juta warga Palestina yang berlindung di sana.

Padahal saat ini, perundingan gencatan senjata dan pembebasan sandera sedang berlangsung antara Israel dan Hamas; dengan Amerika Serikat, Qatar, serta Mesir sebagai mediator. Namun menurut Netanyahu, dengan atau tanpa kesepakatan, Israel akan tetap menyerang kota perbatasan Rafah.

Niat Netanyahu ini lalu dikecam sejumlah pihak, termasuk Prancis. Menteri Luar Negeri Prancis, Stephane Sejourne, mengatakan kepada Netanyahu bahwa menyerang Rafah adalah ide buruk dan tidak akan menghasilkan resolusi apa pun dalam konflik di Gaza.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Foto: Abir SULTAN / POOL / AFP

"Melakukannya adalah ide yang buruk. Ada terlalu banyak ketidakpastian soal masalah kemanusiaan di sana," kata Sejourne kepada Netanyahu saat keduanya bertemu di kantor perdana menteri di Yerusalem, dilansir Reuters, Rabu (1/5).

Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Kemanusiaan PBB, Martin Griffiths, dalam pernyataan tertulisnya. Menurutnya operasi darat di Rafah hanya akan menjadi sebuah tragedi yang mengerikan.

"Kebenaran yang paling sederhana adalah, operasi darat di Rafah akan menjadi sebuah tragedi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, dan tidak ada rencana manusia yang bisa melawan [munculnya akibat itu]," kata Griffiths dilansir AFP.

Bahkan, kata Griffiths, seluruh negara di dunia, termasuk AS, telah menyerukan agar Kota Rafah yang kini dihuni jutaan pengungsi itu diselamatkan. Namun Israel tetap ngotot ingin menjalankan operasi darat besar-besaran di sana.

Orang-orang menguburkan warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel, setelah jenazah mereka dibebaskan oleh Israel, di kuburan massal di Rafah, di Jalur Gaza selatan, Selasa (30/1/2024). Foto: Mohammed Salem/REUTERS

"Bagi lembaga-lembaga yang berjuang [di Palestina] untuk memberikan bantuan kemanusiaan meski terjadi permusuhan aktif [dari Israel], invasi darat ini akan jadi pukulan hebat yang membawa bencana. Padahal kita sedang berlomba untuk mencegah kelaparan dan kematian," ungkap Griffiths.

Sementara itu, dilansir Middle East Eye, Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, mengatakan pihaknya belum menerima rencana kongkret yang bisa mengatasi kekhawatiran soal nasib 1,5 juta pengungsi terkait operasi militer Israel di Kota Rafah.

Hingga saat ini, setidaknya sudah ada 34.535 jiwa warga Gaza yang jadi korban tewas akibat serangan pasukan penjajah Israel. Sebagian besar dari korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.