Pangkal Masalah Perang Tanpa Henti Armenia dan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh

14 September 2022 9:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asap mengepul saat pasukan Azerbaijan menyerang target selama pertempuran di wilayah Nagorno-Karabakh yang memisahkan diri dekat kota Terter, Azerbaijan, Rabu (7/10). Foto: Umit Bektas/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Asap mengepul saat pasukan Azerbaijan menyerang target selama pertempuran di wilayah Nagorno-Karabakh yang memisahkan diri dekat kota Terter, Azerbaijan, Rabu (7/10). Foto: Umit Bektas/REUTERS
ADVERTISEMENT
Konflik bersenjata antara Armenia dan Azerbaijan kembali pecah pada pekan ini. Seolah tiada ujung, pertikaian berdarah dua negara eks Uni Soviet itu kerap terulang.
ADVERTISEMENT
Akar permasalahan adalah wilayah Nagorno-Karabakh. Bukan setahun atau dua tahun, konflik di Nagorno-Karabakh telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu.
Konflik bermula saat Uni Soviet yang berdiri pada era 1920an memutuskan untuk wilayah menggabungkan Nagorno-Karabakh ke Azerbaijan. Padahal, mayoritas penduduk di wilayah tersebut adalah etnis Armenia.
Kerabat memegang foto korban yang terbunuh ketika sebuah roket menghantam di kota Ganja, Azerbaijan Sabtu (17/10). Foto: Umit Bektas/REUTERS
Keputusan Uni Soviet ternyata memicu bara. Puncaknya terjadi ketika Soviet di ambang keruntuhan pada periode akhir 1980an sampai awal 90an. Ketika itu negara-negara di bawah Soviet mulai meneriakkan pemisahan diri atau dengan kata lain kemerdekaan menjadi negara berdaulat penuh.
Di tengah hiruk-pikuk tuntutan kemerdekaan, penduduk Nagorno-Karabakh punya tuntutan lain. Alih-alih meminta merdeka mereka lebih memilih bergabung bersama Armenia bukan Azerbaijan.
Kebijakan itulah yang memicu konflik berkepanjangan. Alhasil usai Uni Soviet runtuh, konflik di Nagorno-Karabakh terus mengalami eskalasi.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, Nagorno-Karabakh yang menjadi wilayah di perbatasan Armenia dan Azerbaijan itu, kini diperebutkan oleh kedua negara. Baik Armenia dan Azerbaijan sama-sama ngotot dan memakai landasan historis demi mengeklaim Nagorno-Karabakh.

Perang Tak Ada Ujung

Sebuah tank tentara pertahanan Nagorny Karabakh bergerak di jalan dekat desa Mataghis, Azerbaijan. Foto: KAREN MINASYAN/AFP
Secara hukum internasional Nagorno-Karabakh masuk ke dalam kedaulatan Azerbaijan. Akan tetapi, pengakuan dunia internasional tidak mau dituruti oleh Armenia.
Armenia punya siasat tersendiri. Mereka mengakui dan mendukung penuh pemisahan Nagorno-Karabakh dari Azerbaijan dan pendirian negara Republik Artsakh.
Sikap Armenia yang mendukung kemerdekaan Artsakh, yang menjadi nama lain Nagorno-Karabakh, membuat tensi Azerbaijan naik. Perang pun pecah antar dua negara.
Pada 1988 sampai 1994 periode pertama perang Nagorno-Karabakh pecah. Puluhan ribu nyawa warga Nagorno-Karabakh melayang. Selain korban jiwa terdapat pula ratusan ribu pengungsi dan ratusan lainnya hilang.
ADVERTISEMENT
Tentara Armenia. Foto: KAREN MINASYAN / AFP
Pada perang periode pertama itu Armenia berhasil mencaplok sejumlah wilayah Nagorno-Karabakh.
Setelah enam tahun bertempur, perang akhirnya berhenti setelah gencatan senjata, yang mediasi Rusia, berhasil disepakati.
Kendati gencatan senjata tercapai, dendam Azerbaijan terhadap Armenia belum terbayar. Tak cuma lantaran wilayah Nagorno-Karabakh terebut, Armenia turut pula menguasai 9 persen wilayah Azerbaijan di luar Nagorno-Karabakh.
Perjanjian gencatan senjata tidak menghentikan konflik untuk terjadi. Pada 2008, baku tembak antara orang Armenia dan pasukan Azerbaijan masih terjadi. Di tahun yang sama, Majelis Umum PBB menggelar pemungutan suara untuk menentukan adopsi Resolusi 62/243 yang meminta pasukan Armenia mundur dari daerah konflik. Resolusi tersebut menang dan diadopsi.
Setelah kondisi sempat kondusif, 2020 konflik bersenjata Azerbaijan-Armenia lagi-lagi meletus. Kali ini Azerbaijan mendapat bantuan dari Turki dan beberapa kelompok militer lain.
ADVERTISEMENT
Azerbaijan menginginkan agar wilayah yang diduduki Armenia bisa direbut kembali. Armenia pun melawan Azerbaijan sekuat tenaga. Darurat militer dan mobilisasi kekuatan secara penuh diberlakukan.
2020 jadi periode terburuk konflik bersenjata Armenia-Azerbaijan. Penggunaan senjata berat hingga ratusan warga sipil tewas adalah dampak buruk yang tercipta akibat perang.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menyampaikan pernyataan bersama setelah pertemuan mereka di Sochi pada 26 November 2021. Foto: Mikhail Klimentyev/SPUTNIK/AFP
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam dan menyerukan penghentian konflik. Upaya gencatan senjata yang dimediasi Rusia, Prancis dan Amerika Serikat gagal menghentikan peperangan.
Setelah berbulan-berbulan perang, Azerbaijan berhasil merebut kota terbesar kedua di Nagorno-Karabakh, Shusha. Peristiwa tersebut menandakan penghentian konflik Armenia-Azerbaijan pada 2020.
Presiden Azerbaijan Ilham Alivey dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan akhirnya menyepakati gencatan senjata pada 10 November. Presiden Rusia Vladimir Putin menyaksikan langsung kesepakatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Penulis: Thalitha Yuristiana.