Orkestra Serangan ISIS saat Ramadhan, dari Kampung Melayu ke Teheran

7 Juni 2017 18:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi ISIS (Foto: REUTERS/Alaa Al-Marjani)
Parlemen Iran di Teheran dikejutkan dengan serangan yang dilancarkan oleh tiga orang bersenjata. Baku tembak yang terjadi pada Rabu (7/6) itu menyebabkan tujuh warga tewas. Tidak lama berselang, otoritas keamanan bisa dengan mudah menyimpulkan pelaku setelah ISIS menyatakan bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
ADVERTISEMENT
Serangan membabi-buta yang dilakukan beberapa orang dengan senjata adalah tipikal aksi teror ISIS di seluruh dunia. Yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana aksi teror terjadi dalam rentang waktu yang begitu dekat dan peningkatan intensitas selama Ramadhan.
Dimulai dari bom Konser Ariana Grande pada 22 Mei di Manchester, Inggris, yang menewaskan 22 korban tewas. Sehari setelahnya terjadi ledakan bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta.
Polisi berjaga di sekitar Manchester Arena. (Foto: REUTERS/Andrew Yates)
Tidak lama berselang insiden kembali terjadi di London, sebuah van dikabarkan menabrak kerumunan manusia di London Bridge. Kemudian kasus teror bersenjata terjadi lewat penculikan di Melbourne. Berikutnya ibadah di Katedral Notre Dame, Paris, pada Selasa (6/6) terhentak oleh pria bersenjata yang membuat keributan di luar gereja yang membawa senjata dan berteriak, "Ini untuk Suriah!"
ADVERTISEMENT
Semua kejadian di atas terjadi dalam kurun waktu berdekatan atau di dalam Bulan Ramadan. Seakan aksi teror menjadi perayaan menyambut Ramadan bagi umat Muslim di seluruh dunia. ISIS memang sengaja menjadikan Ramadan sebagai balutan pesan untuk melakukan aksi.
Aksi meneror Ramadan dimulai pada 23 Juni 2015. Pesan ini disuarakan oleh Juru Bicara ISIS waktu itu yaitu Abu Muhammad Al Adnani menyerukan serangan untuk menyambut Bulan Suci Ramadhan. Seruan ini disambut baik oleh pengikut pengikut ISIS yang tersebar di seluruh dunia dan patuh terhadap pemimpinnya dan janji kompensasi pahala atas aksi tersebut.
Tim Gegana di TKP Bom Kampung Melayu (Foto: AP Photo/Achmad Ibrahim)
Tidak lama berselang, imbauan langsung diikuti oleh serangan terhadap masjid Syiah di Kuwait yang menewaskan 26 orang.
ADVERTISEMENT
Ajakan “melakukan serangan teror” kembali menjadi tema Ramadhan ISIS di tahun berikutnya, 2016. Adnani, seperti dilansir Independent, menyatakan: bersiaplah, mari ciptakan bulan penderitaan bagi orang-orang kafir.
Tanpa pikir panjang, seruan itu lantas menjadi dorongan bagi aksi mematikan sepanjang Ramadan 2016.
Pada 12 Juni 2016, simpatisan ISIS di Amerika Serikat bernama Omar Mateen menembaki klub malam di Orlando dan membunuh 49 orang. Selisih 15 hari kemudian, 27 Juni, desa Kristen di timur laut Lebanon diserang. Hari berikutnya, 28 Juni, 40 orang tewas dalam serangan bom dan tembakan di Bandara Ataturk, Istanbul, Turki.
Tiga hari kemudian, 1 Juli, 20 orang terbunuh oleh sebuah serangan teror di sebuah kedai di Bangladesh. Keesokannya, 2 Juli, ISIS mengklaim berada di balik 300 orang tewas dalam serangan bom bunuh diri dengan truk di Baghdad. Dan menjelang Idul Fitri, empat bom bunuh diri meledak di Arab Saudi, termasuk di lokasi kota suci Madinah.
ADVERTISEMENT
Situasi pasca penembakan di Tehran, Iran (Foto: REUTERS)
Seruan sesat itu muncul lagi pada Ramadhan 2017. Lewat juru bicara ISIS saat ini, Abul Hasan al-Muhajir, mendeklarasikan Ramadhan sebagai bulan untuk kembali menggiatkan serangan di manapun. Pesan disampaikan melalui video berbahasa Arab berdurasi 12 menit yang disebarkan melalui kanal-kanal informasi ISIS.
Al-Muhajir mengatakan perlunya jihad untuk “menghancurkan Barat dan orang-orang kafir. ISIS mengumandangkan seruan bagi para “pasukan” untuk terus melancarkan teror terhadap “rumah, pasar, jalanan, dan perkumpulan orang Barat”.
Ramadan selalu ditutup dengan kalimat, “Semoga Anda mendapat balasan setimpal dalam Ramadhan.”
Lalu, apakah serangan ISIS di Bulan Ramadan ini berlanjut? Menerka serangan teror selalu menjadi hal yang sulit dilakukan. Namun melihat ISIS yang mulai kedodoran dalam menghadapi gempuran di medan tempur Irak dan Suriah, kita masih bisa berharap agar Ramadan ditutup dengan damai.
ADVERTISEMENT