Ombudsman Beri 4 Catatan Merah ke Polri Terkait Ricuh Demo 21-23 Mei

10 Oktober 2019 17:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Ombudsman. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ombudsman. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ombudsman telah merampungkan rapid assessment terkait penanganan Polri dalam demo dan kerusuhan pada 21 hingga 23 Mei 2019 di Jakarta. Ada empat poin yang menjadi catatan merah dari Ombudsman kepada Polri.
ADVERTISEMENT
Pertama, soal intelijen Polri yang dirasa kurang tepat dalam memprediksi kerusuhan bakal membesar. Ombudsman menilai hal itu memunculkan tindakan tidak kompeten dari aparat di lapangan dalam menyikapi situasi.
Kedua, Ombudsman menyebut tentang tata cara polisi menyikapi kerusuhan dan demo kurang sesuai dengan kewenangan, seperti penggunaan senjata.
“Nah di dalam pelaksanaannya terkait pengamanan, misalnya ada aktivitas-aktivitas yang kita tahu semua pada 21-22 (Mei) itu ada penggunaan senjata, ada penggunaan alat-alat kepolisian yang seharusnya oleh aparat itu selalu dilaporkan setiap harinya,” kata anggota Ombudsman, Ninik Rahayu, di gedung Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis (10/10).
Personel kepolisian menembakkan gas air mata pada massa aksi 22 Mei di Jalan Brigjen Katamso, Slipi, Jakarta, Rabu (22/5). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Ternyata, kata dia, penggunaan senjata tersebut seperti diketahui telah merenggut korban jiwa sipil. Ombudsman pun telah mengkonfirmasi hal ini dengan pihak rumah sakit dan kepolisian, namun sayangnya tidak ada tanggapan dari polisi.
ADVERTISEMENT
“Tapi sepanjang yang kami punya, bahkan ketika kami proses konfirmasi di bulan Juli, tidak ada tanggapan apa pun yang diberikan kepada kami,” kata Ninik.
Ketiga, Ombudsman juga menyoroti proses evaluasi yang sempat diperintahkan Kapolri terkait aksi-aksi aparat di lapangan. Proses ini ternyata kurang efektif.
“Dan dalam temuan kami laporan sebagai bagian dari upaya melakukan evaluasi dan pengawasan yang tidak dilakukan secara efektif, sehingga ada penyimpangan prosedur,” kata Ninik.
Sedangkan poin keempat, Ombudsman menemukan anak di bawah umur yang terlibat kerusuhan ditangani oleh Resmob. Padahal, menurut UU, Ninik mengatakan penanganan anak di bawah umur seharusnya dilakukan unit khusus seperti Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
“Tapi kita harus kembali kepada SOP dan aturannya memang bukan Resmob yang ditunjuk. Bukan soal sertifikasi personal, tapi unit khusus yang memang ditunjuk dalam rangka penanganan perempuan dan anak. Karena anak termasuk kelompok rentan UU-nya pun khusus,” tegasnya.
ADVERTISEMENT