Nusron soal Jokowi Sebut Al-Fatihah Jadi Al-Fatekah: Orang Jawa Biasa

9 Oktober 2018 13:27 WIB
Presiden Jokowi di acara MTQ Nasional ke-27 di Medan, Sumatera Utara. (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi di acara MTQ Nasional ke-27 di Medan, Sumatera Utara. (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka MTQ Nasional ke-27 di Medan, menuai sorotan. Bukan soal materi pidatonya, tapi lantaran Jokowi menyebut Al-Fatihah dengan sebutan 'Al-Fatekah'.
ADVERTISEMENT
Momen itu terjadi di awal Jokowi menyampaikan pidato untuk membuka MTQ. Jokowi mengajak masyarakat yang hadir untuk membacakan Al-Fatihah bagi korban meninggal di Sulteng.
Ada dua kali Jokowi menyebut Al-Fatihah. Pelafalan pertama 'Al-Fatihah', namun pada pelafalan kedua berubah menjadi 'Al-Fatekah'. Ucapan 'Al-Fatekah' ini spontan memicu sorak sorai warga yang hadir.
Politikus Golkar, Nusroh Wahid, memberi penjelasan soal penyebutan Al-Fatihah menjadi Al-Fatekah. Menurut Nusron, pelafalan itu wajar karena dipengaruhi oleh gaya bahasa Jokowi yang berasal dari Jawa.
"Alkamdulillahi rabbil alamin, alhamdulillah. Ya Owoh, kadang-kadang orang Jawa bilang begitu. La kaulawala kuwata illabillahilaliyil ngazim, orang Jawa kayak gitu hal biasa. Enggak usah dipersoalkan," ucap Nusron di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/10).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, pelafalan yang harus benar atau fasih itu hanya dalam salat. Baik dalam bacaan di setiap gerakan salat, atau bacaan Al-Fatihah dan surat-surat Al-Quran. "Alhamdulillahirabbilalamin, itu harus jelas," kata Nusron..
"Nah ini karena apa? Karena ini memang aksentuasi, logat. Nanti lama-lama orang mempersoalkan tentang bahasa orang. Kenapa kok ngomong rika (kamu) bukan riko? Karena tradisi Banyumas dan Jawa Timur berbeda," tutur Kepala BNP2TKI itu.
Oleh karena itu, Nusron berharap pelafalan Jokowi itu tidak dipermasalahkan karena memang begitu anatomi multikultural Indonesia, yang menunjukkan luasnya aksentuasi bahasa di negara ini.
ADVERTISEMENT
"Masyaowoh, bukan masyaallah. Kan angle mulut orang Jawa bilang gitu. Dilatih tajwid di dalam berbahasa keseharian. Yang penting tajwid dipakai ketika membaca Al-Quran dalam salat dan sebagainya. Tidak tereduksi makna dan lafal-lafalnya. Sesuai dengan tajwid maupun qiroah yang ditulis oleh Imam Hafidz," pungkasnya.